Ramadan di Buffalo, New York: Lockdown Covid-19 Kesempatan Kumpul Keluarga

Berpuasa di Amerika memiliki tantangan tersendiri, bagi mahasiswa. Hal ini karena selain Ramadan jatuh pada musim semi sehingga waktu lebih lama.

Penulis: Stefanus Akim | Editor: Stefanus Akim
IST
Yuyun Sri Wahyuni bersama keluarganya di suatu kesempatan. 

CITIZEN REPORTER

Laporan: Yuyun Sri Wahyuni | Penerima Beasiswa Fulbright-Dikti S3 di Bidang Global Gender Studies

Nama saya Yuyun Sri Wahyuni. Saat ini saya sedang menempuh pendidikan doktoral di bidang Global Gender Studies, State University of New York at Buffalo, Amerika Serikat dengan beasiswa Fulbright-Dikti PhD Program, beasiswa pendidikan tinggi kerjasama pemerintah AS-Indonesia. Saya berasal dari Kecamatan Muara Jawa, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Bulan Agustus 2020 nanti tepat satu tahun saya menjalani studi di Amerika. Bersama putri semata wayang saya yang berusia 5 tahun, saya tinggal di kompleks apartment dengan tetangga yang beragam latar belakang ras, seperti orang Amerika kulit putih, kulit hitam, keturunan Rusia, Asia, dan Timur Tengah.

Saat ini suami saya juga sedang menempuh studi doktoral di program Pendidikan Konselor di Ohio University di Negara Bagian Ohio, sehingga kami tidak tinggal serumah.

Namun, sejak liburan tengah semester Spring 2019 dan diberlakukannya lockdown di sebagian besar negara bagian AS karena pandemic COVID-19, kelas-kelas di berbagai universitas memberlakukan sistem online sehingga kami sekeluarga bisa bersama-sama tinggal di Buffalo, New York. Menjadi sebuah keberkahan bagi kami, karena kami bisa menjalankan puasa Ramadhan bersama-sama sekeluarga, namun, senantiasa kami juga sembari berdoa agar kita semua selamat dari wabah pandemi.

Berpuasa di Amerika memiliki tantangan tersendiri terutama bagi mahasiswa. Hal ini karena selain bulan Ramadan jatuh pada musim semi sehingga waktu berpuasa lebih lama, datangnya bulan puasa juga bersamaan dengan masa ujian akhir semester yang di dalamnya beban tugas kuliah yang tidak sedikit. Dalam kondisi ini, kami harus dapat menyeimbangkan antara beribadah di bulan suci dengan performa studi selama masa ujian.

Pada umumnya malam hari di musim panas di sini terasa sangat pendek, dan siang terasa sangat panjang. Kami memulai persiapan sahur pada jam 3 dini hari, waktu imsak pada jam 4, dan waktu buka puasa atau waktu maghrib jam 20.38.

Sejak merebaknya COVID-19, Islamic Society of North Amerika (ISNA) bersama lembaga otoritas di Amerika mengeluarkan fatwa bahwa untuk menjaga hak dan keselamatan jiwa lebih utama, sehingga semua jenis kegiatan berjamaah diberhentikan, termasuk Salat Isha dan Tarawih berjamaah di masjid. Menyesuaikan dengan hal ini, setelah berbuka puasa dan Salat Maghrib, kami melakukan Salat tarawih di rumah sekeluarga. Biasanya, kami selesai Salat pada pukul 23.00 sampai dengan 24.00.

Menu sahur dan berbuka puasa kami beragam, saat rindu tanah air kami memasak masakan-masakan istimewa seperti soto ayam, opor ayam, dan rawon kesukaan putri kami. Namun, saat di saat deadline tugas kuliah, kami memasak makanan yang relatif lebih simple seperti tempe dan tahu goreng, steak ikan, salad, lasagna dan jenis pasta lainnya.

Bumbu-bumbu khas Indonesia seperti ketumbar, kunyit, kecap manis dan lainnya biasanya kami dapatkan dari toko online, dengan harga yang jauh lebih mahal dari harga di Indonesia. Pada awal kedatangan kami, kami agak mendapatkan kesusahan untuk mengakses daging dan ayam halal, karena membeli daging dan ayam halal hanya dari toko-toko Internasional halal, yang lokasinya agak jauh dari apartemen kami.

Namun, seiring adaptasi kami di sini, kami mendapati bahwa bisnis daging dan ayam halal di Amerika berkembang pesat karena minat yang tumbuh dari gaya hidup sehat termasuk untuk kualitas daging yang lebih sehat. Sehingga, meskipun tidak berlogo halal di kemasan, beberapa perusahaan penyedia daging unggas dan daging sapi memiliki sertifikat halal dan tersedia banyak di supermarket konvensional. Kami pun menghafalkan jenis merek apa saja yang mengantongi sertifikat halal sebelum belanja.

Terkait dengan kehidupan sosial, kota Buffalo termasuk salah satu kota imigran Muslim terbesar di Amerika dan menerapkan prinsip kota ramah imigran. Di sudut-sudut kota, termasuk di perkantoran seperti salah satunya di pintu kantor Professor saya, tertulis, "No matter where you are from, we are glad you are our neighbor", yang artinya "Tidak masalah darimana anda berasal, kami senang anda menjadi tetangga kami", dalam bahasa Latin, Inggris dan Arab.

Saya merasa bahagia saat pertama kali tiba di Amerika dengan sedikit kekhawatiran akan mengalami deskriminasi karena saya berjilbab dan membaca kalimat ini, saya merasa diterima secara sosial.

Di Buffalo, terdapat dua komunitas Muslim yang saya ikuti, yaitu SUNY Buffalo Muslim Student Association dan komunitas Masjid Jami/Buffalo Nomads yang tadinya merupakan bangunan gereja. Sebelum pandemi COVID-19, banyak kegiatan yang diadakan rutin seperti Salat berjamaah, pengajian, dan pertemuan rutin lainnya. Namun, sejak pandemi, semua kegiatan komunitas beralih menjadi kegiatan online, seperti pengajian via zoom atau sekedar bersua online menyambung tali silaturahim sesama Muslim di Buffalo.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved