Menlu AS Michael R Pompeo Soroti Praktik HAM di China, Iran, Venezuela, dan Kuba
Michael R Pompeo menunding di China, menggunakan sistem pengintaian berteknologi tinggi untuk mengawasi orang-orang yang berpotensi membangkang
Penulis: Stefanus Akim | Editor: Stefanus Akim
WASHINGTON - Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Michael R Pompeo menyoroti praktik hak asasi manusia (HAM) di sejumlah negara. Dalam keterangan pers di Washington, Rabu, 11 Maret 2020, Michael R Pompeo, menyebutkan setiap tahun selama 44 tahun, Departemen Luar Negeri mengeluarkan laporan hak asasi manusia berbasis fakta paling komprehensif.
Dikatakan, Michael R Pompeo, anggota tim Departemen Luar Negeri di Washington dan kedutaan besar AS di seluruh dunia bekerja sama dengan para pakar di berbagai negara untuk menyelesaikan pekerjan paling penting terkait topik penting ini.
“Mereka senantiasa menetapkan standar tertinggi, dan tahun ini pun tidak berbeda,” kata Michael R Pompeo dalam rilis yang dikirim Kedutaan Besar AS di Jakarta kepada Tribun Pontianak.
“Ini merupakan misi yang luas dan menantang, tapi hak asasi manusia adalah inti dari apa yang kita percayai sebagai rakyat Amerika, sehingga kita harus menjalankan ini dengan baik. Kepada Asisten Menteri Destro dan semua yang ikut mengerjakan laporan ini, saya ucapkan selamat. Terima kasih atas kerja kerasnya,” ujar Michael R Pompeo.
Ia menyebutkan, sebagaimana yang tertuang dalam dokumen-dokumen yang menjadi dasar pendirian negara kita, tidak ada hal yang lebih fundamental bagi identitas nasional kita selain kepercayaan kita terhadap hak dan martabat setiap manusia. Ini termaktub dalam Deklarasi Kemerdekaan kita.
“Terkait hal ini, semua warga Amerika mempunyai prinsip yang sama dengan orang-orang yang cinta damai di seluruh dunia,” ujarnya.
Michael R Pompeo menyebutkan, Komisi Hak Asasi Departemen Luar Negeri sedang menggali akar mendalam kepercayaan fundamental rakyat Amerika terhadap nilai-nilai ini, dan dirinya menantikan untuk menerima hasil temuan mereka, sekitar perayaan 4 Juli tahun ini, yang merupakaan saat yang tepat.
“Kita diberkati dengan hak asasi manusia di rumah kita yang terjaga. Namun, kita semua tahu bahwa hak hidup dan kebebasan serta mengejar kebahagiaan tidak hanya milik rakyat Amerika, tapi juga semua orang di mana pun mereka berada,” katanya.
Lebih jauh ia mengatakan, hari ini, laporan ini menyinari tempat-tempat gelap yang melanggar hak-hak yang tadi disebutkan. “Pagi ini saya ingin menggarisbawahi beberapa contoh pelanggaran hak asasi manusia yang ditulis di dalam laporan 2019 yang terjadi di China, Iran, Venezuela, dan Kuba.”
Michael R Pompeo menunding di China, Partai Komunis China menggunakan sistem pengintaian berteknologi tinggi untuk mengawasi orang-orang yang berpotensi menjadi pembangkang. “China memenjarakan pengikut agama minoritas di kamp interniran, sebagai bagian dari sejarah antipati terhadap pemeluk agama tersebut,” katanya.
“Seperti yang saya katakan tadi, catatan Partai Komunis China di Xinjiang merupakan ‘noda abad ini.’ China mencoba menutup-nutupi aksinya dengan cara mengintimidasi para jurnalis. Warga negara China yang menginkan masa depan yang lebih baik dibalas dengan kekerasan. Pada Bulan Juli, Wang Meiyu berdiri di depan kantor polisi untuk menuntut diadakan pemilihan. Polisi menangkapnya, dan kurang dari tiga bulan kemudian istrinya mendapat telepon. Wang Meiyu meninggal dunia,” tambahnya.
Michael R Pompeo menyebutkan, istri Wang Meiyu tidak pernah mendapatkan penjelasan. Justru ia diminta datang untuk mengidentifikasi jenazah yang sudah sangat memar dan rusak hingga hampir tidak bisa dikenali.
Disebutkan, Michael R Pompeo, penyiksaan semacam ini juga tidak asing di Iran. “Beberapa bulan yang lalu, pada 19 Desember, saya berbicara tentang Pouya Bakhtiari. Ia adalah seorang teknisi muda berusia 27 tahun, dan satu dari ratusan ribu warga Iran yang memprotes rezim di sana musim gugur lalu. Ibundanya, Nahid, berada di sana bersamanya,” ujar Menlu AS tersebut.
Dikatakan, pada penghujung hari, mereka tidak lagi berbaris bersampingan. Nahid memeluk jenazah putranya. “Pouya ditembak di kepala oleh aparat keamanan. Namun, mimpi buruk keluarganya belum berakhir. Sejak paparan saya tiga bulan yang lalu, rezim di Iran melarang keluarga Pouya untuk berduka mengikuti kepercayaan yang mereka anut. Ketika mereka mencoba memakamkan Pouya, keponakan, kakek-nenek, orang tua, dan anggota keluarganya yang lain ditangkap,” kata Michael R Pompeo.
Michael R Pompeo, menyebutkan, mereka sekarang telah dibebaskan, tapi mereka hidup dalam ketakutan sebagai tahanan rumah. “Hari ini, saya ingin orang-orang Iran yang hebat seperti keluarga Bakhtiari tahu bahwa Amerika mengenang mereka yang telah pergi dan berjuang untuk kemerdekaan mereka,” ujarnya.