Usai Lakukan Pengawasan ke PKS Terkait Harga TBS, Disbun Landak Akan Lakukan Pembenahan
"Masalahnyakan sekarang, pekebun pinjam DTB dari vendor, yang perjanjiannya (harga) tidak diketahui oleh pekebun," tambah Edo.
Penulis: Alfon Pardosi | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, LANDAK - Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Kabupaten Landak Yulianus Edo Natalaga menerangkan, terkait turunnya harga Tandan Buah Segar (TBS) yang dikeluhkan para pekebun sawit di Landak, pihaknya beberapa waktu lalu memang ada melakukan pengawasan ke beberapa Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Landak untuk mengetahui alasan dan penyebabnya.
Kemudian dari hasil pengawasan di PKS-PKS tersebut, ditemukan beberapa permasalahan-permasalahan yang ke depannya akan ada melakukkan evaluasi serta pembenahan.
"Turunnya harga TBS memang bukan hanya terjadi di Landak, tapi di seluruh Indonesia. Tapi ketika kami melakukan pengawasan tanggal 9-10 Mei kemarin, kami dapati bahwa ada beberapa PKS yang menerima buah itu bukan dari kelembagaan pekebun, tetapi dari vendor. Itu sebenarnya tidak boleh, sesuai Permentan nomor 1 tahun 2018 dan Pergub 63 tahun 2018. Memang ini Pekerjaan Rumah (PR) kita bersama untuk melakukan pembenahan," ujarnya kepada Tribun pada Selasa 17 Mei 2022.
Terkait harga TBS, itu sudah jelas ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi, yakni harga TBS pekebun yang telah diterima dan diolah oleh PKS dan sudah dijual CPOnya dalam periode 2 minggu sebelumnya.
• Pejabat Polres Landak Laksanakan Penandatanganan Fakta Integritas
Hasil rapat penetapan TBS itu dilakukan tiap 2 minggu sekali oleh Provinsi.
"Jadi harga TBS yang ditetapkan oleh Pemerintah itu bukan untuk ke depan, tetapi untuk membayar yang di belakang. Karena konsep kemitraan yang sebenarnya antara pekebun dan PKS ini adalah pekebun setor buah dulu baru dibayar kemudian," katanya.
Namun yang ada saat ini, pekebun perlunya cash and carry. "Jadi dana itulah yang ditanggung kelembagaan atau vendor, itu konsep yang harus kita pahami. Kalau menurut harga yang ditetapkan kemarin, terendah itu Rp 2.861 umur 3 tahun, dan harga tertinggi Rp 3.825 untuk tanaman berumur 10-20 tahun," bebernya.
Maka dari itu harga yang ditetapkan oleh Pemerintah bisa berlaku ketika pekebun ini bermitra dengan PKS melalui kelembagaan pekebun seperti koperasi.
"Masalahnyakan sekarang, pekebun pinjam DTB dari vendor, yang perjanjiannya (harga) tidak diketahui oleh pekebun," tambah Edo.
"Harusnya perjanjian kemitraan itu diketahui Dinas baik Kumindag mau pun Disbun, itu sudah diatur dalam peraturan. Ketika perjanjian itu tidak diketahui oleh dinas, bisa saja mereka semena-mena. Makanya ke depan mau ada pembinaan, untuk membenahi rantai pasok TBS ini ke PKS," sambungnya.
Sedangkan terkait larangan ekspor oleh Jokowi, menurutnya memang ada sedikit pengaruh turunnya harga TBS, tetapi tidak bisa dijadikan dasar.
"Jadi begini, harga itu ditetapkan dari penjualan ekspor, Pak Jokowi bilang stop ekspor. sedangkan CPO ini belom diekspor. Pak Jokowi tidak ada menyatakan oh harga turun," ungkapnya.
Maka dari itu sebenarnya PKS tidak berhak serta merta menurunkan harga, itu sudah menyalahi aturan.
"Ada dua hal yang kami harapkan dalam waktu dekat ini, pertama pencabutan larangan ekspor CPO. Kedua, pembenahan rantai pasok ke PKS. Karena akan sangkut menyangkut itu. Kita tidak bisa terlalu masuk ke dalam, ketika penerimaan TBS ini masih tidak sesuai dengan regulasi," jelasnya lagi.
Maka ke depan tugas pihaknya adalah menata kembali dan membenahinya.