Kisah Ketua KPPAD Provinsi, Emaknya Anak-Anak Kalbar dalam Tangani Kasus Kejahatan Anak
Sampai tiga bulan kemudian Polda menelpon untuk melakukan rapat darurat karena ada FBI, Mabes Polri. Ternyata membahas terkait kasus anak ini.
Penulis: Anggita Putri | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Eka Nurhayati Ishak adalah Ketua Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah Kalimantan Barat yang dikenal sebagai Umi nya anak-anak Kalbar.
Eka menceritakan awal dirinya terjun di KPPAD ikut seleksi di tahun April 2017 dan pengumuman kembali di April 2018, sekaligus dilantik saat itu juga.
“Perjalanan kami berarti sudah tiga tahun dengan masa bhakti 2018-2023,”ujarnya kepada Tribun Pontianak,Sabtu 18 Desember 2021.
Ia menceritakan perjalanan saat bertugas di KPPAD dimana basicnya selama ini hanya mengurus anak dan keponakan saja dirumah.
• Cegah Masuknya Varian Omicron, Disnakertrans Provinsi Kalbar Perketat Monitoring Kepulangan PMI
Namun setelah bergabung dengan KPPAD dirinya menemukan yang namanya ketidakadilan terutama pada kasus anak yang membuat hati terenyuh dan heran bahwa fakta dilapangan dengan bayangan kasus yang terjadi hanya terjadi di Jawa , namun ternyata ada di Kalbar.
“Namun setelah masuk ke dalam hati terbawa otomatis dan benar-benar maksimal terjun untuk membantu anak-anak, “ ungkapnya.
Setelah di pelajari dikatakannya terkait perlindungan anak yang dipakai Pemerintah Negara memiliki tempat istimewa untuk anak-anak di Kalbar.
“Basic saya adalah Sarjana Ekonomi yang memang tidak ada ilmu terkait UU Perlindungan anak, dan sangat sedih saat masuk ke KPPAD kita langsung terjun bebas tidak ada training dan pembekalan,” jelasnya.
Awal masuk ke KPPAD ia bersama tim lainnya saat itu langsung disambut dengan kasus “Oknum Jaksa di Kalbar mencabuli anaknya” dan “Dua anak disetubui pamannya bertahun-tahun”, lalu kasus “Tiga bersaudara yang disetubuhi secara bergilir oleh pamannya sendiri”.
“Saya saat itu diamaanahkan sebagai Ketua KPPAD. Karena saya orang Manajemen jadi saya terapkan metode POAC yakni Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling,” ujarnya.
Saat terbentuk orang tidak tahu apa itu KPPAD, karena nomenklatur KPAID diubah menjadi KPPAD yang tentunya harus digaung dan dikenalkan kembali seiringan dengan penanganan kasus.
Ia bahkan mengatakan pernah diawal masuk KPPAD selama 8 bulan tidak ada gaji, namun karena ada bantuan di back up oleh Pemprov akhirnya mendapatkan dana anggaran dari Pemerintah dan bisa mendapatkan gaji kembali.
“Kami menggunakan asas terbuka dalam pengelolaan anggaran tidak ada yang ditutupi, kalau keluar aturan tentu akan ada sanksi,” tegasnya.
Awalnya ia mengaku sempat down ketika dihadapkan dengan berbagai kasus sebab didalam tim KPPAD tidak ada yang memiliki basic orang Hukum.
Dari situlah ia dan bersama teman lainnya mulai belajar mendalami tentang UU Perlindungan anak dengan Demisioner yang sudah senior, dan kerjasama dengan NGO.
Ia menceritakan awalnya sempat shock selama dua bulan saat melihat langsung dan mendampingi anak saat visum, kebayang dalam benaknya itu anaknya yang ada dirumah.
“Tapi saya katakan setiap saya tangani kasus mereka adalah anak saya. Kenapa karena saya Ketua KPPAD otomatis mereka anak saya yang dititipkan negara sesuai yang ada di UU,” ujarnya.
Banyak kisah yang ia temui yang paling miris ketika menemukan anak kelas 6 SD mau melahirkan dalam kondisi dia tahu apa yang terjadi dan apa yang ada di dalam perutnya.
Belum lagi kasus tiga bersaudara yang disetubuhi bertahun -tahun oleh pamannya secara bergilir. Saat itu dengan kondisi mereka kurang kasih sayang dari sosok seorang ibu.
“Mau tidak mau kita luapkan kasih sayang ke mereka . Itu yang kadang pulang ke rumah tidak bisa tidur. Saya berusaha membedakan datang ke kantor tangani kasus, dan pulang kerumah berhadapan dengan anak-anak,” ujarnya.
Ia akui pada awalnya ia susah membedakan antara pekerjaan dan hal dirumah. Karena sering terbawa kasus yang ditangani sampai kerumah yang membuat parno atau takut.
Ia menegaskan pula sampai hari ini suaminya tak pernah ikut campur urusan kerjaannya,namun selalu berkomitmen selama dalam koridor pekerjaan sama-sama memberikan support.
“Dalam pekerjaan saya sudah sering dapat ancaman dan teror dari awal masuk KPPAD,” ucapnya.
Ada kasus anak dengan inisial A dulu yang KPPAD tangani yang viral sampai ke negara luar bahkan banyak sekali cacian dan bulian yang datang karena posisi KPPAD selain membela korban juga menjaga pelaku.
“Efeknya sampai ke anak-anak saya di sekolah. Anak saya ditanya kenapa Umi kamu bela pelaku. Saya bilang anak saya jangan komen ini kerjaan umi dan tidak boleh berpihak dengan pelaku dan korban. Sebab saat itu posisinya keduanya masih anak-anak,” ujarnya.
Hal itu terjadi sampai datang ke sekolah dengan cercaan dan teror. Maka dari itu ia sangat memilih dalam lingkungan pertemanan.
Kasus Kejahatan Seksual Paling Dominan
Ia mengatakan selama ini kasus yang paling dominan dari kasus yang ditangani adalah kejahatan seksual di Pontianak, Sambas dan Kubu Raya. Selain itu saat ini sedang maraknya kasus pernikahan dini di Kubu Raya, dan Prostitusi online di Pontianak.
Modus yang banyak ditemui saat kasus prostitusi karena anak salah bergaul dan eksploitasi dari teman dan mereka mencari perhatian orang tua.
“80 persen kasus terhadap anak ini orang tua mereka bercerai, dan sibuk bekerja. Mereka rata-rata ekonomi kebawah dengan tuntutan saat ini,” jelasnya.
Kasus terlama diselesaikan adalah saat kasus oknum jaksa dimana sampai detik ini belum naik P21 dan masih gantung.
Strategi pendekatan anak adalah yang penting pendekatan humanis.
“Selama ini saya tidak merasa kesulitan melakukan pendekatan kepada anak-anak ini karena pendekatan yang saya lakukan tulus dan dijadikan sahabat,”ujarnya.
Kalau di kalangan kasus anak-anak Prostitusi Online, Eka dikenal dengan Umi Eka sebagai panggilan akrabnya.
“Kadang apa yang tidak mereka ceritakan kepada orang lain dibuka semuanya kepada kita tanpa paksaan,”ungkapnya.
Selain itu interaksi tidak hanya saat anak ini ditemui pada kasus dilapangan, tapi dilakukan pendekatan dan bimbingan setelahnya.
Sebentar lagi KPPAD Kota Pontianak akan dibentuk untuk membantu ruang lingkung kerja KPPAD Provinsi. Karena banyak sekali kasus terhadap anak di Pontianak.
“Ngomong masalah anak ini berkaitan juga dengan isi perut mereka. Kadang ada yang kerja atau minta-minta karena kebutuhan dirumah untuk bantu orang tua lagi sakit,”ujarnya.
Ia mengatakan harusnya anak yang putus sekolah berkeliaran harusnya diberikan solusi jangan hanya ditangkap dan dipenjara.
Prestasi KPPAD Provinsi Raih Penghargaan dari Kedubes Amerika
Selama tiga tahun menjadi KPPAD terbaik di tahun 2020-2021 mendapat prestasi KPPAD Practice atau yang terbaik dalam praktek versi KPAI Pusat, dan penghargaan diberikan oleh Kedubes Amerika.
“Itu membuat kami merasa luar biasa. Karena kami mengamankan satu anak Amerika di Kalbar sampai FBI dan Bareskrim Mabes Polri turun ke Kalbar. Dimana dalam waktu 5 jam kita sudah bisa mengeksekusi anak untuk terbang ke Jakarta dan kembali ke Amerika,” ujarnya.
Anak ini merupakan perceraian orang tua dan ikut bapaknya yang menikah lagi dengan perempuan di Pontianak dan tinggal disini.
“Lalu anak ini tinggal disini dan bapaknya tugas lagi ke California dan tiap 3 bulan sekali pulang ke Pontianak,”ujarnya.
Selama tinggal bersama sang ibu tiri dia mendapatkan kekerasan fisik dan psikis. Kemudian ibu tirinya menyusul ikut bapaknya ke California dan anak ini kembali tinggal bersama nenek dan saudara tiri.
“Anak ini pagi hanya maksn indomie, siang tidak dikasi makan dan selalu di pukul sama nenek dan bibinya,”jelasnya.
Dia pun minta pertolongan kepada gurunya untuk mencari ibu kandungnya. Namun gurunya tidak tahu alamat ibu tersebut, hanya berpegangkan foto paspor saat kecil.
“Gurunya lapor ke KPAI Pusat dan dilimpahkan ke kita dan kami cari gurunya. Ternyata dia sudah pindah ke Singapura yang dulunya ngajar di salah satu sekolah di Pontianak,”ungkapnya.
Sampai tiga bulan kemudian Polda menelpon untuk melakukan rapat darurat karena ada FBI, Mabes Polri. Ternyata membahas terkait kasus anak ini.
Akhirnya ini kita tangani dan ibu kandung anak tersebut datang ke Pontianak untuk menemui sang anak.
“Dari situ saya belajar bagaimana satu negara menghargai satu anak yang luar biasa sekali,”ujarnya.
Dari situ benar-benar mendapat ilmu dalam penanganan kasus karena semuanya kompak, dan luar biasa.
“Sayang kita tidak ada tempat rehabilitas yang menjadi hibah kepada kita. Ini masih kita perjuangkan karena gedung itu digunakan untuk IPDN,”pungkasnya. (*)
(Simak berita terbaru dari Pontianak)