Setelah Putusan Bebas Peladang, Selanjutnya Bagaimana?

Praktik berladang dengan berkearifan lokal menjadi kunci atas usaha bertani masyarakat di komunitas secara turun-temurun...

Penulis: Stefanus Akim | Editor: Stefanus Akim
IST/DOK Persatuan Peladang Tradisional Kalbar
BERSIHKAN LADANG - Sejumlah perempuan peladang membersihkan ladang dari rumput. 

Karenanya, memastikan produk hukum dan kebijakan berpihak pada Peladang menjadi pekerjaan rumah bersama yang perlu diraih ke depan. Selain itu, upaya untuk menggali pengetahuan dan mendokumentasikan praktik berladang dengan aneka jenis varietas padi yang biasa ditanam pada berbagai masyarakat di komunitas juga perlu segera dimulai oleh ‘generasi Peladang’ saat ini. Agar public kian melek dan memahami mengenai praktik berladang berkearifan lokal yang dilakukan.

TANAM PADI - Para peladang tradisional di Kalbar menanam padi di ladang mereka. Kegiatan ini dalam bahasa Dayak Ahe disebut dengan
TANAM PADI - Para peladang tradisional di Kalbar menanam padi di ladang mereka. Kegiatan ini dalam bahasa Dayak Ahe disebut dengan "Nugal". (IST/DOK Persatuan Peladang Tradisional Kalbar)

Pun demikian tentu putusan bebas atas para Peladang tidak lantas harus membuat kita lupa, bahwa tantangan serius bagi Peladang sedang di depan mata. Sekalipun Gubernur beberapa waktu terakhir sempat melontarkan pernyataan akan membuat ‘Pergub Peladang’, tetapi bisa saja hal tersebut hanya jualan saja. Karena toh Pergub yang dimaksud juga belum terbit. Pada sisi lain kini, pemerintah bahkan sedang mendorong Raperda Pencegahan Karhutla ‘Pekara’ Kalimantan Barat yang kini sedang digodok, namun secara substansi kiblatnya masih belum berpihak pada Peladang?! Bahkan ‘Raperda Pekara Peladang’ tersebut rentan menjadi dasar hukum di daerah untuk menghentikan praktik berladang dengan cara yang seolah ‘beradab’?!

Karenanya, putusan bebas terhadap enam Peladang sedianya menjadi momentum penting untuk memastikan kemerdekaan bagi para Peladang dalam mengusahakan pangan untuk hidup dan keberlanjutan kehidupan. Tonggak penting guna memastikan Peladang tetap berdaulat atas pangan dan sumber kehidupannya yang diikuti dengan produk hukum yang jelas dan tegas berpihak pada mereka. Bebasnya enam Peladang sejatinya momentum penting guna meneguhkan keberpihakan pada praktik berladang berkearifan lokal oleh masyarakat di komunitas. Saat yang baik pula jika boleh kita diamini, 9 Maret (lalu) sebagai ‘Hari Kebangkitan Peladang’ di Nusantara. (*/Penulis juga aktivis Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi Kalbar)

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved