Bermalam di Hutan, Survei Sarang Orang Utan di Taman Nasional Gunung Palung
Dugaan kami, keberadaan orang utan sangat sedikit, bahkan mungkin saja sudah pindah ke tempat lain yang lebih aman.
Penulis: Stefanus Akim | Editor: Stefanus Akim
CITIZEN REPORTER
* Penulis: Petrus Kanisius & Andre Ronaldo | Yayasan Palung
Yayasan Palung dan Balai Taman Nasional Gunung Palung (BTNGP) melakukan survei sarang orang utan dan fenologi pohon pakan orang utan di sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Palung. Lokasi tersebut di Desa Sempurna dan Matan Jaya dan digelar pada 10 Februari sampai 1 Maret 2020. Saat survei kami bermalam di hutan yang saat itu dalam kondisi banjir.
Survei di dua desa ini merupakan survei sarang terakhir dari survei sarang jangka panjang yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2019. Survei sarang ini dilaksanakan di 13 lokasi dengan total 50 transek.
Pertama, kami melakukan survei di Desa Sempurna selama dua minggu. Kami berangkat menggunakan kendaraan roda empat double gardan dengan melewati jalan tanah yang becek.
Mobil sempat amblas, kami berusaha mendorong namun gagal. Hingga hari menjelang malam, kemudian kami mencari bantuan, untung saja ada alat berat terdekat. Akhirnya mobil kami berhasil ditarik alat berat tersebut. Kami melanjutkan perjalanan dan sampai di Resort Jihing pada malam hari.

Lokasi survei di Desa Sempurna merupakan hutan sekunder, dengan tipe habitat hutan rawa air tawar. Di desa ini terdapat 2 lokasi survei, masing-masing 4 transek, panjang transek 1 km, jarak antar transek 200 meter.
Jarak dari resort Jihing ke titik lokasi pertama adalah 5 km, sedangkan lokasi kedua berjarak 8 km. Kami menggunakan longboat menyusuri anak sungai dengan jarak tempuh kurang lebih 1 km. Kemudian, dilanjutkan dengan berjalan kaki melewati jalan berbukit dan rawa terendam. Kami sangat terbantu oleh porter untuk membawa perlengkapan riset dan logistik melewati medan yang ekstrim.
Di lokasi survei Desa Sempurna kami tidak membuat tenda di tanah, melainkan menggunakan flying camp (menggunakan hammock dan flysheet) untuk istirahat karena kondisi banjir.
Sedangkan untuk logistik, diamankan di satu titik yang tanah sedikit tinggi (mungguk/natai dalam istilah lokal) agar tidak terkena banjir. Tipe habitat pada lokasi itu adalah hutan rawa air tawar, jadi tergenang air saat musim penghujan. Hal ini menjadi tantangan saat melakukan survei, walaupun demikian survei masih bisa berjalan lancar.

Selanjutnya Survei dilakukan di Desa Matan Jaya, kami berangkat dari Dusun Pangkalan Jihing menuju Matan melewati jalan tanah (jalan perusahaan), tidak ada hambatan hingga kami sampai di Resort Matan.
Jarak dari Resort Matan ke transek kurang lebih 15 km, menggunakan mobil sampai ke bekas camp perusahaan kurang lebih 14 km, dari camp bekas perusahaan ke lokasi kurang lebih 1 km.
Kami menginap di bekas camp perusahaan karena kondisi tidak memungkinkan membuat tenda di lokasi survei yang sedang banjir. Ada kekhawatiran kami saat banjir, ular, dan buaya bisa saja menghampiri kami.
Sama halnya dengan di Desa Sempurna lokasi survei di Matan berupa hutan sekunder dengan tipe habitat rawa air tawar.

Habitat ini akan terendam air pada musim hujan. Tinggi air pada hari pertama survei setinggi lutut, kemudian semakin hari air semakin tinggi karena hujan di hulu sungai. Ketinggian air mencapai 1 meter lebih (setinggi dada), namun banjir tinggi hanya di jalan menuju lokasi.