Citizen Reporter

Uskup Agung Pontianak, Mgr Agustinus Agus: Saya Prihatin dengan Ilmu Kebal

Orang muda saat ini berhadapan dengan kemiskinan, berhadapan dengan pengangguran, bukan justru mempelajari itu seolah seperti mau perang saja.

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ISTIMEWA
MISA - Selebran utama Mgr. Agustinus Agus Uskup Agung Pontianak, didampingi oleh Pastor Lukas Ahon, CP sebagai Paroki Santo Fidelis Sungai Ambawang dan Pastor Petrus, CP (Missionaris) sebagai Pastor Rekan, menggelar misa HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-75, Sabtu (16/8/2020). 

Citizen Reporter
Komsos Keuskupan Agung Pontianak, Samuel

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - "Saya prihatin dengan ilmu kebal," ucap Uskup Agung Pontianak, Mgr. Agustinus Agus, Pr.

Hal itu Mgr. Agustinus Agus sampaikan kepada sejumlah orang muda katolik (OMK) Paroki Santo Fidelis Sungai Ambawang, Keuskupan Agung Pontianak dalam perayaan misa HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-75.

Misa dipimpin langsung oleh selebran utama Mgr. Agustinus Agus Uskup Agung Pontianak, didampingi oleh Pastor Lukas Ahon, CP sebagai Paroki Santo Fidelis Sungai Ambawang dan Pastor Petrus, CP (Missionaris) sebagai Pastor Rekan, Sabtu (16/8/2020).

Setidaknya dalam kata sambutan Pastor Lukas Ahon,CP., ia mengaku bahwa suasana malam itu seolah seperti sebuah mukjizat, yang dimana seharian turun hujan deras, namun pas perayaan ekaristi dimulai, suasana menjadi teduh.

Dalam perayaan misa HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-75 tahun ini, diikuti sejumlah OMK Paroki yang dibatasi sebanyak 150 peserta, karena berhubung dengan mengikuti protokol kesehatan terkait Covid-19.

Suasana misa HUT 17 Kemerdekaan Republik Indonesia ke-75 juga dimeriahkan oleh koor orang muda dari Stasi Fransiskus Assisi Lingga.

Dalam homili, Mgr. Agus mengatakan sebagai pribadi yang beriman, jangan pernah hidup setengah-setengah.

“Tadi di dalam injil bagian terakhir dikatakan, berilah pada kaisar apa yang menjadi hak kaisar, dan kepada Tuhan apa yang menjadi Hak Tuhan. Kata-kata ini bisa dibahasakan serupa dengan yang dikatakan oleh, Mgr Soegijapranata yaitu 100 persen Katolik/ 100 persen Indonesia," katanya.

"Artinya, kita hidup jangan setengah-setengah. Untuk menjabarkan itu tidak mudah, karena kadang-kadang kita terjebak, akan kepentingan sesaat, kepentingan kelompok tertentu,” tuturnya.

Uskup Agung Pontianak juga mengimbau dan mengingatkan kaum muda, bahwa sebagai Uskup Agung Pontianak yang memimpin umat Katolik dirinya prihatin dengan ilmu kebal.

“Saya minta khususnya orang muda Katolik, jangan ikut ilmu kebal,” katanya.

Dalam sambutanya, ia menjelaskan bahwa orang muda saat ini berhadapan dengan kemiskinan, berhadapan dengan pengangguran, bukan justru mempelajari itu seolah seperti mau perang saja.

Uskup Agus juga mengatakan bahwa doa secara Katolik, bukan berarti sah secara katolik.

Karena berdasarkan isu yang beredar bahwa ilmu kebal dengan mengucapkan Bapa Kami, Salam Maria, bukan berarti Katolik, karena semua orang bisa ucapkan hal itu.

Bahkan menurut Uskup Agus hal itu melenceng, apalagi diadakan dihari Minggu.

"Mohon maaf, kalau ini terjadi maka hal tersebut adalah pembodohan, bahkan saya bisa tuntut, hal itu menghina Agama Katolik. Karena tidak ada ajaran Katolik, yang mengajarkan ilmu kebal,” imbuhnya sembari mengimbau OMK.

Uskup menjabarkan, sekarang orang muda berkutat dengan masalah sosial yang nyata.

