APAKAH Menelan Ludah Membatalkan Puasa? Penjelasan Hukum Menelan Air Liur dan Dahak Saat Puasa
Namun, jika air liur tersebut tercampur benda lain yang mengubah warna air liur itu sendiri, maka dapat membatalkan puasa.
Sepanjang masih di dalam mulut, apabila air liur dan dahak tertelan masuk ke perut, maka tidak dipermasalahkan.
Tetapi, lanjut Ustaz Maulana, bila air liur dan dahak sudah keluar dari bibir lalu dimasukkan kembali, maka akan membatalkan puasa.
Allah SWT juga berfirman:
"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." (Al Baqarah ayat 185).
Perkara ini sebagaiman dijelaskan Imam Nawawi seorang ulama besar mazhab Syafi'i:
"Menelan air liur itu tidak membatalkan puasa sesuai kesepakan para ulama. Hal ini berlaku jika orang yang berpuasa tersebut memang biasa mengeluarkan air liur. Sebab susahnya memproteksi air liur untuk masuk kembali."
Baca juga: Bolehkah Sikat Sigi saat Puasa Ramadhan? Penjelasan Hukum Sikat Gigi dan Berkumur saat Puasa
Baca juga: Ceramah Kultum Ramadhan 2021 Lengkap Hari Pertama hingga Hari 30 Ramadhan 2021
Dahak cairan suci
Ustaz Maulana menerangkan bahwa dahak merupakan cairan suci dan tidak najis.
Disebutkan dalam riwayat Bukhari, dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu bahwa Nabi Muhammad SAW pernah melihat dahak yang menempel di tembok masjid.
Kemudian beliau kerik dengan tangannya, kemudian bersabda:
"Ketika kalian sedang melaksanakan shalat, sesungguhnya dia sedang bermunajat dengan Rabb-nya (Allah). Karena itu janganlah dia meludah ke arah kiblat, namun meludahlah ke arah kirinya atau ke arah bawah sandalnya. Kemudian dia ambil ujung pakaiannya dan dia ludahkan di pakaiannya."
Lebih lanjut, dahak dan lendir sebaiknya dikeluarkan kalau pun tertelan puasa tetap aman dan sah.
Menelan dahak juga tidak bisa dinamakan makan maupun minum. Jika ada orang yang menelannya, padahal dahak sudah berada di mulut, hal ini pun tidak membatalkan puasanya.
Dilansir dari Kompas.com, Berikut 9 hal yang dapat membatalkan puasa, dikutip dari at-Tadzhib fi Adillati Matan al-Ghayati wa at-Taqrib karya Dr Mushatafa Dib al-Baga: