Tari Daerah Yang Dilakukan Berpasangan, Contoh Materi Kelas 6, tema 7, Subtema 2
Hampir setiap daerah dan suku yang berbeda memiliki kesenian yang berbeda. Misalnya, tarian yang dimiliki oleh suku-suku di Pulau Kalimantan
Penulis: Maudy Asri Gita Utami | Editor: Maudy Asri Gita Utami
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID- Kekayaan budaya yang ada di Indonesia membuat kita bangga dengan keberagamannya.
Dari Sabang sampai marauke, keberagaman tersebut menajdi simbol kita bahwa Bhineka Tunggal Ika merupakan tempat persatuan seluruh rakyat Indonesia.
Keragaman suku di Indonesia juga menyebabkan beragamnya budaya di Indonesia.
Mulai dari upacara adat, kesenian, lagu daerah, rumah adat, pakaian daerah, hingga tarian daerah.
Hampir setiap daerah dan suku yang berbeda memiliki kesenian yang berbeda.
Baca juga: KUNCI Jawaban SOAL UTS Seni Budaya SMP Kelas 8 Semester 2, Soal Pilihan Ganda Tentang Karya Seni
Baca juga: Apakah Kamu Setuju Senam Irama Menggunakan Musik Tradisional, Demi Melestarikan Budaya Indonesia
Misalnya, tarian yang dimiliki oleh suku-suku di Pulau Kalimantan tentu berbeda dengan tarian dari suku di Pulau Sulawesi.
Nah, tarian yang menjadi kesenian daerah ini dilakukan secara bervariasi.
Ada tarian yang dilakukan secara seorangan atau individual, berpasangan, hingga berkelompok.
Kali ini, dikutip dari Bobo.id, kita cari tahu mengenai berbagai tarian daerah Indonesia yang dilakukan secara berpasangan, yuk!
1. Tari Piring
Sesuai namanya, para penari yang melakukan Tari Piring menggunakan piring sebagai properti pada tarian.
Penari Tari Piring akan menggunakan piring sebagai untuk menampilkan atraksi dalam tarian.
Para penari akan mengayunkan piring yang ada di tangannya sambil melakukan gerakan yang cepat dan teratur.
Gerakan-gerakan pada Tari Piring ini diambil dari langkah yang ada pada silat Minangkabau atau silek.
Tari Piring ini adalah tarian dari Minangkabau, Sumatra Barat, saat masa panen, sebagai ungkapan syukur atas rasa syukur dan gembira.
Penari pada Tari Piring memang berjumlah banyak, namun penari yang melakukan tarian piring ini akan melakukan tariannya berpasangan yaitu penari perempuan dan laki-laki dalam kelompok.
2. Tari Payung
Selain Tari Piring, tarian lain dari Minangkabau yang dilakukan secara berpasangan adalah Tari Payung.
Saat menampilkan tarian ini, penari akan membawa payung, yang biasanya digunakan oleh penari laki-laki.
Penari perempuan tidak menari dengan membawa payung, tapi akan lebih banyak menggunakan selendang saat menari.
Sama seperti Tari Piring, Tari Payung juga dibawakan secara berpasangan satu orang perempuan dan satu orang laki-laki dalam kelompok.
Tari Payung merupakan tarian yang sifatnya sebagai hiburan dan biasanya dibawakan saat pembukaan pesta, pameran, penyambutan tamu, atau berbagai kegiatan lainnya.
Tarian lainnya yang dibawakan secara berpasangan adalah Tari Cendrawasih dari Bali.
Berbeda dengan tarian berpasangan lainnya yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan, Tari Cendrawasih dibawakan oleh dua orang penari perempuan.
Tari Cendrawasih terinspirasi dari burung cendrawasih yang terkenal suka menari dan menyanyi saat mencari pasangan.
Tari Cendrawasih diciptakan oleh I Gede Manik dan pertama kalinya ditampilkan tahun 1956 di Kabupaten Buleleng, Bali.
Namun saat ini Tari Cendrawasih sudah banyak diaransemen atau diperbarui oleh koreografer lainnya.
Baca juga: SOAL UTS Seni Budaya Kelas 8 SMP Semester 2, Soal Pilihan Ganda Tentang Karya Seni
Baca juga: KUNCI Jawaban Tema 8 Kelas 3 Halaman 45 46 47 48 49 50 51 Subtema 1 Atribut Pramuka Siaga Putri
Tari Wutukala merupakan tarian daerah dari Suku Moy di Papua Barat, yang menggambarkan kegiatan berburu ikan yang dilakukan oleh masyarakat setempat.
Tarian ini dapat dilakukan baik berpasangan antara perempuan dan laki-laki, maupun secara berkelompok.
Di Papua Barat, Tari Wutukala adalah tarian yang cukup terkenal. Hal ini disebabkan karena masyarakat Suku Moy yang berada di Sorong, Papua Barat memiliki profesi sebagai nelayan maupun pemburu ikan.
Gerakan pada Tari Wutukala ini terinspirasi dari inovasi atau perkembangan para nelayan saat menangkap ikan.
Dulunya, masyarakat Suku Moy menangkap ikan menggunakan tombak. Namun karena semakin sulit mencari ikan menggunakan tombak, para nelayan melakukan inovasi.
Masyarakat Suku Moy kemudian menggunakan bubuk akar tuba untuk mencari ikan, karena bubuk akar tuba memiliki sejenis racun ringan yang bisa membuat ikan menjadi pusing dan mudah ditangkap.