Khazanah Islam
Apa Perbedaan Hibah dan Infak? Arti dan Hukum Nafaqah Serta Penjelasan Singkat
Dalam bahasa arab, Lafadz “infaq” tidak digunakan kecuali menunjukan suatu hal yang menunjukan akan suatu kebaikan.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Setiap harta yang dimiliki merupakan titipan.
Oleh karena itu, patut disadari adalah sebanyak apapun harta yang kita miliki hanya sebatas titipan Allah SWT.
Sehingga setiap harta tersebut harus dikeluarkan untuk membantu orang lain dan sesama.
Hal tersebut sejalan dengan istilah memberikan Infaq atau nafaqah.
• Arti dan Dasar Hukum Ikrar Dhaman, Konsep Peralihan Hutang dalam Islam
Nafaqah diambil diambil dari lafadz “al infaq”, yang memiliki arti mengeluarkan.
Dalam bahasa arab, Lafadz “infaq” tidak digunakan kecuali menunjukan suatu hal yang menunjukan akan suatu kebaikan.
Sebab-Sebab Nafaqah
- Hubungan kekeluargaan
Hubungan kekeluargaan ini meliputi Nafaqah dari orang tua atau anak dari jalur keluarga yang wajib diberikan kepada anak-anaknya atau orang tuanya.
- Hubungan kepimilikan (milk al yamin)
Hubungan kepemilikan ini meliputi Nafaqah dari sayyid atau pemilik hamba sahaya yang wajib diberikan kepada para budak dan hewan peliharaannya
- Hubungan pernikahan
Hubungan pernikahan ini meliputi Nafaqah dari sang suami yang wajib diberikan kepada istrinya.
Besarnya nafaqah
Besarnya nafaqah itu sesuai dengan keadaan sang pemberi dan memandang juga terhadap keadaan sekitar.
Lantas apakah hibah dan infaq itu sama.Berikut arti dan rukun dalam hibah.
Hibah berasal dari bahasa arab yang artinya pemberian.
Sedangkan menurut istilah hibah ialah pemberian sesuatu yang dilakukan oleh seseorang ketika masih hidup kepada seseorang secara cuma-cuma, tanpa mengharapkan apa-apa kecuali ridha Allah SWT semata.
Seseorang boleh memberikan hibah kepada orang lain, meskipun tidak ada hubungan keluarga.
Penerima hibah tidak berkewajiban memberikan balasan apapun kepada pemberi hibah.
Hibah dinyatakan sah apabila sudah ada ijab qabul (serah terima).
Apabila keinginan Hibah itu baru diucapkan dan belum ada serah terima barang yang dihibahkan, maka hal demikian belum bisa disebut Hibah.
Hukum Hibah
Hukum asal hibah adalah mubah atau boleh. Sebagian ulama mengatakan hibah hukumnya Sunnah.
Hibah dimakruhkan apabila tujuannya adalah riya‟ (agar dilihat orang) atau sum`ah (didengar orang lain) dan berbangga diri.
Rukun hibah ada empat, yaitu :
- Orang yang memberi hibah disebut dengan waahib.
- Waahib harus memiliki beberapa syarat antara lain: Berhak dan cakap dalam membelanjakan harta, yakni baligh dan berakal.
- Dilakukan atas dasar kemauan sendiri, bukan karena paksaan dari pihak lain.
- Dibenarkan melakukan tindakan hukum.
Orang yang menerima hibah (mauhuub lahu) Penerima hibah (mauhuub lahu) disyaratkan sudah ada ketika akad hibah dilakukan.
Jika ketika akad berlangsung tidak ada, atau hanya ada atas dasar perkiraan, seperti janin yang masih dalam kandungan ibunya, maka tidak sah dilakukan hibah kepadanya.
Atau orang yang diberi hibah itu ada di waktu pemberian hibah, namun dia dalam keadaan terganggu akalnya, maka hibah tersebut diambil oleh walinya, pemeliharanya atau orang mendidiknya sekalipun dia tidak ada hubungan keluarga.
Syarat barang yang dihibahkan (mauhub) antara lain:
- Milik pemberi hibah (waahib).
- Barang sudah ada ketika akad hibah berlangsung.
- Memiliki nilai atau harga
- Berupa barang yang boleh dimiliki menurut agama.
- Telah dipisahkan dari harta milik pemberi hibah (waahib)
- Barang bisa dipindahkan status kepemilikannya dari tangan pemberi hibah (waahib) kepada penerima hibah (mauhuub lahu)
Akad atau ijab dan kabul. (*)
Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News
Disclaimer : Isi redaksi dan pembahasan materi diatas dilansir dari buku siswa Madrasah Aliyah (MA/SMA) Terbitan Kementerian Agama tahun 2020.