Virus Corona Masuk Kalbar
Pengalaman Tak Menyenangkan Para Tim Posko Covid-19 Dinas Kesehatan, Ditolak hingga Dimaki Warga
Ada yang marah, maki-maki. Ada juga yang kasih semangat. Tapi banyaknya mereka ndak kooperatif. Padahal kami butuh jawaban mereka
Penulis: Agus Pujianto | Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SINTANG - Pengalaman tak mengenakan dirasakan para tenaga kesehatan yang bertugas di Posko Covid-19 Dinas Kesehatan, Kabupaten Sintang.
Stigma negatif di masyarakat bahwa ODP berbahaya dan dijauhi masyarakat membuat upaya pencegahan virus corona terhambat.
Niat baik para tenaga medis di lapangan tak jarang berujung penolakan, hingga makian.
"Sekitar 40 persen warga yang marah, marah ketika dihubungi," kata Relly Julita kepada Tribun Pontianak, Kamis (8/4/2020)
Tata, sapaan akrabnya merupakan tim yang bertugas dibagian Penyelidikan Epidemiologi (PE) di Posko Covid-19 Dinas Kesehatan Kabupaten Sintang.
Relly Julita tidak sendiri, ada puluhan tenaga kesehatan lainnya yang bertugas menelusuri riwayat warga yang baru bepergian ke luar daerah yang sudah terkonfirmsi kasus corona.
Di Posko Covid, dibagi menjadi beberapa tim. Ada bagian surveilans, Penyelidikan Epidemiologi, evakuasi, managemen data, disinfektan, laboratorium, penjaring hingga Call Center.
Sejak Posko Covid-19 dibentuk dan dibuka 24 jam, banyak sekali aduan yang masuk dari masyarakat yang melaporkan dirinya baru pulang dari bepergian ke luar Kabupaten Sintang, karena kesadaran masyarakat tinggi melaporkan dirinya ke Posko Covid-19.
Data kumulatif per 14 Maret sampai dengan 9 April 2020, jumlah laporan yang maduk ke Posko Covid-19 mencapai 2.494. Lepas masa karantina mandiri, 1.184. Dari jumlah itu, ada 203 orang ODP yang dihubungi oleh Call Center.
"Saya sehari hubungi 100 sampai 200 orang," sebut Relly Julita.
Warga yang tidak kooperatif dalam memberikan data riwayat perjalanan, alamat hingga kondisi kesehatan menyulitkan tim melakukan pencegahan penyebaran Covid-19.
Data ini penting, sebagai pijakan mengambil tindakan medis apabila ada warga yang mengalami gejala mirip corona, seperti batuk, pilek dan demam.
• Pimpin Rapat dan Lakukan Kesepakatan Bersama Lintas Sektoral Hadapi Covid-19, Ini Penjelasan Erlina
"Kebanyakan yang ditelepon banyak yang tidak kooperatif, ada yang ndak ngerti dengan apa yang kita maksud. Kita tanya tapi dikira seolah kita mendiagnosa mereka. Padahal tidak," ungkap Relly Julita.
Tak sedikit umpatan yang keluar dari ujung telepon ketika Tata menghubungi dan menayakan kabar warga yang melapor.
Namun, Relly Julita menyadari masyarakat mungkin masih shock dengan pandemi corona yang saat ini mewabah di perjuru dunia.
"Ada yang marah, maki-maki. Ada juga yang kasih semangat. Tapi banyaknya mereka ndak kooperatif. Padahal kami butuh jawaban mereka," kata Relly Julita.
Tata menduga, masyarakat tidak kooperatif karena khawatir apabila ada gejala mirip corona lantas dijemput oleh tim lalu diisolasi. Padahal, tidak demikian.
"Masyarakat berfikir, karantina itu kayak diisolasi dalam ruangan, atau dijemput paksa terus masuk rumah sakit dan ndak boleh keluar. Padahal, tidak demikian," ujar Relly Julita.
Untuk diketahui, pemerintah mengklasifikasi untuk pencegahan Covid 19. Setiap orang yang melaporkan diri ke Posko Covid setelah bepergian ke daerah yang terkonfirmasi atau pernah kontak erat dengan kasus confirmasi Covid yang tidak punya gejala masuk klasikifasi Orang Tanpa Gejala (OTG).
Kemudian, apabila orang tersebut memiliki gejala mirip seperti Covid-19 seperti demam tinggi disertai batuk, pilek dan ada riwayat tinggal atau perjalanan ke daerah terkonfirmasi, maka diklasifikan sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP), ini pun harus disertai dengan keterangan dokter.
Klasifikasi meningkat ke Pasien Dalam Pengawasan (PDP) apabila orang tersebut dicurigai terpapar corona dan harus dirawat intensif di rumah sakit.
• Kapolsek Pemangkat Bagikan Masker Ditengah Wabah Covid-19
Kejujuran warga penting untuk pencegahan penularan virus corona. Setiap warga yang melapor, tim akan menghubungi setiap harinya untuk memantau kondisinya.
Apabila ada keluhan seperti gejala Corona, tim evakuasi juga akan datang ke rumah warga tersebut. Sayangnya, tidak semua warga kooperatif.
