Citizen Reporter
Membatinkan Bersama Nilai-nilai Pancasila dengan Para Guru Agama Katolik se-Kabupaten Sanggau
Kegiatan ini menjadi kegiatan rutin mengingat semakin mendesaknya situasi bangsa ini yang sedang mengalami krisis ideologi.
Ini juga yang terus didegungkan oleh Ibu Maria Goreti, di Kalimantan Barat, provinsi yang masih memiliki Indeks Kesenjangan Sosial Tinggi diantara 34 Provinsi lainnya di Tanah Air.
Menurut Maria Goreti, senator senior tiada bosan dan selalu gigih membumikan Pancasila di hampir seluruh lapisan masyarakat.
Dalam pengantarnya, Maria Goreti menyampaikan bahwa dirinya sekadar mengingatkan kembali suatu nila/value yang sudah mendarah daging bagi generasi lampau namun harus didengungkan terus di masa kini.
“Sebenarnya kalau melihat data tadi, semoga tidak berlebihan bila saya katakan bahwa Indonesia dalam kondisi darurat ancaman ideologi Bangsa”.
Bersyukur kepada tugas yang melekat kepada dirinya sebagai anggota DPD RI sekaligus menjadi anggota Badan Sosialisasi MPR RI tugas membumikan Pancasila menjadi mutlak dan tidak bisa ditawar tawar lagi.
Sebagaimana kita ketahui amandemen UUD 1945 tahun 2001, Sistem Ketatanegaraan Indonesia menganut sistem dua kamar.
Yakni DPR RI dan DPD RI yang apabila bersidang bersama atau bila kedua lembaganya digabungkan maka dinamakan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
MPR inilah yang kini mengemban amanat memasyarakatkan Pancasila di Tanah Air.
“Berdasarkan fungsinya tersebut, MPR RI terus berupaya memperkokoh dan mewujudkan misinya sebagai “Rumah Kebangsaan, pengawal Ideologi Pancasila dan kedaulatan rakyat,” lanjut Maria Goreti.
Sosialisasi kali ini juga menghadirkan pembicara lokal Sabinus Matius Melano dan Thomas Diman.
Dalam paparannya, Melano mengatakan kearifan Lokal, local wisdom/ local genius/ local knowledge/ kecerdasan local (agama, kepercayaan dan budaya/adat istiadat) di masyarakat Indonesia di nusantara telah berproses dalam kehidupan turun temurun hingga munculnya nilai-nilai luhur nusantara, dan kemudian diformulasikan menjadi Pancasila.
“Nilai norma itu ada di setiap etnis dan budaya yang beraneka beratus-ratus, beribu-ribu suku, diantaranya, yaitu; gotong royong, musyawarah mufakat, keadilan atas sesama dan seluruh ciptaan (mahkluk dan alam), ramah tamah dan kekeluargaan, menghargai perbedaan, dan percaya kepada Sang Pencipta,” kata mantan Presedium PMKRI Cabang Pontianak Santo Thomas More Pontianak 1986 silam ini.
Sementara Thomas Diman menyoroti pentingnya pendidikan karakter yang dimulai dari Keluarga sebagai masyrakat terkecil.
Thomas Diman mengatakan bahwa keluarga merupakan pendidik pertama dan utama. Dalam konteks iman Kristiani dipahami keluarga sebagai (Ecclesia Domestika) atau Gereja mini.
“Dalam keluargalah para anggota keluarga belajar saling mencintai, saling mengakui, saling menerima, dan saling melibatkan diri dalam diinamika hidup bersama. Di dalam komunitas terkecil itu, yaitu keluarga, anak-anak belajar perbedaan, keutamaan hidup,” kata alumnus School of Government and Public Policy (SGPP) Indonesia ini.
Thomas Diman mengajak para guru untuk tidak jemu-jemu mengajak orang muda untuk terus terlibat dalam kebaikan bersama, terlibat dalam masyarakat dimana mereka hidup.
Harapannya nilai-nilai yang dibatinkan dalam keluarga, mereka bawa untuk menjadi kesaksian hidup di antara mereka. (*)