Fadli Zon Sebut RUU HIP Tak Penting dan Berpotensi Memecah Belah, 'Tak Perlu Lagi Diteruskan'

Menurutnya, pretensi menjadi undang-undang dasar inilah, menjadi alasan pertama kenapa RUU HIP perlu segera ditarik dan bukan hanya butuh direvisi.

Penulis: Nasaruddin | Editor: Nasaruddin
KompasTV
Anggota DPR RI Fadli Zon 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Anggota DPR RI, Fadli Zon menyatakan, alih-alih mempersatukan, RUU HIP malah bisa membuka luka-luka lama sejarah dan akhirnya memecah belah.

Sebagian masyarakat curiga RUU ini digunakan untuk menyusupkan kepentingan kaum komunis atau PKI yang sudah dilarang.

''Tak dicantumkannya TAP MPRS No. XXV/1966 tentang Pembubaran PKI sebagai konsideran, malah makin memupuk penolakan sebagian masyarakat,'' ungkap Fadli Zon dalam cuitannya di Twitter.

Pada kesempatan tersebut, Fadli Zon menyampaikan lima alasan kenapa RUU Haluan Ideologi Negara (HIP) seharusnya segera ditarik.

Kontroversi RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP), Mahfud MD Pastikan Pembahasan Ditunda

''Setiap undang-undang tak boleh berpretensi menjadi undang-undang dasar. Namun, fatsoen ketatanegaraan itu telah dilanggar oleh RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang kini tengah memancing penolakan di tengah masyarakat,'' tulis Fadli Zon.

Menurutnya, pretensi menjadi undang-undang dasar inilah, menjadi alasan pertama kenapa RUU HIP perlu segera ditarik dan bukan hanya butuh direvisi.

''Lihat saja rumusan identifikasi masalahnya. Kalau kita baca Naskah Akademik RUU HIP, rumusan identifikasi masalah semacam itu sebenarnya lebih tepat diajukan saat kita hendak merumuskan undang-undang dasar, bukannya undang-undang,'' katanya.

Alasan kedua, Pancasila adalah dasar negara, sumber dari segala sumber hukum, yang mestinya jadi acuan dalam setiap regulasi atau undang-undang.

Ironisnya RUU HIP ini malah ingin menjadikan Pancasila sebagai undang-undang itu sendiri.

''Standar nilai kok mau dijadikan produk yang bisa dinilai? Menurut saya, ada kekacauan logika di sini,'' katanya.

Fadli Zon menegaskan, Pancasila tak boleh diatur oleh undang-undang, karena mestinya seluruh produk hukum dan perundang-undangan kita menjadi implementasi dari Pancasila.

''Satu-satunya ‘undang-undang’ yang bisa mengatur institusionalisasi Pancasila hanyalah Undang-Undang Dasar 1945, dan bukan undang-undang di bawahnya, ''termasuk bukan juga oleh ‘omnibus law,'' tegas Fadli.

''Kalau diteruskan, ini akan melahirkan kerancuan yang fatal dalam bidang ketatanegaraan,'' ujarnya.

Alasan ketiga, RUU HIP gagal memisahkan 'wacana’ dari 'norma’.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved