Heri Jambri Soroti Sejumlah Persoalan Perkebunan Sawit dengan Masyarakat di Sintang
"Jangan juga CSR perusahaan untuk kepentingan pejabat. Untuk mereka menyuap. Nah ini juga kita melihat indikasi itu ada, untuk mereka memfasilitasi pe
Penulis: Agus Pujianto | Editor: Rivaldi Ade Musliadi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SINTANG - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang, Heri Jambri menyoroti sejumlah persoalan yang dihadapi masyarakat dengan perkebunan kelapa sawit.
Menurut legislator Partai Hanura ini, 46 perusahaan sawit di Sintang patut dipertanyakan keseriusannya dalam menyejahterakan masyarakat lewat investasi.
"Saya pikir, terkait dengan investasi di sintang ini memang ada tanda merah. Karena memang dari 46 perusahaan 45 yang aktif, tidak mungkin sebanyak ini kebun masyarkat tidak sejahtera, rasanya tidak mungkin, berarti ada yang salah yang terjadi dalam investasi," kata Heri Jambri belum lama ini.
Heri Jambri melihat, ada banyak persoalan yang terjadi antara masyarakat dan perusahaan. Mulai dari penyerobotan lahan, kriminalisasi, hingga penyaluran CSR.
"Jangan juga CSR perusahaan untuk kepentingan pejabat. Untuk mereka menyuap. Nah ini juga kita melihat indikasi itu ada, untuk mereka memfasilitasi pejabat di daerah. Makanya harus berhati-hati, jangan smapai terjadi. Karena ini (CSR) memang untuk rakyat," kata wakil rakyat dapil wilayah perbatasan.
Selain CSR, Heri Jambri juga menyoroti soal dugaan kriminalisasi yang dilakukan oleh perusahaan kepada masyarakat.
• Atasi Kegawatdaruratan Infrastruktur, 31 Desa di Sintang Kompak Dirikan Bumdesa Penyewaan Alat Berat
"Kemudian masalah kriminialisasi yang dilkukan oleh pihak perusahaan pada petani, saya pikir ini memang perlu kita awasi betul bahwa tidak mungkin ada masalah sosial di perkebunan, karna tujuan mereka datang supaya masyarakat sejahtera. Mereka sebenarnya sudah untung 80 persen punya perusahaan. Ada yang 70 persen punya perusahan, yang 30 persen petani plasma. Tidak mungkin ada orang yang mencuri kalau dia tiap hari makan. Terkeculi kalau dia kerjaan mencuri, dia kaya pun masih mencuri. Tapi kalau memang dia petani, ndak ada apa-apa, itu tanggungjawab perusahan, setidaknya mereka punya CSR 3 persen persen dari keuntungan perusahaan itu CSR," bebernya.
Aparat penegak hukum juga disorot oleh Heri Jambri. Menurutnya keberadaan aparat di perusahaan sebuah kejadian luar biasa. Keberadaan aparat di perusahaan dinilai untuk menjaga perusahaan, bukan masyarakat.
"Kejadian luar biasa, seakan akan aparat penegak hukum itu orang perusahaan, dan hampir semua perusahan itu ada penegak hukum, tapi merka betul-betul hanya menjaga perusahaan. Bukan menjaga masyarakat. Kalau ada apa-apa di masyarakat itu ditindak, tapi kejahatan yang dilakukan perusahaan pihak penegak hukum tidak melihat," sesalnya.
Heri mencontohkan, ketika ada masyarakat melapor penyerobotan lahan oleh perusahaan, aparat dinilai jalan ditempat. Namun sebaliknya, aparat cepat memproses jika masyarakat yang dilaporkan perusahaan.
"Ada masyarakat melaporkan tanahnya digarap oleh perusahan, lapor ke polisi jalan di tempat. Tapi ketika perusahaan melaporkan masyarakat mencuri buah sawit cepat penegak hukum. Maka jangan sampai nanti itu pemikiran rakyat bahwa terjadi konspirasi antara penegak hukum dengan perusahaan. Kami minta penegak hukum netral. Mereka ditugaskan sesuai dengan amanat konstitusi melindungi rakyat bukan melindungi perusahaan," ungkap Heri Jambri. (*)
Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News