Wawancara Eksklusif
Anies Baswedan: Tinggal di Rumah dan Masker Kunci Sukses Redam Covid-19
Selama ini kita mengasumsikan orang ke halte itu tahu rute bus atau peta transportasi di Jakarta. Padahal belum tentu mereka tahu.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, JAKARTA - ANIES Baswedan telah menjabat sebagai Gubernur Provinsi DKI Jakarta selama dua tahun delapan bulan atau sejak 16 Oktober 2017. Secara bertahap, janji kampanyenya mulai ditunaikan.
Satu di antara konsep yang sering digaungkan adalah open government (pemerintahan yang terbuka), yang berpijak pada tiga poin yakni transparansi, partisipasi dan kolaborasi. Ia mengklaim sudah menerapankan dalam menanggulangi pandemi Covid-19.
Berikut wawancara eksklusif redaksi Warta Kota dengan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan.
Tribun: Apakah konsep open government sudah mulai berjalan di tengah masyarakat?
Anies: Konsep itu sudah berjalan. Sebagai contoh kami membangun jaringan transportasi. Bukan pemprov yang membangun jaringan bus kecil, tapi yang dibangun adalah JakLingko untuk berkolaborasi. Dari situ, jumlah armadanya melonjak tinggi karena kami bermitra dengan TransJakarta.
• 15 Kasus Covid-19 Baru di Kalbar, 9 Kasus di Melawi Klaster Lama
Contoh lain, adalah papan informasi transportasi untuk memudahkan masyarakat dan wisatawan mancanegara dan domestik yang ada di sejumlah halte. Misalnya di Jalan Sudirman, di sana akan ketemu halte bus. Selama ini kita mengasumsikan orang ke halte itu tahu rute bus atau peta transportasi di Jakarta. Padahal belum tentu mereka tahu.
Sekarang di setiap halte itu ada informasi lengkap dan rute bus serta petanya dijelaskan. Itu tidak dibuat oleh DKI, tapi dibuat oleh Forum Diskusi Transportasi Jakarta (FDTJ), hasil kolaborasi.
Mereka punya ide dan kami undang untuk kolaborasi, menjadikan mereka sebagai wayfinding (penunjuk jalan), dan kami yang mengerjakan. Tapi rumusannya dibantu oleh mereka.
Tribun: Bagaimana penerapan open government saat pandemi Covid-19 ini?
Anies: Ketika masa pandemi, bisa saja kami bikin laboratorium sebesar-besarnya, tapi nggak begitu.
Justru yang kami kerjakan adalah mengonsolidasikan 41 laboratorium, jadi kami bukan membeli PCR sebanyak-banyaknya, tapi yang sudah ada kita kerjakan dalam sebuah kolaborasi.
Rumah sakit juga kami undang. Sampai sekarang menjadi 67 rumah sakit dalam jaringan untuk menangani Covid-19.
Jadi semangat open government kita wujudkan di sini, begitu juga sampai pada kegiatan sosial.
Pada pelaksanaan Idul Adha, sebelumnya DKI membagikan daging sapi atau kambing kurban untuk warganya.
• UPDATE CORONA KALBAR - Angka Positif Covid-19 Melawi, Ketapang, Sambas Terus Melonjak, Total 313
Tapi sekarang, DKI mengundang hotel dan restoran agar memasak daging sapi dan kambing untuk dibagikan kepada masyarakat. Jadi kolaborasi itu kita lakukan dalam arti yang sesungguhnya.
Tribun: Bagaimana dengan open government saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi?
Anies: Kami mengundang beberapa ahli profesi, seperti dokter ahli penyakit paru, dokter olahraga, organisasi atlet, dan sebagainya untuk merumuskan bersama-sama.
Misalnya bagaimana cara memakai masker saat berolahraga, dan (tata cara) itu dilakukan secara kolaborasi.
Jakarta itu unik, karena warganya terdiri dari unsur-unsur yang sudah empower (menguatkan) karena itu menjadi mitra pemerintah. Kita bikin jalur sepeda juga hasil kolaborasi dengan Institute for Transportation and Development Policy (ITDP), organisasi nirlaba bidang transportasi berkelanjutan dan Bike to Work. Kami undang mereka, untuk menunjukkan ini masalahnya dan mari cari solusi bersama-sama.
Tribun: Sejauh mana efektivitas kolaborasi antara seluruh masyarakat Jakarta dengan DKI saat menanggulangi wabah Covid-19?
Anies: Pahlawan dari pengendalian Covid-19 ini adalah rakyat Jakarta. Ketika Pemprov DKI Jakarta memutuskan untuk berada di rumah, lalu orang di Jakarta itu tetap berada di rumah.
Saya rasa warga Jakarta boleh bangga, bahwa ketika kami memutuskan untuk melakukan pembatasan, lalu disusun kebijakan (PSBB) dan masyarakat memilih untuk menaati.
Begitu dikatakan di rumah, sekitar 60 persen warga Jakarta berada di rumah. Ini dahsyat, karena 60 persen dari 11 juta warga Jakarta mau berada di rumah.
Ketaatan dan persatuan itu tinggi sekali. Bayangkan saat kami mengundang tokoh agama untuk meniadakan kegiatan, mereka menyepakatinya karena demi mencegah penularan Covid-19.
Berbeda saat kami meniadakan kegiatan sekolah dan perkantoran, hanya melalui surat keputusan saja.
Karenanya, Jakarta sebagai kota kemenangan itu betul. Bahwa kerja kolektif untuk menang menghadapi pandemi Covid-19. Data yang kami miliki ini bukan survei, tapi dari pergerakan ponsel warga melalui google data (kajian Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia).
Saya bisa sampaikan bahwa ini adalah kemenangan bersama karena dikerjakan bersama.
Tribun: Seberapa tinggi lonjakan kasus Covid-19 di Jakarta selama ini?
Anies: Sebelumnya nilai reproduction (angka reproduksi/Rt) Covid-19 itu sekitar empat. Artinya kalau 100 orang kena, itu bisa naik menjadi 400. Kemudian kalau Rt berada di tiga itu artinya bisa naik menjadi 300 orang.
Dan kalau Rt satu itu artinya stabil dan kalau Rt di bawah satu itu artinya sudah menurun. PSBB pertama itu baru dimulai 10 April dan (PSBB) kedua dimulai akhir April.
Lalu turun kasusnya itu sebelum PSBB. Jadi Jakarta sudah terjadi penurunan drastis di (akhir) bulan Maret. Ketika kami menutup sekolah, perkantoran, rumah ibadah pada 16 Maret, saat itu mulai terjadi penurunan kasus.
Saat PSBB dimulai pada 10 April, kita mengalami fase stabilisasi kasus Covid-19, karena itulah jasa warga Jakarta. Ketika diminta berada di rumah, mereka berada di rumah semua.
Artinya Jakarta sudah melakukan pembatasan, sebelum secara resmi ada aturan pembatasan (PSBB) dari pemerintah pusat.
Tribun: Kenapa sekarang Jakarta memilih PSBB transisi?
Anies: Kami ingin ini menjadi masa pembelajaran kepada masyarakat. Masa pembelajaran, di mana kebiasaan baru itu dilakukan, misalnya kalau tidak perlu pergi jangan pergi dari rumah, atau kalau perlu pergi sebaiknya bagi yang sehat.
Kalau memang pergi harus memakai masker, jaga jarak dan rutin cuci tangan. Kalau datang ke suatu tempat yang penuh, jangan paksa masuk karena berisiko.
Itu semua adalah kebiasan-kebiasan yang harus dimunculkan dan bukan sesuatu yang mudah karena selama ini kalau ketemu teman salaman, berpelukan tapi sekarang enggak bisa.
Itulah masa transisi, diajarkan, dibiasakan lalu didisiplinkan sehingga menjadi kebiasaan bahkan menjadi budaya.
Namanya itu kan transisi artinya bergerak atau menuju, ini menuju apa? Situasi dengan tiga karakter, satu sehat, dua aman dan tiga produktif.
Tribun: Sosialisasi untuk mengedukasi masyarakat seperti apa?
Anies: Pertama kami siapkan aturannya. Kedua, sosialisasi masif dan alhamdulillah orang sudah banyak yang pakai masker, kemudian jaga jarak. Kecuali kalau ada acara, itu rumit mengatur jaga jarak.
Tribun: Bagaimana kasus Covid-19 di Jakarta saat PSBB transisi?
