Ramadhan 2020

Apakah Menyontek di Bulan Ramadhan Membatalkan Puasa?

apakah mencontek bisa membatalkan puasa ramadan mu? simak jawabannya dari dua ustadz berikut ini

Penulis: Nasaruddin | Editor: Nasaruddin
Wikimedia Common
Ilustrasi menyontek 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Apakah mencontek di bulan Ramadhan membatalkan puasa?

Sebelum menjawab pertanyaan itu, ada baiknya kita mengetahui apa sebenarnya arti menyontek. 

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia daring, menyontek berasal dari kata sontek.

Arti sontek di KBBI adalah mengutip (tulisan dan sebagainya) sebagaimana aslinya; menjiplak.

Menurut Ustadz M Junaidi, menyontekdi siang hari bulan Ramadhan tidak membatalkan puasa atau puasanya tetap dianggap sah.

Orang yang menyontek tidak diperintahkan untuk mengulangi (mengqadha) puasanya.

Doa Buka Puasa Ramadhan yang Benar Sesuai Sunah Rasulullah SAW

Namun demikian, orang yang menyontek sudah melakukan perbuatan dosa besar.

Karena perbuatan semacam ini termasuk penipuan (al-Ghisy), curang, tidak jujur.

Dalam hadis dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda:“Siapa yang menipu kami (umat Islam), maka dia bukan bagian dari kami.” (HR. Muslim 101 dan yang lainnya).

“Mencontek termasuk juga sifat orang munafik,” ujarnya.

Artinya, meski seseorang berpuasa penuh namun dirinya menyontek maka dia tidak mendapatkan ganjaran yang sempurna di sisi Allah.

Ustadz Khalid Basalamah pada kesempatan berbeda, mengingatkan untuk tidak menyontek.

Menyontek itu menurut Ustadz Khalid Basalamah adalah penyakit malas.

"Kapan pinternya kalau nyontek?," ungkap Ustadz Khalid.

Apakah Menelan Ludah Puasa Batal?

Satu di antara yang membatalkan puasa adalah menelan sesuatu melalui mulut.

Maka selagi tidak menelan maka tidak membatalkan puasa.

Lalu muncul pertanyaan, apakah menelan ludah atau air luar membatalkan puasa?

Menurut Buya Yahya, menelan ludah tidak membatalkan puasa dengan catatan:

1. Ludah sendiri.

Menelan ludah sendiri tidak membatalkan puasa

Sementara menelan ludah orang lain membatalkan puasa.

2. Ludah masih ada di dalam mulut.

Kalau ludah sudah ada di luar mulut, maka itu membatalkan puasa.

3. Ludah masih asli

Maksudnya adalah ludah yang belum campur dengan permen, belum campur dengan kopi dan lainnya.

Apakah bohong membatalkan puasa?

Satu diantara ajaran Nabi Muhammad SAW kepada umatnya adalah agar berkata jujur, dan tidak berbohong.

Karena berbohong merupakan salah satu ciri orang munafik.

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Nabi SAW bersabda: "Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berkata, ia bohong. Jika berjanji, ia meningkari dan jika diberikan kepercayaaan, dia khianat.” (Muttafaqun ‘Alaihi).

Oleh karena itu berbohong sangatlah tidak diperkenankan kapan pun waktunya.

Terlebih ketika sedang menjalankan ibadah puasa.

Lalu, apakah berbohong saat berpuasa itu bisa membatalkan puasa ?

Dikutip Tribunpontianak.co.id dari Bincangsyariah.com, berbohong bukanlah termasuk perkara yang membatalkan puasa

Karena hal-hal yang dapat membatalkan puasa menurut Imam Abu Syuja’ di dalam kitab Taqrib-nya ada sepuluh, yakni :

  1. Masuknya sesuatu secara sengaja hingga sampai ke lubang yang terbuka yang menjurus ke perut
  2. Masuknya sesuatu lewat lubang luka yang terdapat di bagian kepala
  3. Menuangkan obat pada salah satu kedua jalan (qubul dan dubur)
  4. Muntah dengan sengaja
  5. Bersetubuh secara sengaja (yaitu masuknya dzakar) ke dalam kemaluan wanita
  6. Keluarnya mani akibat dari sentuhan kulit secara langsung
  7. Haid
  8. Nifas
  9. Gila
  10. Murtad

Meskipun tidak sampai membatalkan puasa, tetapi menahan diri dari berbicara yang tidak baik atau berbohong saat berpuasa adalah bagian dari sunnah-sunnahnya puasa. Karena Nabi Saw. bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَل َبِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan zur, maka Allah tidak berkepentingan sedikitpun terhadap puasanya.” (HR. Al Bukhari).

Imam Ibnu Munir, imam Ibnul Arabi dan imam al Baidhawi sebagaimana dikutip oleh imam Ibnu Hajar di dalam kitab Fathul Bari berpendapat bahwa makna hadis tersebut adalah Allah tidak menerima puasanya orang yang berkata dan bertindak zur.

Zur oleh imam Ibnu Hajar diartikan dengan alkidzbu/dusta. Jadi meskipun secara syara puasanya sah, namun tidak dianggap oleh Allah karena ibadah puasanya dicampuri dengan kebohongan-kebohongan yang ia lakukan dan ucapkan.

Imam Ibnu Hajar di dalam kitabnya juga mengutip pendapat imam As Subki yang menyatakan bahwa sempurnanya ibadah puasa itu jika selamat dari berkata kotor dan berbohong.

Ini karena menjauhi hal-hal yang dapat membatalkan puasa itu adalah suatu kewajiban, sedangkan menjauhi hal-hal yang menyimpang adalah bagian dari kesempurnaan.

Sehingga, kebohongan yang diucapkan atau dilakukan saat berpuasa itu dapat mengurangi kesempurnaan pahala puasa yang sedang dijalankan.

Jadi, kesimpulannya berbohong saat puasa tidak dapat membatalkan puasa, karena ia bukan salah satu perkara yang membatalkan puasa.

Tetapi berbohong dapat mengurangi kesempurnaan pahala puasa, atau bahkan dapat menyebabkan tidak diterimanya amal puasa tersebut di sisi Allah Swt.

Oleh karena itu, marilah kita biasakan berkata jujur dan tidak berbohong.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved