Menlu AS Michael R Pompeo Tegaskan Klaim Cina di Laut Cina Selatan Tidak Sah

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (Menlu AS) Michael R Pompeo menegaskan Amerika Serikat memperjuangkan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.

Penulis: Stefanus Akim | Editor: Stefanus Akim
AFP
Kapal-kapal Amerika Serikat di perairan Laut China Selatan, berdekatan dengan Teluk Filipina. 

WASHINGTON - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (Menlu AS) Michael R Pompeo menegaskan Amerika Serikat memperjuangkan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. Hal itu sebagai respon atas klaim Beijing terhadap sumber daya lepas pantai di sebagian besar Laut China Selatan

“Hari ini kami memperkuat kebijakan AS di wilayah yang penting dan menjadi bahan perdebatan di kawasan tersebut, yaitu Laut China Selatan. Kami jelaskan: Klaim Beijing terhadap sumber daya lepas pantai di sebagian besar Laut China Selatan benar-benar tidak sah secara hukum, sama seperti upaya perisakan mereka untuk mengontrol area tersebut,” tegas Michael R Pompeo, Menteri Luar Negeri AS, dalam pernyataan pers, Senin 13 Juli 2020.

Michael R Pompeo, mengatakan, di Laut China Selatan, kami berupaya memelihara perdamaian dan stabilitas, menjunjung kebebasan di laut yang sesuai dengan hukum internasional, menjaga arus perdagangan yang tanpa rintangan, serta menentang upaya apa pun untuk menggunakan paksaan atau kekuatan untuk menyelesaikan sengketa.

“Kami berbagi kepentingan yang mendalam dan tetap ini dengan banyak sekutu dan mitra kami yang telah sejak lama mendukung tatanan internasional yang berdasarkan aturan,” bunyi pernyataan tersebut.

ILUSTRASI. FILE PHOTO: An undated U.S. Air Force handout photo of a RQ-4 Global Hawk unmanned (drone) aircraft. U.S. Air Force/Bobbi Zapka/Handout/Files via REUTERS. THIS IMAGE HAS BEEN SUPPLIED BY A THIRD PARTY.
ILUSTRASI. FILE PHOTO: An undated U.S. Air Force handout photo of a RQ-4 Global Hawk unmanned (drone) aircraft. U.S. Air Force/Bobbi Zapka/Handout/Files via REUTERS. THIS IMAGE HAS BEEN SUPPLIED BY A THIRD PARTY. (REUTERS)

Michael R Pompeo, mengatakan, kepentingan bersama ini mendapatkan ancaman yang belum pernah ada sebelumnya dari Republik Rakyat China (RRC). Beijing menggunakan intimidasi untuk menggerogoti hak berdaulat negara-negara pantai Asia Tenggara di Laut China Selatan, merisak akses mereka terhadap sumber daya lepas pantai, memaksakan kekuasaan unilateral, dan mengganti hukum internasional dengan "yang kuat yang benar."

Dikatakan Michael R Pompeo, pendekatan Beijing selama bertahun-tahun sudah jelas. Pada 2010, mantan Menteri Luar Negeri China Yang Jiechi mengatakan kepada rekan-rekan sejawatnya di ASEAN bahwa "China adalah negara besar dan negara-negara lain adalah negara kecil dan itu adalah fakta."

“Cara pandang RRC terhadap dunia layaknya predator ini tidak punya tempat di abad ke-21,” tegas Michael R Pompeo.

Michael R Pompeo, mengatakan RRC tidak memiliki dasar hukum untuk memaksakan kehendaknya di kawasan secara sepihak. Beijing tidak punya landasan hukum untuk mengklaim "Sembilan Garis Putus-putus" di Laut China Selatan setelah secara resmi mereka umumkan pada 2009.

Kapal-kapal pengeruk Tiongkok terlihat di sekitar karang di Kepulauan Spratly yang disengketakan di Laut China Selatan, dalam foto yang diambil oleh pesawat pengintai AS, Mei 2015.
Kapal-kapal pengeruk Tiongkok terlihat di sekitar karang di Kepulauan Spratly yang disengketakan di Laut China Selatan, dalam foto yang diambil oleh pesawat pengintai AS, Mei 2015. (KOMPAS.COM)

Dalam keputusan yang diraih dengan suara bulat pada 12 Juli 2016, Mahkamah Arbitrase yang didasari Hukum Konvensi Laut 1982 -- dimana RRC sebagai salah satu anggotanya -- menolak klaim maritim RRC akibat tidak memiliki landasan dalam hukum internasional. Mahkamah secara tegas berpihak pada Filipina, yang mengajukan kasus arbitrase ini, dalam hampir semua klaim.

Michael R Pompeo, menegaskan seperti yang pernah disampaikan sebelumnya oleh Amerika Serikat, dan seperti yang secara khusus dinyatakan dalam Konvensi, keputusan Mahkamah Arbitrase adalah final dan mengikat secara hukum bagi kedua belah pihak.

Michael R Pompeo, mengatakan, “Hari ini kami menyelaraskan posisi AS terkait klaim maritin RRC di Laut China Selatan dengan keputusan Arbitrase. Khususnya:

RRC tidak bisa memaksakan klaim maritim termasuk klaim atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang berasal dari Scarborough Reef dan Kepulauan Spratly berhadapan dengan Filipina di wilayah yang diputuskan oleh Mahakamah sebagai bagian dari ZEE Filipina atau batas landas kontinennya.

OPERASI Militer Amerika Serikat di Laut China Selatan Meningkat / ILUSTRASI USMC
OPERASI Militer Amerika Serikat di Laut China Selatan Meningkat / ILUSTRASI USMC (TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ISTIMEWA/INSTAGRAM @MARINES / INSTAGRAM @MILITARY.WARRIOR.PAGE / KOLASE)

Intimidasi Beijing terhadap perikanan Filipina dan pengembangan energi lepas pantai di wilayah tersebut tidak bisa dibenarkan secara hukum seperti halnya tindakan sepihak RRC lainnya mengeksploitasi sumber yang ada.

Sesuai dengan keputusan Mahkamah Arbitrase yang bersifat mengikat, RRC tidak memiliki klaim maritim maupun teritorial atas Mischief Reef ataupun Second Thomas Shoal yang keduanya berada di bawah kedaulatan dan yurisdiksi Filipina. RRC juga tidak memiliki klaim teritorial maupun martim yang timbul dari dua unsur tersebut.

Karena Beijing telah gagal membuktikan klaim maritim yang koheren dan sah di Laut Chian Selatan (LCS), Amerika Serikat menolak semua klaim RRC atas wilayah perairan teritorial laut sejauh 12 mil laut dari pulau-pulau di gugus Kepulauan Spratly (tanpa berprasangka terhadap kedaulatan negara lain atas gugus kepulauan tersebut).

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved