Live Streaming KompasTV Nonton Film 3 Srikandi yang Diperankan BCL, Tara Basro dan Chelsea Islan

Film 3 Srikandi berkisah tentang tiga atlet panahan wanita Indonesia yang berlaga di Olimpiade Seoul 1988.

Editor: Nasaruddin
(Multivision Plus)
(Dari kiri) Tara Basro, Bunga Citra Lestari, dan Chelsea Islan dalam film 3 Srikandi. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Kompas TV akan menayangkan film 3 Srikandi hari ini, Minggu 20 Desember 2020.

Sesuai jadwal, film 3 Srikandi akan tayang di Kompas TV mulai sekitar pukul 13.30 WIB.

Film 3 Srikandi adalah film biografi atau biopic tahun 2016 yang disutradarai Iman Brotoseno.

Film 3 Srikandi berkisah tentang tiga atlet panahan wanita Indonesia yang berlaga di Olimpiade Seoul 1988.

Mereka pulang membawa kejayaan dengan mempersembahkan medali pertama dari Olimpiade untuk Indonesia.

Saat itu, dunia olahraga tengah mempersiapkan diri untuk berkompetisi di Olimpiade Musim Panas 1988 di Seoul, Korea Selatan.

Cabang panahan berada di titik kritis, dibutuhkan pelatih yang bisa menyiapkan tim panahan wanita dalam waktu yang singkat.

Satu-satunya yang bisa diandalkan menjadi pelatih adalah Donald Pandiangan (Reza Rahardian).

Foto kenangan ketika trio Srikandi Indonesia (dari kiri), Lilies Handayani, Nurfitriyana S Lantang, Kusumawardani, saat menerima medali perak di Olimpiade Seoul, Sabtu (1/10/1988).
Foto kenangan ketika trio Srikandi Indonesia (dari kiri), Lilies Handayani, Nurfitriyana S Lantang, Kusumawardani, saat menerima medali perak di Olimpiade Seoul, Sabtu (1/10/1988). ((KOMPAS/KARTONO RIYADI))

Donald Pandiangan dikenal sebagai “Robin Hood Indonesia”.

Akan tetapi, Donald sendiri sudah lama menghilang sejak ia batal mengikuti Olimpiade Musim Panas 1980 di Moskwa, karena alasan politis.

Karena masih terpukul, dia kini hidup jauh dari panahan, bahkan olahraga sekalipun.

Selain mencari pelatih, tim panahan pun harus memilih tiga orang atlet wanita terbaik.

Terpilihlah 3 orang atlet wanita terbaik, yakni Nurfitriyana (Bunga Citra Lestari), Lilies ( Chelsea Islan) dan Kusuma (Tara Basro).

Sementara itu, waktu menuju Olimpiade semakin dekat.

Pengurus persatuan panahan, Pak Udi (Donny Damara) terus membujuk dan meyakinkan Donald untuk mempersiapkan tim panahan wanita.

Pergesekan dan perseteruan satu sama lain, kerasnya medan berlatih dan waktu yang makin menipis, menempa ketiga atlet.

Bagaimana perjuangan Donald dan ketiga atlet panahan wanita membawa pulang medali untuk Indonesia?

Saksikan Film 3 Srikandi di link Live Streaming Kompas TV Berikut ini:

Link 1

Link 2

Cerita 3 Srikandi Raih Medali

Rasa haru masih menggurat di wajah Nurfitriyana Saimana, satu dari tiga srikandi Indonesia yang pegang kendali sukses merebut medali perak pada Olimpiade 1988 di Seoul, Korea Selatan.

Hal itu bisa dimaklumi lantaran Fit, panggilan akrabnya, serta dua rekannya, Lilies Handayani dan Kusuma Wardhani, memang menggores sejarah dalam lembaran olahraga Indonesia.

Untuk pertama kalinya dalam 36 tahun, Indonesia dapat medali.

Fitriyana mengakui dengan jujur merasa memikul beban berat bersama kedua rekannya.

Tidak lain karena belum ada satu medali perunggu pun yang dikantongi tim Indonesia sampai hari-hari terakhir.

Filipina dan Thailand, dua negara rival Indonesia, sekurang-kurangnya sudah mengantongi satu perunggu dari cabang olahraga lain.

Tetapi, Indonesia, negara terkuat di Asia Tenggara, malah belum dapat apa-apa.

Pecahnya konsentrasi seperti itu, tentu akan sangat mengganggu penampilan mereka di lapangan.

Tiga srikandi panahan Indonesia yaitu Nurfitriyana Saimana, Lilies Handayani, dan Kusuma Wardhani.
Tiga srikandi panahan Indonesia yaitu Nurfitriyana Saimana, Lilies Handayani, dan Kusuma Wardhani. ((DOK. TABLOID BOLA))

Padahal, panahan sangat membutuhkan konsentrasi tinggi. "Itu yang saya takutkan," ujar Fitri terbata-bata seusai sukses di Lapangan Panahan Hwarang, Seoul.

Apalagi, tambahnya, perolehan angka yang didapat sama dengan hasil milik pemanah putri Amerika Serikat.

Hanya satu yang jadi pegangannya, yakni modal yang sudah ada tidak boleh hilang, dan Fitriyana berhasil mengatasinya.

Setelah diadakan adu ulang dengan tim putri AS, akhirnya Indonesia-lah yang menang dan berhak memperoleh medali perak.

"Saya puas bisa menyumbangkan sesuatu buat negara," kata Fitri dengan nada lemah.

Tetapi, di balik kelemahan, karena menuntaskan seluruh tenaga dan kemampuan, Fitri tidak bisa duduk diam.

Jabatan tangan yang diulurkan diterimanya dengan senyum, dan mungkin itulah senyum termanis yang pernah dilontarkan Nurfitriyana selama berkarier di cabang panahan.

Prestasi besar yang diraih tim Indonesia kali ini, kata putri kelahiran 7 Maret 1962 tersebut, membuktikan bahwa kemampuan tim panah putri Indonesia tidak bisa diremehkan. Hal ini juga diwujudkannya dalam nomor perorangan.

Udara dingin yang menerpa mukanya dan menyibakkan rambutnya tidak dipedulikannya lagi.

Fitri tengadah dan bersyukur kepada Tuhan dan tersenyum.

Tangis Kusuma

Ketika diumumkan para pemanah boleh melihat hasil tembakannya, raut muka Kusuma Wardhani berubah pasi.

Sakitkah dia? Tidak! "Saya takut banyak yang eleset. Sebab dalam permainan tim, kalau satu jelek maka semua hasilnya akan jelek," kata Kusuma.

Tetapi untunglah perolehan trio pemanah kita ternyata di luar dugaan, dan tak ayal meledaklah bendungan air mata yang tertahan.

Kusuma tidak malu, ia menangis di atas kegembiraan. Matanya masih merah dan basah ketika diwawancara waktu itu.

"Bagaimana tidak (terharu), ini kan sejarah," kata Kusuma mengingatkan.

Kusuma juga berterus terang ia sempat grogi ketika melihat bahwa lawan-lawan berat ikut bersaing keras, seperti Amerika Serikat, Jerman Barat, RRC, dan China Taipei.

"Untunglah Tuhan memberkati kita.Apa ada mimpi? Ah rasanya sih enggak," kata Kusuma yang kelahirang 20 Februari 1964 itu.

"Tapi yang jelas, saya tidur nyenyak semalam. Dan mungkin itu yang membuat saya bisa berkonsentrasi penuh. Lalu, buat siapa medali perak itu?

"Buat siapa ya, pokoknya buat bangsa Indonesia," kata Kusuma dengan mantap.

Kusuma yang punya hobi nonton film ini dan bernomor punggung 0323 punya prestasi lumayan.

Pada SEA Games 1987 di Jakarta, ia menyabet peringkat pertama dengan perolehan total 1251, sedangkan dalam Kejuaraan Asia, ia menduduki peringkat kedua dengan perolehan 1268.

Baru menikah

Lilies Handayani, 23 tahun, penganten muda ini tentu punya masalah tersendiri.

Jerih payahnya tidak tanggung-tanggung.

Lilies dinikahi Denny Trisyanto (32), mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dr Soetomo yang juga peanah nomor tradisional, pada 14 Maret 1988 atau tepatnya saat Lilies megikuti pelatnas di Jakarta.

"Lilies saya jemput ke Surabaya," tutur Denny yang ditemui Kompas di Surabaya.

Setelah nikah, penganten baru ini terpaksa pisah lagi. Rindu dan segala macam bercampur baur.

Lilies yang arek Jatim dan mahasiswa Fakultas Hukum Unair ini sempat goyah di nomor perorangan.

Waktu ia gagal masuk 24 besar, Lilies yang ditanya Kompas tidak mau memberikan tanggapan.

Yang meluncur hanya isak tangisnya saja. Tetapi, hari Jumat dan Sabtu petang, ia begitu tegar.

Tidak ada kabut yang menutupi wajahnya yang manis itu. Kenapa Anda begitu yakin sekarang?

"Wah ada-ada saja, saya dulu juga yakin, tap kalau hasilnya jelek kan bagaimana?" katanya.

Lilies memang tergolong pemanah yang memiliki prestasi baik.

Dalam tahun 1988 saja, dia menyabet peringkat pertama pada waktu tampil di Kejuaraan Panahan FITA STAR di Belanda dengan perlehan total 1276.

"Saya hanya berdoa kepada Tuhan agar dibantu dalam pertandingan semifinal dan final ini," kata Lilies yang belum lama berselang ditinggalkan ibunya itu.

Padahal, Lilies sebenarnya termasuk yang paling favorit. Ia yang murah senyum bersedia ditarik untuk diminta foto.

Gadis-gadis Korea yang berpakaian tradisional, tidak ketinggalan minta bergambar dengannya.

Bahkan, petugas keamanan yang biasanya enggan kompromi ikut juga ambil bagian.

Lilies mengatakan keyakinannya bakal menang sudah diramal sebelum bertolak ke Seoul oleh Ketua KONI Jawa Timur, Soewignyo.

Kala itu, Soewignyo yakin Lilies akan pulang ke Tanah Air dengan membawa medali.

Dan begitu ia benar memperoleh medali, perkataan Ketua KONI Jatim pun terngiang kembali.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenang 3 Srikandi Peraih Medali Olimpiade Pertama bagi Indonesia",
Penulis : Nugyasa Laksamana
Editor : Nugyasa Laksamana

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sinopsis Film 3 Srikandi, 3 Atlet Panahan Indonesia Raih Medali di Ajang Olimpiade"
Penulis : Firda Janati
Editor : Kistyarini

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved