Ramadhan Kareem
Apa Itu I'tikaf ? Berapa Lama Waktu I'Tikaf ?
Ustadz Abdul Somad menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW ketika Ramadan terakhir, i'tikafnya 20 hari 20 malam.
TRIBUNPONTIANAK.CO. ID - Tak terasa Ramadhan 1443 Hijriah sudah memasuki hari-hari penghujung.
Hari ini Minggu 24 April 2022 sudah memasuki hari ke 22 Ramadhan.
Di 10 hari terakhir Ramadahan umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, satu di antaranya yang dilaksanakan Nabi Muhammad Saw, adalah i’tikaf di Masjid.
Apa itu itikaf di Bulan Ramadan?
Ustadz Abdul Somad menjelaskan bahwa itikaf secara bahasa, artinya orang yang menetap di suatu tempat, apakah tempat itu baik atau tidak baik.
"Itu secara bahasa. Namun secara istilah, i'tikaf artinya menetap di dalam masjid dengan niat khusus yaitu mendekatkan diri kepada Allah SWT," jelas Ustadz Abdul Somad dikutip dari YouTube Ustadz Abdul Somad Official 22 April 2022.
• Perkiraan Hari Raya Idul Fitri 2022 Menurut BRIN ! Prediksi Hilal Idul Fitri 2022 29 Ramadhan 1443 H
Adapun niat i'tikaf harus dibaca ketika memasuki masjid:
نَوَيْتُ الاِعْتِكَافَ فِي هذَا المَسْجِدِ لِلّهِ تَعَالى Nawaitul i’tikāfa fī hādzal masjidi lillāhi ta‘ālā.
Artinya, “Saya berniat i’tikaf di masjid ini karena Allah SWT.”
Lantas waktu i'tikaf berapa lama?
Ustadz Abdul Somad menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW ketika Ramadan terakhir, i'tikafnya 20 hari 20 malam.
"Itu i'tikaf paling lama. Kalau tak sanggup, maka yang tidak pernah ditinggal Nabi setiap tahun itu, 10 hari 10 malam," jelas Ustadz Abdul Somad.
Waktu lama i'tikaf menurut fikih agama pun berbeda.
Kalau menurut Madzhab Maliki, waktu i'tikaf menggabungkan siang dan malam yaitu 24 jam.
"Tapi kalau menurut Madzhab Syafi'i, lama sedikit dari rukuk dan sujud (4 kali tasbih), itu sudah dianggap sebagai i'tikaf," jelas UAS.
Saat i'tikaf wudhu tidak boleh batal. Namun jika wudhu batal, maka harus segera mengambil wudhu kembali.
• Bacaan Doa & Niat Itikaf! Apa yang Dilakukan Saat Itikaf di Masjid Menunggu Malam Lailatul Qadar
Bolehkan Perempuan Itikaf di Masjid?
I’tikaf sangatlah dianjurkan dilakukan pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan, karena dimaksudkan untuk mencari malam lailatul qadar, malam yang lebih baik daripada seribu bulan.
Hal ini pun telah diajarkan oleh Nabi Saw. sebagaimana yang pernah disampaikan oleh istrinya, Aisyah ra:
أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يعتكف العشر الأواخر من رمضان حتى توفاه الله عز وجلّ ، ثمّ اعتكف أوزاجه من بعده متفق عليه.
“Bahwasannya Nabi saw. selalu beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan sampai Allah memanggilnya, kemudian istri-istrinya meneruskan i’tikafnya setelah itu.” Muttafaqun ‘alaih.
Di dalam hadis tersebut, juga mengindikasikan dibolehkannya bagi perempuan untuk beriktikaf.
Karena digambarkan bahwa para istri Nabi Saw. melakukan i’tikaf sepeninggal Nabi Saw.
Namun, di dalam kitab Ibanatul Ahkam syarh Bulughil Maram karya Sulaiman An Nuri dan Alawi Abbas al Maliki disebutkan bahwa dibolehkannya i’tikaf bagi perempuan di dalam masjid dengan syarat telah mendapatkan izin dari suami dan jika terhindar dari fitnah.
Di dalam Shahih al Bukhari pun terdapat bab iktikafnya para perempuan.
Di dalam bab tersebut beliau mengemukakan hadis riwayat Aisyah ra, sebagaimana berikut:
كان النبي صلى الله يعتكف في العشر الأواخر من رمضان، فكنت أضرب له خباء فيصلي الصبح ثم يدخله، فاستأذنت حفصة عائشة أن تضرب خباء، فأذنت لها فضربت خباء فلما رأته زينب بنت جحش ضربت خباء آخر، فلما أصبح النبي صلى الله عليه وسلم رأى الأخبية فقال: ماهذا؟ فأخبر، فقال النبي صلى الله عليه وسلم ألبر ترون بهن؟ فترك الاعتكاف ذلك الشهر، ثم اعتكف عشرا من شوال.
“Nabi Saw. biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan. Aku mendirikan tenda untuk beliau. Kemudian beliau melaksanakan shalat Shubuh dan memasuki tenda tersebut. Hafshah meminta izin pada Aisyah untuk mendirikan tenda, Aisyah pun mengizinkannya. Ketika Zainab binti Jahsy melihatnya, ia pun mendirikan tenda lain.
Ketika di subuh hari lagi Nabi saw, melihat banyak tenda, lantas diberitahukan dan beliau bersabda: “Apakah kebaikan yang kalian inginkan dari ini?” Beliaupun meninggalkan i’tikaf pada bulan ini dan beliau mengganti dengan i’tikaf pada sepuluh hari dari bulan Syawal.”
Ibnu Mundzir dan ulama’ lainnya sebagaimana yang telah dikutip oleh imam Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari ketika mensyarahi hadis tersebut mengatakan bahwa perempuan tidak boleh i’tikaf sampai meminta izin kepada suaminya.
Jika perempuan tersebut beri’tikaf tanpa meminta izin, maka suaminya boleh menyuruhnya keluar dari i’tikaf.
Sejumlah artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Waktu I'tikaf Berapa Lama? Penjelasan Ustadz Abdul Somad Tentang Anjuran Ulama,