"Padahal kita telpon mereka kita tanya riwayat perjalaan, ada keluhan tidak, intinya kita nanya mereka itu untuk kita mau tahu memantau keadaan kesehatan mereka. Misal ada salah satu gejala kita langsung proses biar meminimalisir gejalanya. Laporan itu dianalisis dokter. Kalau batuk biasa bahkan kita kasih obat. Kalau ndak sembuh, kita ambil tindakan," beber Relly Julita.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr Achmad Yurianto mengatakan orang yang melakukan isolasi mandiri bukan berarti untuk diasingkan oleh masyarakat.
Dalam hal ini masyarakat diharapkan dapat memahami agar tidak terjadi salah pengertian dan penanganan warga yang sedang melakukan isolasi mandiri sebagai upaya memutus rantai penyebaran covid-19.
"Bukan berarti isolasi sosial atau diasingkan,” terang Yuri di Gedung Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, seperti rilis yang diterima Tribun Pontianak.
Dalam hal ini isolasi mandiri menjadi kunci penting sebagai upaya pencegahan virus SARS-CoV-2 atau Corona penyebab Covid-19 yang menular kepada orang tidak sakit terutama rentan tertular.
Yurianto mengatakan isolasi diri bukan berarti diasingkan melainkan dalam konteks menjaga jarak fisik.
Sebab, COVID-19 ini menular melalui percikan ludah atau droplet yang keluar dari yang sakit saat dia berbicara, batuk atau bersin. Itu menjangkau jarak sekitar satu hingga 1,5 meter.
Jika seseorang mengisolasi diri, maka dia masih boleh berada di tengah keluarga. Namun harus menjaga kontak fisik dan tidak boleh berjarak kurang dari dua meter dari anggota keluarga yang lain.
"Harus pakai masker terus, supaya percikan ludahnya tertahan di masker," jelas dia.
Isolasi mandiri bertujuan untuk melindungi masyarakat yang sehat, agar tidak tertular virus COVID-19.Yuri menjelaskan kontak sosial tetap boleh dilakukan, namun jarak sosial harus tetap dijaga. Masker yang digunakan pun masker apa saja.
Isolasi diri, tidak harus berkelompok. Melainkan bisa satu orang di rumah, bersama anggota keluarga yang lain. Asalnya menggunakan alat makan sendiri, tidak kontak dekat dengan keluarga, dan menggunakan masker.
Selain itu, perlu juga memastikan individu yang melakukan isolasi mandiri itu tetap gembira, karena perasaan stres sangat mempengaruhi status imunitas seseorang."Kuncinya, isolasi mandiri bisa dimana saja tapi harus membawa rasa tenang," imbuh dia
Sayangnya, beberapa hari terakhir intensitas laporan warga berkurang.
Padahal, keluar masuk warga dari luar Sintang masih banyak. Warga enggan melaporkan diri, lantaran tidak menunjukan gejala corona. Padahal OTG ini 86 persen orang yang terpapar Covid-19 tidak terdeteksi dan tidak memiliki gejala.
"Begitu dia pulang dari luar daerah, tidak ada gejala batuk, pilek, demam, makanya tidak melapor. Padahal itu bisa diklasifikasikan OTG. Itu tetap kita pantau. Kita tidak mau kecolongan, tau tau muncul satu PDP. Saya tidak mau masyarakat terlena karena masih belum ada kasus, jadi santai-santai tidak waspada," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sintang, Harysinto Linoh.
Stigma negatif masyarakat terhadap ODP juga menyulitkan upaya penelusuran riwayat pelapor. Harusnya, masyarakat memang dianjurkan waspada, akan tetapi bukan berarti menjauhi dan mengusir warga yang baru datang dari luar daerah.
“Sekarang ini, sifat sosial sudah mau hilang. Orang pingsan bukan ditolong, tetapi telepon hotline minta tim turun. Sosial distancing ekstrem. Kejadian lain tetangga pingsan, istrinya minta tolong tetangga, tapi ndak ada yang mau nolong. Semua nelpon kamin, tim kami datang. Kita minta masyarakat jangan takut, tapi waspada. Jangan lah hilang sifat sosial kita," pinta Harysinto Linoh.
Akibat dari stigma negatif itu juga menyebabkan perlakuan tak mengenakan diterima para tim evakuasi. Selain tak kooperatif, warga juga ada yang menolak kedatangan tim yang menggunakan APD lengkap. Mereka takut, apabila dikunjungi tim dengan APD lengkap, akan dikucilkan oleh tetangga.
"Tim diusir gegara bawa ambulance dan APD lengkap. Mereka takut akan dijauhi warga. Padahal, kami lakukan itu sesuai dengan SOP. Tapi masyarakat tidak terima. Kami diusir. Telepon dimatikan. Kena maki-maki pun ada. Tolong lah, jangan mengucilkan orang. Jangan hilang sifat sosial kita," harap Harysinto Linoh.
Penolakan itu lah yang dialami tim evakuasi seperti Dedi Kosasi ketika tim berkunjung ke rumah warga berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP) yang mempuyai riwayat perjalanan ke Pontianak dan mengalami demam.
Padahal, sebelum mengevakuasi ODP, Dedi dan timnya sudah melakukan komunikasi persuasif. Mendatangi beberapa tetangga tanpa APD, untuk mencari alamat warga tersebut. Supaya, ketika tim dengan APD lengkap bergerak, tidak membuat warga heboh.
Cara lainnya, tim evakuasi akan terlebih dahulu menghubungi orang bersangkutan supaya tidak kaget ketika didatangi tim evakuai dengan APD lengkap.
"Tapi ketika kami turun menggunakan APD lengkap, yang bersangkutan menolak anaknya dibawa untuk diperiksa kesehatannya. Dia bilang, ‘tidak menerima dengan APD lengkap. Kalau pakai APD lengkap, saya ndak mau,” kata Dedi menirukan ucapan penolakan warga.
Lebih dari satu kali tim evakuasi mengalami penolakan. Padahal sesuai dengan prosedurnya, tim evakuasi harus mengenakan atribut lengkap untuk menjaga dan menghindari kontak langsung supaya tidak tertular corona. Apalagi, Dedi dan timnya tugasnya cukup berat: kontak pertama dengan orang yang belum diketahui statusnya.
"Sebenarnya tidak sampai diusir. Warga hanya mau terima kami, kalau tidak pakai APD. Kami maklumi. Saya coba intropeksi diri. Saya berprinsip, apapun masalah pasti ada solusinya. Saya memosisikan diri sebagai bagian dari mereka yang punya anak kecil. Lebih pada pendekatan keluarga,” ungkap pria bertubuh gempal ini. “Intinya, kita harus bisa menempatkan diri pada posisi mereka.”
Setelah berhasil membawa ODP ke rumah sakit untuk diperiksa, tim evakuasi tak bisa langsung pulang. Masih dengan APD lengkap, mereka menunggu berjam-jam menunggu hasil lab keluar menahan pengap, haus dan lapar. “Mau ke warung ndak mungkin, bersihkanya gimana,” ujarnya.
Bupati Sintang, Jarot Winarno menyebut, penerapan sosial distancing (jaga jarak sosial) berakibat rasa solidaritas di masyarakat tercerabut. Dampak lainnya, masyarakat merasa was-was, takut dan cenderung berprasangka tidak baik.
“Sosial distancing berdampak menyerabut rasa solidaritas masyarakat kita. Di posko mendapat telpon satu pasien pingsan ndak ada yang bantu, nyentuh. Padahal biasanya, kalau tetangga menyunatkan anak, kalau kita bisa bantu kelapa, bantu kelapa. (sejak wabah corona) ada kejadian di satu tempat pingsan, yang dilakukan tetangga menelpon ke posko meminta perawat menjemputnya, tetangga satupun ndak ada yang berani masuk. Setelah tim datang meriksa, warga rapat mau mengusirnya. Ini dampaknya, saya minta kita semuanya menjaga. Ada lagi, kita pernah rapid test ODP, hasilnya negatif. Tetapi tetangganya lalu melakukan rapat, akan memaksa yang bersangkutan masuk ke rumah sakit, atau mengusir yang bersangkutan,” beber Jarot.
Jarot menegaskan, sampai saat ini, Kabupaten Sintang tidak ada satupun PDP. Meskipun belum ada, Jarot mengingatkan bahwa 86 persen penderita covid 19 tidak terdetekasi atau tidak memiliki gejala. “ Sungguh pun Sintang belum ada, kita harus tetap waspada. Berat tugas kita menjaga bagaimana agar sintang bebas dari corona. Tidak ada jalan lain, seluruh masyarakat harus waspada. Satu kali sintang jebol, akan menjadi episentrum baru penularan corona wilayah timur kalbar,” jelasnya.
Anggota Komisi C Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang, Mainar Puspa Sari mengimbau supaya masyarakat tidak perlu takut dengan tim Dinas Kesehatan yang menjenguk pasien ke rumah mengenakan APD lengkap. Justru kata dia, tenaga kesehatan berupaya membantu menyelamatkan dan memutus mata rantai penularan Covid-19.
“Masyarakat gak perlu takut, justru kita bisa terselamatkan dengan ODP sesuai prosedur Dinkes. Kesadaran masyarakat dalam hal ini sangatlah membantu untuk kita bersama memerangi covid-19 ini untuk memutus mata rantai Corona. Saya berharap masyarakat Sintang sudah cerdas memahami apa artinya wabah ini,” kata Mainar.
Mainar mengajak seluruh masyarakat mengikuti anjuran pemerintah dalam memerangi covid dengan cara hidup sehat dan sementara waktu ini stay at home, lakukan pola hidup bersih.
“Kuncinya dari diri kita sendiri, kesadaran diri kita untuk memutus rantai penyebaran virus ini. Bagi yang baru datang dari luar kota diharapkan kesadarannya untuk melaporkan diri ke posko covid dinkes sintang segera setelah tiba dari luar kota,” imbau Mainar Puspa Sari.
Update berita pilihan
tribunpontianak.co.id di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribunpontianak
Update Informasi Kamu Via Launcher Tribun Pontianak Berikut: