Sulit Peroleh Pupuk Subsidi, Petani Sintang Terpaksa Bawa Kotoran Ayam dari Singkawang untuk Kompos
Sulitnya memperoleh pupuk subsidi dan mahalnya pupuk non subsidi dirasakan Kelompok Tani Subur Makmur
Penulis: Agus Pujianto | Editor: Hamdan Darsani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SINTANG - Sulitnya memperoleh pupuk subsidi dan mahalnya pupuk non subsidi dirasakan Kelompok Tani Subur Makmur di Jl. Lintas Dedai, Dusun Gurung Kempadik, Desa Gurung Kempadik, Kecamatan Sungai Tebelian, Kabupaten Sintang.
Melambungnya harga pupuk non subsidi tak terjangkau para petani.
Disisi lain, penggunaan pupuk kompos terkendala bahan baku. Para petani terpaksa mengambil kotoran ayam dari Kota Singkawang.
"Terus terang untuk pupuk kandang kami sampai mendatangkan dari Singkawang, untuk kotoran ayam, ini kan sangat merugikan petani karena tentunya harganya akan sangat mahal," kata Ketua Kelompok Tani Subur Makmur, Tugiono, Senin 3 Oktober 2022.
• Pimpin Apel Gelar Pasukan Operasi Zebra Kapuas, Wakapolres Sintang jelaskan 7 Prioritas Pelanggaran
Tugiono ingin meminta dukungan dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sintang soal pupuk kompos. Sebab saat ini para anggota Kelompok Tani sedang merintis untuk beternak sapi dan kambing.
"Ada beberapa anggota yang mulai beternak kambing dan sapi, harapan kami ketika kami memerlukan pupuk kandang kita tidak lagi jauh ke luar Kabupaten. Kalau didukung pemerintah, otomatis hasil kotoran bisa digunakan untuk membantu pemupukan," ujar Tugiono.
Selain kesulitan pupuk kompos, Tugiono mengakui kesulitan memperoleh pupuk subsidi. Apalagi, informasi yang ia peroleh,
bahwasanya untuk tahun depan kuota pupuk subsidi diperkecil kemudian syaratnya agak rumit.
"Kata PPL tahun depan yang dapat menerima pupuk subsidi bidang pertanian tanaman cabai, Padi, jagung dan kedelai.
Dimana nasib kami yang tanam sayuran, kalau tidak dikasih," ujarnya.
"Mohon dukungannya. Supaya kami juga dapat. Terus terang kalau kami andalkan pupuk non subsidi harga sekarang diatas 900 ribu. Kalau komoditi kami seperti semangka hanya dibeli harga 4 ribu perkilo, perlu berapa kwintal untuk mendapatkan satu karung pupuk non subsidi. kami mohon perhatian," harap Tugiono.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sintang, Ellisa Gultom menyebut pupuk subsidi menjadi masalah nasional, bukan hanya di Kabupaten Sintang.
Hal itu disebabkan karena proses produksi pupuk masih banyak membeli dari luar.
"Jenis-jenis pupuk tidak semua ada di kita. Nah punya lengkap ada di Rusia dan ukraina, ini masalahnya. Mereka sendiri sedang menahan sehingga harganya mahal," ungkapnya.
Mentri Pertanian kata Gultom mengintruksikan agar petani menggunakan kearifan lokal dengan pupuk kompos untuk menyiasati mahalnya pupuk non subsidi. Selain murah, pupuk kompos juga bahannya mudah.
"Bahan sangat tersedia, hanya dibutuhkan sedikit kerja ekstra. Mengharapkan pupuk kimia, 3 tahun kedepan sangat sulit. Kalau ada non subsidi harganya luar biasa. Mahkota per karung 700, dulu 300 ribu. Sudah ndak masuk. Ini miris," ujar Gultom.
Keluhan petani soal pupuk diakui Sekretaris Daerah Kabupaten Sintang, Yosepha Hasnah tidak hanya dirasakan kelompok tani di Sungai Tebelian, tapi juga kecamatan lain.
"Keluhan para petani utamanya memang pupuk subsidi di mana-mana hampir semua kecamatan, mengeluh kurangnya pupuk subsidi," ujar Yosepha.
Yosepha mengapresiasi Kelompok Tani Subur Makmur yang tidak hanya berfokus pada pertanian holtikultura, tapi juga merambah ke peternakan. Menurutnya, kotoran ternak tersebut bisa diolah menjadi pupuk kompos.
"Mudah mudahan kedepan misalnya sulit mendapatkan pupuk subsidi, kalau ada bibit sapi atau kambing bisa menghasilkan kotoran diolah jadi pupuk. Para petani bisa membuat pupuk sendiri tidak bergantung pada kotoran ayam, jauh dari Singkawang. Tapi emang tidak ada solusi lain karena memang pupuk subsidi sulit didapatkan, dan non subsidi sangat mahal," ujar Yosepha. (*)
Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News