Imlek dan Cap Go Meh

Cap Go Meh Singkawang 2022 Tanpa Pawai Tatung

Cap Go Meh merupakan dialek Hokkian yang berarti malam ke-15 atau puncak dari Imlek. Cap artinya sepuluh, Go berarti lima dan Meh yang artinya malam.

Editor: Nasaruddin
TRIBUN PONTIANAK/ANESH VIDUKA
Parade tatung disepanjang Jalan Diponegoro kota Singkawang pada gelaran Cap Go Meh 2019 di Singkawang, Kalimantan Barat, Selasa 19 Februari 2019. Cap Go Meh Singkawang 2022 tanpa Pawai Tatung. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Puncak Imlek 2022 di Kota Singkawang atau dikenal Cap Go Meh resmi tanpa Pawai Tatung.

Kabar ini disampaikan Ketua Panitia Perayaan Imlek Kota Singkawang, Atong saat dikonfiirmasi Tribun Pontianak, Selasa 25 Januari 2022.

Atong menyatakan, tak adanya Pawai Tatung sebagai bentuk kepatuhan pada peraturan pemerintah dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19.

"Kami dari panitia perayaan Imlek dan festival Cap Go Meh 2022 Kota Singkawang memang dari awal tidak mengadakan festival Cap Go Meh pada tanggal 15 Februari 2022. Kami tetap ikuti aturan dari Satgas Kota Singkawang, Provinsi Kalbar dan pusat," ujar Atong.

Meski tanpa Pawai Tatung, dirinya menegaskan perayaan Imlek dan Cap Go Meh di Singkawang tetap berlangsung meriah.

Cap Go Meh di Singkawang, Tatung Gelar Atraksi di Vihara Masing-masing

Pihaknya akan fokus menghiasi Kota Singkawang sehingga suasana kota tetap menarik bagi wisatawan.

"Mereka (wisatawan) bisa mengabadikan momen dengan berfoto-foto di hiasan-hiasa yang kami buat," katanya.

Hal serupa disampaikan Wakil Ketua Satgas Covid-19 Provinsi Kalimantan Barat, Harisson.

Menurutnya, perayaan Imlek dan Cap Go Meh tetap boleh digelar.

Namun khusus untuk festival arakan Tatung tidak diperbolehkan.

“Kalau perayaan yang bersifat budaya seperti pawai tatung dan sebagainya, itu tidak diperbolehkan. Karena dianggap tidak bisa menjaga prokes, dan pasti akan ada keramaian. Sehingga Satgas Covid-19 melarang,” katanya.

Parade tatung disepanjang Jalan Diponegoro kota Singkawang pada gelaran Cap Go Meh 2019 di Singkawang, Kalimantan Barat, Selasa (19/2/2019). Lebih dari 860 tatung beratraksi pada perayaan Cap Go Meh di Singkawang.
Parade tatung disepanjang Jalan Diponegoro kota Singkawang pada gelaran Cap Go Meh 2019 di Singkawang, Kalimantan Barat, Selasa (19/2/2019). Lebih dari 860 tatung beratraksi pada perayaan Cap Go Meh di Singkawang. (TRIBUN PONTIANAK/ANESH VIDUKA)

Sejarah Cap Go Meh

Cap Go Meh merupakan dialek Hokkian yang berarti malam ke-15 atau puncak dari Imlek.

Cap artinya sepuluh, Go berarti lima dan Meh yang artinya malam.

Sehingga, Cap Go Meh berarti malam ke-15 setelah tahun baru Imlek atau Sin Cia.

Seperti diberitakan Harian Kompas, Kamis 5 Februari 2004, pada hari ke-15 itu para dewa ke luar dari surga membagi-bagikan keselamatan, kesejahteraan dan nasib baik.

Mereka merayakannya dengan menyalakan lampion, menggelar pertunjukkan Barongsai tonggak dan Liong dan makanan-makanan khas seperti lontong Cap Go Meh.

Diyakini tradisi tersebut berasal dari daratan Cina Selatan yang merupakan asal mayoritas etnis Tionghoa di Indonesia.

Merujuk buku "Hari-hari Raya Tionghoa" yang ditulis oleh Marcus A.S., Cap Go Meh juga disebut sebagai Pesta Goan Shiauw.

Hari ke-15 ini dipercaya sebagai hari lahirnya Goan Shiauw atau juga disebut Siang Goan Thian Koan, yakni roh yang memerintah langit dan bumi.

Parade tatung pada puncak event Imlek 2571 dan Cap Go Meh 2020 disepanjang Jalan Diponegoro, Singkawang, Kalimantan Barat, Sabtu (8/2/2020). Parade tatung ini diikuti 847 tatung.
Parade tatung pada puncak event Imlek 2571 dan Cap Go Meh 2020 disepanjang Jalan Diponegoro, Singkawang, Kalimantan Barat, Sabtu (8/2/2020). Parade tatung ini diikuti 847 tatung. (TRIBUN PONTIANAK/ANESH VIDUKA)

Akhirnya, Cap Go Meh ini dirayakan sebagai bentuk penghormatan kepada Goan Thian Koan yang dipercaya membawa pengampunan bagi dosa-dosa manusia di bumi.

Sementara Tatung dalam dialek Hakka disebut Tah Thung, awalnya kebudayaan dari daratan China yang bersiat keagamaan bagi penganut Taoisme.

Tatung adalah kondisi seseorang yang dirasuki roh yang umumnya roh arwah pahlawan atau satria.

Selain mempertunjukkan kemampuan supranatural seperti menusuk tubuh dengan benda dan senjata tajam, Tatung dapat mengobati orang sakit yang aneh atau misterius.

Tatung sendiri adalah produk akulturasi budaya Tionghoa dan Dayak yang sudah berlangsung ratusan tahun silam.

Akulturasi budaya ini terjadi sejak pertengahan 1700-an hingga 1800-an di mana pada saat itu banyak kongsi pertambangan di Monterado (saat ini masuk Kabupaten Bengkayang) sehingga akulturasi itu terjadi.

Menurut cerita, dulu terjadi wabah penyakit di kawasan tersebut, sehingga perlu diadakan penyucian kota atau tolak bala.

Dilaksanakanlah ritual mengarak tatung Tionghoa dan Dayak ini.

Seiring wabah yang menghilang, ritual ini terus dilakukan secara turun temurun dan menjadi tradisi yang dilaksanakan saat perayaan Cap Go Meh di Singkawang dan berbagai tempat lainnya.

Perayaan Cap Go Meh ini kini tak hanya milik masyarakat Tionghoa saja.

Cap Go Meh sudah menjadi satu perayaan keberagaman yang diikuti oleh semua lapisan masyarakat, tanpa memandang usia, suku, bahkan agama.

Dengan pertunjukkan, atraksi, tradisi, makanan, semua merasakan aura kebahagiaan dalam pesta perayaan tahun baru yang diharapkan akan lebih sejahtera.

Tatung Singkawang bahkan sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) Indonesia 2020.

Sumber: Kompas, Tribun Pontianak

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved