Tangkal Virus Corona
BEDA Kisah Mahasiswi China Asal Pontianak dengan Pengacara Chen Qiushi Tentang Virus Corona Attack
Sebelum keluar dan juga saat hendak masuk kembali ke kampus, mereka diberikan semprotan seperti vaksin untuk mencegah wabah corona.
BEDA Kisah Mahasiswi China Asal Pontianak dengan Pengacara Chen Qiushi Tentang Virus Corona Attack
PONTIANAK - Beragam pendapat muncul ketika corona jadi virus mematikan di dunia terutama Wuhan China, asal muasal virus tersebut.
Ada yang menilai pemerintah China sangat tanggap untuk mematikan virus ini, dan ada juga sebaliknya.
Mahasiswa Indonesia yang baru saja dipulangkan dari Wuhan ke Tanah Air, mengaku pemerintah China sangat maksimal.
Sebaliknya seorang pengacara yang juga citizen jurnalis di China, Chen Qiushi mengabarkan fakta sebaliknya.
Bahkan atas informasi yang ia sampaikan via media sosial, Chen dilaporkan hilang.
Dilansir Time.com, berusia 34 tahun itu termasuk sosok yang menonjol di China.
Chen sangat intens dan vokal menyiarkan apa pun kabar mengenai kondisi sebenarnya di Wuhan, China.
• Nasib Mahasiswa WNI yang Ingin Berkuliah di Wuhan Pasca Wabah Corona, Menkes Terawan Bereaksi
"Kenapa saya di siini? Karena ini adalah tugas saya menjadi citizen journalist," kata Chen dalam sebuah video di luar stasiun kereta.
"Jurnalis macam apa jika kamu tidak berani bergegas ke garis depan dalam bencana?" imbuhnya.
Chen mengkritisi penanganan petugas medis terhadap pasien virus corona.
"Masker, pakaian pelindung, persediaan, semuanya tidak memadai," ujar Chen di sebuah ruangan.
"Dan yang paling penting, tidak cukupnya alat penguji dan diagnosis," lanjutnya.
Sementara itu, bangsal rumah sakit telah penuh dan jumlah dokter tidak cukup untuk menangani.
• NASIB Pengacara Chen Qiushi Bongkar Rahasia China Tangani Virus Corona, Chen Kini Menghilang
Alhamdulillah Anak Saya Sehat
Fakta lain diungkapkan, Syarifah Nurus Soffia Perwira Putri, Mahasiswi di China asal Pontianak, Kalimantan Barat.
Syarifah Nurus Soffia Perwira Putri baru saja tiba di rumah keluarga Jl Tanjungraya II, Kecamatan Pontianak Timur, Minggu (16/2/2020), dalam kondisi sehat tak terpapar virus corona.
Ibunda Syarifah, Titik Sri Wahyuti terus mengucap syukur kepada Allah SWT lantaran anaknya kembali dalam keadaan sehat.
Syarifah adalah satu di antara empat warga Kalbar yang ikut menjalani masa observasi di Natuna usai kembali dari lokasi terdampak virus corona di Provinsi Hubei, Cina.
“Rasanya senang sekali. Puji syukur kita panjatkan kepada Allah. Anak saya dari sana sehat dan sampai Kalimantan Barat juga. Alhamdulillah sehat,” kata Titik.
Ia berterimakasih kepada pemerintah, KBRI, Kemensos dan semuanya yang membantu anak saya dari Xianning ke Wuhan kemudian ke Kalbar.
Sejak kasus corona mencuat, ia sebagai orangtua sangat cemas.
Namun, komunikasi intensif yang ia bangun dengan sang anak membuat Titik mendapat informasi yang benar terkait kondisi sang anak.
“Kita selalu video call atau pakai WeChat sama anak. Dia juga selalu memberitahukan kondisinya. Jadi kita sebagai orangtua tenang,” kata Titik.
Kekhawatiran Titik juga hilang lantaran Sofi selalu menenangkan dirinya.
“Mama jangan percaya dengan berita itu. Mama harus percaya dengan saya. Mama percaya Medsos atau percaya dengan anak,” kata Titik mencontohkan pernyataan Sofi.
Lewat video call, Sofi terus berupaya menenangkan orangtuanya. Sang anak, kata Titik, menampilkan masker dan makanan dalam video.
Upaya Sofi ini yang membuat kekhawatirannya hilang.
Terkait pendidikan sang anak, Titik memastikan akan melihat kondisi terkini Xianning dan Wuhan.
“Kalau kondisi di Xianning dan Wuhan sudah kondusif, kami selaku orangtua tentu membolehkannya kembali kuliah ke sana,” pungkasnya.