Anies: Saat kami membuka untuk menuju PSBB transisi itu, ada beberapa indikator. Pertama indikator epidemiologi yang menunjukkan bahwa selama masa ini tidak ada lonjakan kasus Covid-19 yang signifikan.
Bahkan kami melakukan active testing, tidak hanya pada pasien. Dulu kami melakukan test kepada orang yang dirawat, tapi awal Juni 2020 ini kami mulai mencari atau melacak (tracing).
Bila seseorang dinyatakan positif, kami akan tracing siapa-siapa saja yang pernah berkontak. Karena itu, kami pernah menemui angka kasus baru mencapai 190 orang lebih yang positif.
Itu sebetulnya adalah 100 orang pasien positif dan 90 orang yang tanpa gejala. Kita fokus pada case finding (pencarian) supaya orang yang positif bisa isolasi dan tidak menularkan kepada yang lain.
Selama dua minggu ini, angka epidemiologinya menunjukkan bahwa Jakarta relatif aman. Rt itu di bawah angka satu atau 0,9. Lalu kasus positif dibanding yang dites di bawah 10 persen, karena syarat maksimal WHO itu 10 persen.
Sementara kami rata-rata itu sekitar lima persen. Kemudian jumlah pasien dan kematian tidak ada lonjakan. Bahkan dibandingkan tempat lain, bedanya cukup signifikan.
Kalau dari grafik ini saja (kasus harian Covid-19 di Jakarta 100 orang per 3 Juni 2020) Jakarta memang lain. Dari sini saja sudah langsung ke baca. Pernah saya katakan bahwa langkah yang kita kerjakan itu benar dan baik memakai waktu.
Jangan harap keluar hasilnya sekarang (saat itu juga), tapi kini sudah keliatan (rendah). Jadi beda sekali posisi Jakarta dengan daerah lain (500 kasus Covid-19 per hari) dan kalau Indonesia (600 kasus per hari Covid-19) naik terus, itu bukan sumbangan dari Jakarta.
Tribun: Upaya apa yang dilakukan sampai Jakarta berada di posisi sekarang selain kolaborasi dengan masyarakat?
Anies: Ini adalah kerja kolektif. Nomor satu adalah ketika pemerintah menyatakan kepada masyarakat untuk #tinggaldirumah dan memakai masker bila keluar rumah. Itu kunci nomor satu.
Kemudian kedua peningkatan kemampuan testing kami mencapai 5.000 lebih sampel per hari di 41 laboratorium yang terlibat di bawah DKI.
Selanjutnya fasilitas kesehatan yang disiapkan. Kami punya 67 rumah sakit rujukan, sehingga bila ada yang terpapar bisa ditangani dengan baik. Jadi ada kombinasi kerja masyarakat dan langkah pemerintah dalam hal ini pengetesan dan melakukan perawatan.
Kami juga membuat semua kebijakan menjadi regulasi. Contoh ketika kami mengatakan jangan mudik, itu bukan pernyataan saja tapi ada aturannya. Pergub Nomor 47 tahun 2020 yang mengatur tentang surat izin keluar masuk (SIKM) Jakarta.
Kalau kami mengatakan lewat pernyataan saja, bagaimana nanti dengan penegakkan di lapangan. Petugas di lapangan nanti melarang atas dasar apa? Jadi kalau belum ada aturan, dan petugas mencegat masyarakat dapat mempertanyakan atas dasar apa melarangnya pergi.
Tribun: Akankah Jakarta kembali membuka kegiatan belajar mengajar di sekolah dalam waktu dekat ini?
Anies: Kami belum berencana membuka sekolah, jadi kapannya kami juga belum tahu. Akan lihat dari kondisi pandemi, bila wabahnya sudah mulai terkendali maka kami akan evaluasi.
Tapi kami tidak mau membuat anak-anak ambil risiko (terkena Covid-19). Hanya ketika benar-benar aman (kami akan membukanya). Memang tanggal 13 Juli dimulai tahun ajaran baru sekolah, tapi belajarnya di sekolah atau di rumah itu belum ditentukan.
Kalau dilihat dari sekarang, nampaknya belum bisa belajar di sekolah tapi dari rumah.
Update berita pilihan
tribunpontianak.co.id di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribunpontianak
Update Informasi Kamu Via Launcher Tribun Pontianak Berikut: