Imam dan Umat Paroki Pemangkat Kenang 110 Tahun Hadirnya Gereja Katolik di Pelanjau
Puncak Kegiatan live in adalah prosesi pemberkatan lokasi perencanaan pembangunan patung misonaris Pater Honoratus OFM Cap
Penulis: Stefanus Akim | Editor: Stefanus Akim
Citizen Reporter
Laporan: Paulus Mashuri | Ketua Komisi Komsos Keuskupan Agung Pontianak
PONTIANAK - "Gembala Berbau Domba" demikian tema live in yang berlangsung pada 10-13 Maret 2020 dan diikuti 14 orang imam, dan 2 orang frater. Kegiatan live in diawali dengan misa pembukaan bersama umat paroki Santo Yosep Pemangkat, sore hari, pada 9 Maret 2020. Misa dipimpin oleh Uskup Agustinus Agus.
Usai misa, para imam diosesan mengadakan pertemuan singkat membicarakan kesiapan untuk kegiatan live in besok harinya, pada 10 Maret 2020. Para imam diosesan disebar di 9 stasi yang ada di Paroki Santo Yosep Pemangkat selama kurang lebih 3 hari 3 malam. Stasi adalah istilah kewilayahan dalam Gereja Katolik yang berada dalam Paroki.
Stasi Pelanjau, satu dari sembilan stasi yang ada di Paroki Santo Yosep Pemangkat, merupakan stasi yang akan menjadi perhatian khusus pada kegiatan live in kali ini. Pasalnya, selain karena Uskup Agustinus Agus, didampingi RD Alexander Mardalis (Pastor Kepala Paroki Santo Yosep Pemangkat), dan RD Fransiskus Apololinus (Pastor Rekan Paroki Santo Pius X Bengkayang).
Selama kegiatan live in, akan tinggal di rumah umat dan bergaul dengan umat di stasi ini. Selain itu karena stasi/dusun Pelanjau yang terletak di desa Bukit Sigoler, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas ini merupakan daerah misi pertama di Pemangkat yang dikunjungi misionaris.
Pada 22 Desember 1879, Pater WJ Stall SJ sebagai Pastor Paroki Singkawang telah lama menjajaki Pemangkat sebagai daerah misi. Ia juga telah membaptis empat umat perdana di Pemangkat.
Karena kevakuman tenaga misionaris dari tahun 1896–1905, maka tahun 1905 Prefektur Apostolik Borneo resmi berdiri. Sri Paus menyerahkan seluruh pulau Borneo sebagai daerah misi kepada Ordo Kapusin.
Pada tahun 1906, Pemangkat kembali dikunjungi oleh Pastor Beatus OFM Cap dari Singkawang. Kunjungan pertama kali di Pelanjau, pada 10 Oktober 1908, oleh Pastor Paroki Pemangkat, Pater Marcellus OFM Cap. Selanjutnya pada 1910, Dusun Pelanjau dijadikan sebagai stasi dengan ditandai adanya pembangunan sekolah, gereja, dan pastoran. Kemudian Pastor Honoratus OFM Cap sebagai misionaris tinggal menetap dan melayani umat di Pelanjau mulai tahun 1913.
Pada waktu wabah cacar yang menimbulkan banyak korban termasuk Pastor Honoratus, OFM Cap. Beliau meninggal, pada Minggu 1 September 1918. Tahun 1920, sekolah di Pelanjau ditutup, dan paroki kembali ke Pemangkat.
Inilah yang menguatkan mengapa kegiatan live in para imam diosesan Keuskupan Agung Pontianak tahun 2020 ini puncak acaranya dipusatkan di Dusun Pelanjau, yaitu sekaligus untuk merayakan 110 tahun hadirnya Gereja Katolik oleh para misionaris di dusun Pelanjau.
Umat Sambut Kehadiran Gembala
Pada 10 Maret 2020, pukul 14.30 WIB, umat stasi Pelanjau sudah memenuhi kiri-kanan jalan yang berada di dekat rumah adat dusun Pelanjau. Barisan umat ini, rupanya menanti kedatangan Uskup Agustinus Agus di dusun mereka.
Penyambutan ini menjadi pertanda bahwa kehadiran Uskup Agustinus Agus dan juga peserta live in di Stasi Pelanjau tidak hanya menjadi tamu umat Katolik di Dusun Pelanjau tetapi juga tamu masyarakat desa Bukit Sigoler.
Tepat pukul 15.00, rombongan Uskup Agustinus Agus tiba di dusun Pelanjau, dan langsung disambut dengan tarian adat setempat. Kemudian Uskup berkenan pula menyalami umat yang memang sudah rindu akan kehadiran sang gembala mereka.
Prosesi penyambutan berangsung hingga pukul 16.30. Sebelum beristirahat, Uskup mengajak umat bersama-sama menyanyikan lagu, "Betapa Hatiku Berterima Kasih Tuhan".
Selanjutnya, Tim Musik dari Komsos Keuskupan Agung Pontianak mengambil alih acara untuk hiburan rakyat hingga malam hari. Sementara untuk para imam diosesan yang live in di stasi lain, juga disambut dengan sangat antusias oleh umat setempat.

Menemukan Benih-benih Sabda
Setelah upacara penyambutan dan penerimaan resmi, peserta diantar menuju tempat live in dan tinggal bersama umat yang tersebar di 9 stasi. Perjalanan menuju stasi-stasi live in ternyata tidak semudah yang dibayangkan.