Patih Jaga Pati Kerajaan Hulu Aik Pimpin Ritual Hukum Adat Terhadap PT USP/FR
Kamis pagi telah dilaksanakan beberapa acara adat, mulai dari pelaksanaan tuntutan hukum adat pendabaran darah terhadap PT USP.
Penulis: Nur Imam Satria | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, KETAPANG - Setelah sempat dilakukan pemortalan adat oleh masyarakat adat Desa Semantun di beberapa jalan poros PT Umekah Sari Pratama (USP)/Fisrt Resource di Kecamatan Jelai Hulu, Kabupaten Ketapang beberapa waktu lalu, portal adat pun kembali dibuka, Kamis 3 Maret 2022.
Pihak perusahaan juga telah diberikan tuntutan hukum adat Pendabaran Darah.
Pembukaan portal adat dilakukan dengan beberapa rangkaian acara adat yang dipimpin langsung Sekretaris Daerah (Sekda) Ketapang Alexander Wilyo yang dihadiri pihak terkait termasuk diantaranya para Demong Adat Jelai Sekayuq, Masyarakat Adat 7 Desa Kecamatan Jelai, Para Kades se-Kecamatan Jelai, Camat Jelai Hulu, GM dan beberapa manager PT USP, Polsek Jelai Hulu, Dinas Pertanian, Peternakan dan Perkebunan serta Dinas Koperasi Ketapang.
Saat dikonfirmasi, Sekretaris Daerah (Sekda) Ketapang Alexander Wilyo mengatakan kalau pemortalan adat berawal dari adanya permasalahan masyarakat adat Desa Semantun dan beberapa desa sekitar dengan PT USP/FR terkait adanya warga yang ditahan Kepolisian serta persoalan utamanya menuntut persoalan plasma kemitraan.
• Boyman Harap Pembangunan Waterfront dan Penyediaan Air Bersih di Ketapang Terlaksana dengan Lancar
"Kamis pagi telah dilaksanakan beberapa acara adat, mulai dari pelaksanaan tuntutan hukum adat pendabaran darah terhadap PT USP. Kemudian pembukaan portal adat di simpang tiga Desa Semantun dan Desa Biku Sarana serta pendirian tugu peringatan atau tugu perjanjian antara pihak perusahaan dengan masyarakat adat Jelai Sekayuq," kata Alex, Jumat 4 Maret 2022.
Alex yang juga merupakan Patih Jaga Pati Desa Sembilan Domong Sepuluh Kerajaan Hulu Aik bergelar Raden Cendaga Pintu Bumi Jaga Banua mengaku, kalau sebelumnya dirinya sempat didatangi 10 demong adat Kecamatan Jelai dan juga manajemen PT USP terkait permintaan bantuan penyelesaian masalah antara keduanya, sebelum akhirnya dirinya di disposisikan oleh Bupati Ketapang untuk menghadiri acara ritual adat tersebut.
"Hukum adat diputuskan oleh demong atau temenggung adat dan untuk ritual adat dilaksanakan oleh demong/temenggung adat atau dukun/baliant yang punya hubungan emosial dan struktural dengan patih atau kerajaan. Jadi sebagai Sekda saya menghadiri acara tersebut dan sebagai Patih memimpin acara ritual adat itu," terangnya.
Untuk itu, Alex mengaku bersyukur persoalan ini bisa mulai menemukan titik terang, dengan sudah dihukum adatnya perusahaan, pembukaan portal adat serta adanya pernyataan sikap perusahaan terkait tuntutan masyarakat diharapkan dapat membuat suasana semakin kondusif.
"Kalau peribahasa adat dayaknya darah pulang ke ruang, hati pulang ke dada artinya semua kembali normal. Tidak ada lagi dendam dan sakit hati, kembali keseimbangan alam, keseimbangan kosmis, baik dengan sesama manusia, dengan tanah arai alam bumi maupun dengan Duata/Tuhan sang pencipta dan penguasa alam semesta," jelasnya.
Sementara itu, Camat Jelai Hulu Markus membenarkan kalau sudah dilakukan pembukaan portal adat di wilayah PT USP/FR serta telah diberikan hukuman adat terhadap pihak perusahaan yang dihadiri Sekda Ketapang dan dipimpin Patih Jaga Pati Desa Sembilan Domong Sepuluh Kerajaan Hulu Aik.
"Perusahaan sudah memenuhi semua tuntutan masyarakat berupa hukum adat," katanya.
Untuk itu, Markus berharap agar hal ini tidak terulang dan ke depan dapat menjalin komunikasi yang baik antara pihak perusahaan dan koperasi, sehingga kemitraan yang selama ini menjadi harapan dan impian petani dapat terealisasi dengan baik.
"Karena saya yakin jika hak-hak petani terpenuhi maka tidak akan ada portal," tuturnya.
Selain itu, Markus berharap dengan didirikannya tugu perjanjian, harapannya agar jika ada permasalah pencurian atau lainnya hendaknya dapat merujuk pada kearifan lokal atau hukum adat.
"Dengan tujuan pembinaan dan edukasi kepada masyarakat, karena saat pembukaan lahan beradat dengan istilah hidup di adat diam di aturan, dimana bumi di tinjak disitu langit di junjung," pungkasnya. (*)
(Simak berita terbaru dari Ketapang)