Puasa Ramadan, Al Quran dan Nilai-nilai Kemanusiaan
bulan Ramadhan amatlah teristimewa, oleh sebab pada bulan ini diturunkan kitab suci al-Qur`an kepada nabi Muhammad saw.
Penulis: Muhammad Luthfi | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS - Dosen Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah IAIN Pontianak, Buhori, M.Pd mengatakan bulan Ramadan, al-Qur`an dan ibadah puasa memiliki keterkaitan erat antara satu dengan lainnya. Allah SWT menyebutkan tiga hal ini secara berurutan dalam satu ayat sekaligus.
Pada QS.al-Baqarah (2): 185 disebutkan: “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah”.
Mengacu pada ayat ini, bulan Ramadhan amatlah teristimewa, oleh sebab pada bulan ini diturunkan kitab suci al-Qur`an kepada nabi Muhammad saw. dan pada bulan Ramadhan ini pula, umat nabi Muhammad saw. diwajibkan untuk berpuasa.
Fakhruddi ar-Rãzi penulis kitab tafsir Mafãtih al-Ghaib berpandangan bahwa pengkhususkan Ramadhan dengan ibadah puasa karena memiliki korelasi dengan peristiwa turunnya al-Qur`an pada bulan ini.
Baca juga: Makmurkan Masjid Agung Singkawang, Panitia Ramadhan Gelar Berbagai Agenda
Al-Qur`an sebagai kitab suci yang menjadi petunjuk bagi umat manusia hanya mudah diterima oleh hati yang bersih dan pikiran yang jernih (tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan), sementara salah satu media yang paling utama untuk menggapai kesucian jiwa dan kebersihan hati itu adalah dengan berpuasa.
Suatu ketika, nabi Muhmmad saw. pernah ditanya mengapa beliau berpuasa pada hari senin?, maka beliau menjawab; “pada hari itu aku dilahirkan, dan pada hari itu pula aku diutus atau al-Qur`an (pertama kali) diturunkan kepadaku” (HR. Muslim).
Dengan demikian, pada hakekatnya, puasa pada hari Senin yang dilakukan oleh nabi Muhammad saw. merupakan bentuk sukur atas kelahirannya dan atas wahyu yang diterimanya. Mengacu pada pemahaman hadis ini, sebagian ulama beranggapan bahwa puasa Ramadhan esensinya juga menjadi bagian dari perwujudan rasa sukur umat Islam terhadap diturunkannya kitab suci al-Qur`an.
Keterkaitan antara ibadah puasa dan al-Qur`an juga dipertegas lagi oleh baginda nabi yang menyatakan bahwa puasa dan al-Qur`an kelak pada hari kiamat akan mampu memberikan syafa`at kepada setiap hamba yang melaksanakannya (HR.Ahmad).
Berangkat dari kesadaran tersebut, diceritakan dalam kitab-kitab sirah, bahwa para ulama salafus shãlih selalu meningkatkan intensitas dalam mempelajari dan membaca al-Qur`an ketika memasuki bulan Ramadhan.
Mujãhid (murid Ibnu Abbas dari kalangan tabi`in) selalu mengkhatamkan al-Qur`an setiap malamnya pada bulan Ramadhan, Qatãdah mengkhatamkan al-Qur`an setiap tiga malam sekali pada bulan Ramadhan, dan menjelang sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, beliau meningkatkan lagi menjadi mengkhatamkan dalam setiap malamnya.
Begitu pula yang dipraktikkan oleh Muhammad bin Idris asy-Syafi'i atau yang lebih dikenal dengan sebutan Imam Syafi`i. Pendiri madzhab Syafi`i ini mengkhatamkan al-Qur`an sebanyak 60 (enam puluh) kali setiap bulan Ramadhan. Pertanyaannya saat ini adalah; berapa banyak target kita dalam mempelajari dan mengkhatamkan al-Qur`an ?
Penguatan Nilai-Nilai Kemanusiaan
Kitab al-Qur`an sebagai pedoman hidup bagi umat Islam berisikan ajaran yang sangat komprehensif. Selain memuat risalah ketuhanan dan ketauhidan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya (hablun minallah), al-Qur`an juga sarat akan ajaran kemanusiaan, berbuat baik terhadap sesama, dan bahkan alam sekitarnya (hablun min an-nãs).
Dalam al-Qur`an, setidaknya terdapat 50 kata iman dalam bentuk kata kerja lampau (ãmanû) yang diikuti langsung oleh kata mengerjakan amal shalih (`amilû as-shãlihãt). Hal ini menjadi indikasi kuat bahwa keimanan kepada tuhan harus dibarengi dengan perwujudan amal kebaikan. Berbuat baik terhadap sesama dalam kehidupan di dunia.
Baca juga: Silaturahmi dengan Warga Binaan di Bulan Suci Ramadhan, Ini Imbauan Yang Disampaikan Bripka Beni
Dalam urutan surat dalam mushaf al-Qur`an, diawali dengan surat al-Fãtihah yang berisi tentang hakekat ketuhanan, dan diakhiri dengan surat an-Nãs yang berarti manusia. Berbakti kepada Tuhan tidak akan sempurna tanpa diikuti dengan berbuat baik terhadap sesama, manusia juga dituntut menjadi agen penyebar rahmat dan kasih sayang tuhan terhadap seluruh alam.
Pun demikian yang terdapat pada ibadah puasa. Takwa sebagai misi utama dari ibadah puasa tidak hanya mengandung nilai-nilai ketuhanan semata, namun juga memuat misi sosial kemanusiaan atau nilai-nilai humanis. Dalam konteks sosial, orang-orang bertakwa adalah mereka yang mampu mengimplementasikan nilai-ketuhanannya untuk kemaslahatan umum.
Apabila ketakwaan menjadi barometer kemuliaan manusia di sisi Allah swt, maka ketaqwaan ini tidak akan sempurna sehingga ia mampu memberikan kemanfaatan bagi manusia lainnya. Khairu an-Nâsi anfa`uhum li an-nâsi (manusia yang paling baik adalah mereka yang paling banyak memberikan kemanfaatan bagi manusia lainnya).
Dalam konteks theologis, ibadah puasa memiliki nilai transenden yang menegaskan adanya interaksi yang kuat antara hamba dengan sang Maha Kuasa. Ia sepenuhnya menjadi media hubungan personal antara hamba dengan Tuhannya. Allah swt. menjanjikan bahwa Dia sendiri yang akan memberikan balasan langsung kepada orang yang berpuasa.
Namun demikian, puasa juga syarat akan penekakan nilai-nilai humanis yang diajarkan oleh Allah swt. bagi kemaslahatan umat manusia.
Melalui puasa seakan Allah swt. ingin menggungah semangat kemanusiaan dalam diri kaum muslimin, penekanan rasa empati, kepedulian terhadap sesama dan perhatian terhadap orang-orang yang hidup dalam kondisi kekurangan.
Rasa lapar dan dahaga yang dirasakan pada saat berpuasa, menjadi pesan kuat agar kaum muslimin dapat berempati akan pedihnya penderitaan hidup yang dijalani orang-orang yang sehari-harinya dihantui dengan kelaparan.
Adanya larangan tidak makan dan tidak minum pada siang hari saat berpuasa (walaupun makanan melimpah di dekatnya) menyiratkan agar umat Islam tidak mudah menuruti keinginan nafsunya sehingga mengabaikan aspek-aspek kemanusiaan dalam kehidupan.
Baca juga: Apakah yang Dimaksud dengan Nuzulul Quran di Bulan Ramadhan ? Doa Nuzulul Quran 17 Ramadhan 1442 H
Wujud ajaran humanis dalam ibadah puasa dipertegas lagi oleh nabi yang menyatakan bahwa pahala puasa Ramadhan tidak akan pernah diraih sehingga mereka yang berpuasa selesai membayar zakat fitrah. Zakat merupakan simbol kepedulian ajaran Islam terhadap sesama, kepedulian sosial untuk kemaslahatan umat.
Dalam konteks Ramadhan, ibadah puasa yang diiringi dengan kewajiban membayar zakat fitrah menjadi bukti kuat akan besarnya perhatian Islam terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Dua ibadah tersebut memiliki dimensi sosial yang cukup kuat, ia tidak hanya semata berdimensi ketuhanan (transenden), namun juga mengharuskan adanya kepedulian sosial, tidak hanya sebatas berorientasi atas nilai-nilai ketuhanan (theosentris), akan tetapi juga mengajarkan untuk berorientasi pada kemaslahatan manusia (antroposentris).
Kata kunci yang menjadi pesan utama dari puasa Ramadhan adalah adanya edukasi kemanusiaan, mengajarkan agar kaum muslimin memiliki rasa empati terhadap sesama, dan mampu menjadi penyumbang terbesar bagi kebaikan sosial dan kemaslahatan umat.
Mengacu pada pemaparan di atas, maka dapat dipertegas kembali bahwa Islam merupakan agama yang memiliki ajaran yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Esensi ajaran Islam begitu ramah dan menaruh perhatian besar terhadap kelangsungan hidup manusia serta pemeliharaan peradaban manusia di muka bumi ini.
Islam tidak hanya memposisikan segala amal perbuatan dan ibadah yang dikerjakan manusia semata-mata hanya untuk “kepentingan” tuhan, tanpa menghiraukan nilai kemanusiaan, namun juga memperhatikan atas kemaslahatan umat manusia.
Hal ini bukan berarti memposisikan manusia sebagai tujuan utama dengan menafikan keberadaan tuhan, akan tapi lebih kepada aspek keagaamaan yang pro kepada aspirasi dan kemaslahatan manusia itu sendiri. (*)