Apalagi, sebelumnya Mgr. Agus mengatakan ada isu yang ia dengar terkait suatu tempat, dimana diikuti oleh pemuda-pemudi dan dibawa ke hutan selama tiga hari tiga malam untuk belajar hal-hal semacam itu.

“Itu mau apa? Kita ini lapar, banyak yang mencari pekerjaan, pendidikan yang tertinggal, dan masalah sosial ini nyata di tengah masyarakat. Khusus untuk Katolik, saya larang mengikuti hal seperti itu. Lebih baik kalian mencari pekerjaan dari pada ikut hal semacam itu,” tegas Uskup.

Uskup Agus juga menegaskan bagi Katolik, sejak berdirinya Gereja, tidak ada Ilmu kebal.

Karena dalam iman Katolik, khususnya dalam Doa Aku Percaya, yaitu ‘Aku Percaya akan Roh Kudus, Gereja Katolik yang Kudus, pengampunan dosa, kebangkitan badan dan hidup kekal.’

Hal ini sudah jelas bahwa iman Katolik tidak membenarkan adanya praktik hal-hal semacam itu.

Sejalan dengan hal itu, Uskup Agus sedikit menceritakan kedatangan para missionaris dahulu yang pertama-tama dibangun adalah budaya pendidikan, pengembangan ekonomi, dan kesehatan.

“Coba jika kita lihat sejarah, para missionaris Katolik zaman dahulu datang ke Kalimantan bukanlah membawa ilmu kebal. Justru pertama-tama yang mereka bangun adalah pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi," tuturnya.

"Mati tidak usah kita cari, dengan sendirinya kita akan mati, tapi kita harus berjuang untuk hidup dengan cara bekerja, berkarya,” katanya.

Sebagai Uskup Agung Pontianak, Mgr. Agustinus Agus, sangat prihatin terkait hal ini.

Namun khusus untuk Katolik ia imbau untuk ikut ajaran resmi gereja.

Dalam hal ini sebagai pimpinan gereja, ia punya hak untuk mengimbau terkait hal tersebut dan itu hanya kepada orang Katolik, tetapi di luar Katolik, itu bukan urusannya.

“Saya mau mengatakan misalnya pasangan mu divonis akan meninggal dan kanker stadium 4, apakah anda kuat? Justru dalam hal seperti ini, kekuatan kita hanya beriman kepada Tuhan," ujarnya.

"Mau diterima atau tidak diterima, tapi ini harus saya sampaikan bahwa ada hal yang khas Katolik, tapi ada hal yang tidak khas Katolik,” ucap Uskup Agus.

Sejalan dengan itu, tokoh masyarakat Dayak, Yakobus Kumis yang hadir dalam perayaan juga mengiyakan hal tersebut.

Ia menjelaskan, bahwa budaya Dayak bukan untuk unjuk gigi dan pamer kekebalan.

“Budaya kita adalah budaya sopan-santun, solidaritas, ramah kepada sesama dan budaya pembelajar,” katanya.

Pastor Paroki, Pastor Lukas Ahon, CP sebelumnya sudah menyuarakan hal yang sama.

Bahkan ia dianggap menghina adat tradisi, dan isunya, Pastor Lukas Ahon, CP mau diadat karena dianggap menentang pihak yang tersinggung.

Namun, yang mau disampaikan oleh Pastor Lukas Ahon, CP dalam hal ini yaitu aksi tersebut mengatasnamakan Dayak dan dibalut dengan keyakinan Katolik untuk hal-hal yang bersifat tidak khas Katolik, dan itulah yang menjadi masalahnya.

“Sebagai orang muda Katolik, bukan saatnya lagi untuk mengadu otot, sedangkan kita dihadapkan dengan situasi real di tengah masyarakat. Maka dari itu, hal yang paling penting adalah mengasah intelektual, berkarya, dan mengembangkan taraf hidup masyarakat yang tertinggal,” ujarnya.

Usai perayaan misa, semua OMK paroki diajak untuk mengikuti sesi yang dibawa oleh Bpk. Martinus., S. Ag., M.Si dengan tema khas dari OMK St. Yohanes Bosco Paroki St. Fidelis Sungai Ambawang.

“Beriman, Bersaudara dan Berbelarasa.”

Malam itu, dilanjutkan juga dengan malam akrab dan ramah-tamah, sembari diiringi oleh Band Komsos Keuskupan Agung Pontianak. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved