MASYARAKAT Sensitif Soal Utang Indonesia, Menkeu Sri Mulyani: Menurut Saya, Tidak Bagus Juga
Ada stigma negatif terhadap utang Indonesia juga diakui Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Sri Mulyani Indrawati.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, JAKARTA - Ada stigma negatif terhadap utang Indonesia juga diakui Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Sri Mulyani Indrawati.
Maka dari itu, Bendahara Negara ini menjawab kritik publik terhadap pengelolaan utang pemerintah.
Dia meminta masyarakat tidak memberikan stigma negatif terhadap proporsi utang Indonesia.
Bisa dikatakan, lanjut dia, tak ada satu pun negara di dunia yang tak memiliki utang.
Pinjaman diperlukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, tak terkecuali negara- negara Islam.
"Kalau teman-teman yang suka pakai negara Islam. Semua negara Islam di dunia, semua berutang. Mau Saudi, UAE, Qatar, Maroko, Pakistan, Afghanistan, Kazakhstan, you name it," tegas Sri Mulyani dalam live Instagram, seperti dikutip Minggu (19/7/2020).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengungkapkan, utang sangat diperlukan untuk membiayai belanja pemerintah.
Kebijakan utang bisa dikontrol dengan tetap menjaga rasio dengan PDB.
"Bahkan saya tahu waktu di Bank Dunia, negara Islam terutama yang di Afrika mayoritas miskin banget. Dan mereka dapat utang, bahkan diberikan hibah," ucap Sri Mulyani.
Dia berujar, sebagian masyarakat di Indonesia masih sangat sensitif dengan kebijakan utang yang terkadang jadi perdebatan panas.
"Saya ingin menyampaikan, kadang-kadang masyarakat kita sensitif soal utang. Menurut saya, tidak bagus juga. Karena kalau kita mau bicara tentang policy (ketentuan) utang, ya kita bisa berdebat, jangan pakai benci dan menggunakan bahasa kasar," kata Sri Mulyani.
Alasan utama mengapa negara berutang yakni untuk mengejar ketertinggal infrastruktur, lalu kedua utang diperuntukkan guna mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Kalau begitu kita perlu utang? Ya utangnya untuk apa dulu. Kalau untuk membuat infrastruktur kita baik (utang produktif), supaya anak-anak bisa sekolah dan tidak menjadi generasi yang hilang, ya tidak ada masalah," tutur Sri Mulyani.
Saat ini, menurut Kementerian Keuangan, pemerintah mengambil kebijakan fiskal ekspansif di mana belanja negara lebih besar daripada pendapatan negara untuk mendorong perekonomian tetap tumbuh.
Menurut pemerintah, ketertinggalan infrastruktur dan masalah konektivitas bisa menimbulkan biaya ekonomi yang tinggi yang harus ditanggung masyarakat, kondisi ini membuat daya saing Indonesia menjadi rendah.