Fadli Zon Sebut RUU HIP Tak Penting dan Berpotensi Memecah Belah, 'Tak Perlu Lagi Diteruskan'
Menurutnya, pretensi menjadi undang-undang dasar inilah, menjadi alasan pertama kenapa RUU HIP perlu segera ditarik dan bukan hanya butuh direvisi.
Penulis: Nasaruddin | Editor: Nasaruddin
Pancasila, dengan rumusan kelima silanya, adalah norma.
Rumusannya terjaga di dalam naskah Pembukaan UUD 1945.
''Sementara, istilah “Trisila” dan “Ekasila”, sebagaimana yang disebut dalam Pasal 7 RUU HIP, itu hanyalah “wacana” yang muncul saat gagasan Pancasila pertama kali dipidatokan Bung Karno tanggal 1 Juni 1945,'' katanya.
Istilah itu sama sekali tak pernah menjadi norma.
''Jadi, memasukkan wacana yang sama sekali tidak memiliki yurisprudensi ke dalam sebuah naskah rancangan undang-undang, seolah itu adlah sebuah norma, jelas menunjukkan adanya cacat materil dalam penyusunan RUU HIP ini,'' tegasnya.
Fadli menegaskan, wacana “Trisila” dan “Ekasila” itu sama sekali tak pernah menjadi norma dalam sistem hukum dan ketatanegaraan kita.
Bahkan, meskipun istilah Pancasila berasal dari Bung Karno, dan kita mengakui 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila, namun jangan lupa, yang kemudian dijadikan norma dalam sistem hukum dan ketatanegaraan kita adalah rumusan sila-sila yg disahkan pada 18 Agustus 1945, bukan rumusan sila-sila yang pertama kali dipidatokan.
''Ini harus sama-sama kita pahami. Apalagi teks Pancasila itu lahir dari diskursus pikiran sejumlah tokoh khususnya anggota BPUPKI 1945,'' jelasnya.
Alasan keempat, selain cacat materil, RUU ini juga mengandung cacat formil.
RUU ini berpretensi menjadi ‘omnibus law’, padahal kajian akademiknya tak dimaksudkan demikian.
''Kalau kita baca pasal-pasalnya, RUU ini ingin mengatur berbagai isu, mulai dari soal demokrasi, ekspor, impor, telekomunikasi, pers, media, riset, hingga soal teknologi. Isinya jadi ke mana-mana,'' katanya.
Fadli mengatakan, kelihatannya, latar belakang RUU ini sebenarnya hanya untuk memperkuat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) saja.
Padahal lembaga BPIP ini tak terlalu diperlukan, hanya menambah beban negara.
''Pernyataan pimpinannya sering membuat kegaduhan dan berpotensi memecah belah bangsa,'' tulisnya.
Alasan kelima, RUU ini tak punya urgensi sama sekali.