Praktisi Hukum Singkawang Tanggapi Kasus 3 Anak Bawah Umum Membobol Rumah Warga di Gang Haji Basuni
Praktisi Hukum Kota Singkawang, Charlie Nobel pun menanggapi soal kasus kriminal yang dilakukan para bocah itu
Penulis: Rizki Kurnia | Editor: Hamdan Darsani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SINGKAWANG - Kasus pencurian modus bobol rumah yang terjadi di Gang Haji Basuni Kota Singkawang didalangi oleh tiga anak bawah umur.
Praktisi Hukum Kota Singkawang, Charlie Nobel pun menanggapi soal kasus kriminal yang dilakukan para bocah ini.
Dalam menangani kasus kriminal yang pelakunya diduga dilakukan oleh anak dibawah umur, Nobel katakan, dapat melalui upaya Diversi.
Diversi, lanjut Nobel, adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
• Cegah Gangguan Keamanan, Personel Sat Samapta Polres Singkawang Laksanakan Patroli Malam Hari
Diversi dapat dilakukan atas persetujuan korban dan ancaman pidananya dibawah tujuh tahun dan bukan merupakan pengulangan pidana (UU SPPA pasal 7 ayat 2).
Namun, apabila korban tidak menghendaki diversi, lanjutnya, maka proses hukumnya akan terus berlanjut.
Hasil Kesepakatan Diversi dapat berbentuk (pasal 11), yakni perdamaian dengan atau tanpa ganti rugi, penyerahan kembali kepada orang tua/wali, keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama tiga bulan atau pelayanan masyarakat.
Pada pasal 20 disebutkan dalam hal tindak pidana dilakukan oleh anak sebelum genap berumur 18 tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah Anak yang bersangkutan melampaui batas umur 18 tahun, tetapi belum mencapai umur 21 tahun, anak tetap diajukan ke sidang anak.
Pada pasal 21 ayat 1 dijelaskan bahwa dalam hal Anak belum berumur 12 tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, penyidik, pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk menyerahkan kembali kepada orang tua/wali atau mengikutsertakannya dalam program pendidikan,
pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.
Pada pasal 32 menjelaskan bahwa penahanan terhadap anak tidak boleh dilakukan dalam hal anak memperoleh jaminan dari orang tua/Wali dan atau lembaga bahwa anak tidak melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana.
"Penahanan terhadap anak hanya dapat dilakukan dengan syarat anak telah berumur 14 tahun atau lebih dan diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara tujuh tahun atau lebih," kata Nobel, Sabtu 13 Juli 2022.
Pada pasal 69 ayat 1 menjelaskan bahwa anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai tindakan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Ayat 2, lanjutnya, menjelaskaskan bahwa anak yang belum berusia 14 tahun hanya dapat dikenai tindakan. pasal 70 menjelaskan bahwa ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.
"Dari uraian ini dapat kami ambil beberapa kesimpulan usia anak, berat ringannya perbuatan melawan hukum dapat dijadikan pertimbangan bahwa anak tersebut dipidana atau tidak," katanya. (*)
Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News