Rasa bahagia juga disampaikan Syarifah Nurus Soffia Perwira Putri. Sofi sapaan akrabnya, merupakan mahasiswi semester 6 di Hubei University Of Science And Technology.
Sofi bersama 237 Warga Negara Indonesia (WNI) lainnya menjalani karantina dan observasi di Kabupaten Natuna sejak 2-15 Februari 2020.
Ia dan ratusan WNI dinyatakan sehat dan tak terinveksi virus corona.
"Sejak evakuasi sampai kita di karantina pemerintah benar-benar memberikan perhatian sangat baik. Kita diberikan fasilitas untuk sehari-hari, kesehatan, diberikan terapi psikologis, pengamanan dari bapak TNI Polri juga. Semuanya senang aja. Benar-benar menjadi rakyat Indonesia," ujar Sofi kepada wartawan.
Sofi menempuh studi di Xianning, Provinsi Wuhan yang jaraknya 90 Km dari Wuhan.
Ia mengatakan, selama menjalani evakuasi sampai karantina, perhatian pemerintah Indonesia dan pemerintah Cina sangat luar biasa.
Ia bersama warga lainnya menjalani proses dengan sangat baik. Ia bahkan dapat saling mengenal satu sama yang lain.
Mereka mengikuti senam setiap pagi, bermain bersama bahkan menjalin keakraban dengan TNI, Polri, KBRI, Kemenkes, dan lainnya.
"Saat kita masih dievakuasi di Wuhan, kita juga mendapat perhatian cukup baik dari KBRI. Kita diberi uang untuk keperluan sehari-hari, dan untuk pihak sekolah kita diberikan masker, makanan sehat dan juga halal, dan selalu dikontrol kegiatan kita oleh pihak sekolah," kisahnya.
Selama berada di sekolanya di Wuhan, pihak sekolah dan pemerintah Cina sangat menjaga dan mengontrol mereka. Dirinya merasa dijaga dengan baik selama proses evakuasi.
Bahkan, apabila ingin keluar dari kampus untuk membeli sesuatu pihak sekolah selalu mengizinkan, namun diberlakukan waktu-waktu tertentu.
Sebelum keluar dan juga saat hendak masuk kembali ke kampus, mereka diberikan semprotan seperti vaksin untuk mencegah wabah corona.
"Memang penjagaannya sangat ketat, kita mau keluar kampus di cek suhu tubuh dan kartu mahasiswa juga di cek. Untuk langkah-langkah pencegahan juga sangat luar biasa, saya sendiri tinggal di asrama kampus," jelasnya.
Saat merebaknya wabah virus corona, dirinya sedang libur perkuliahan.
Saat itu juga ia ingin kembali ke Indonesia namun tertunda karena virus corona mewabah dengan cukup cepat. Situasi kota sangat sepi, tidak ada aktivitas sama sekali.
Sofi mengakui akan masuk kembali perkuliahan pada 17 Februari. Namun, untuk saat ini dirinya sudah mendapat pemberitahuan bahwa kuliah akan dilaksanakan melalui online.
Pihak kampus, kata dia, juga meminta kepada para mahasiswa untuk sementara tidak kembali ke Cina, sebelum pihak pemerintah Cina menyatakan kondisi normal kembali.
"Jadi kami diperlakukan dengan sangat baik. Mau selama di evakuasi maupun karantina, jadi tidak seperti yang tersebar di media sosial yang bentuknya menakuti. Jadi jangan percaya hoax, dan memang kami yang dipulangkan ini sama sekali tidak terjangkit virus corona, Alhamdulillah sehat wal afiat," pungkasnya.
Sempat Stok Makanan
Selain Sofi, ada Dista Wahyu Prasetyo (21), mahasiswa Indonesia yang juga kembali ke kediamannya di Kampung Blok Sawo, RT 001/06, No 25, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.
Dista kuliah di Wuhan University of Technology, Hubei, Cina. Kedatangan Dista disambut para kerabat dan tetangganya.
“Untuk warga negara Indonesia yang masih skeptis terhadap kami yang baru pulang dari China, ini bukti berupa surat keterangan pemeriksaan langsung dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kami WNI yang dievakuasi dari Wuhan dinyatakan sehat, tidak perlu skeptis tidak perlu takut, Indonesia akan selalu baik-baik saja,” katanya.
Dista menyatakan, ia dan WNI lainnya sudah mendapatkan peringatan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di China dan pemerintah Cina.
“Jadi sebenarnya itu kami baik-baik saja. Tapi kami di sana nggak bisa ke mana-mana, hanya bisa di kamar. Paling Sabtu dan Minggu kami bisa ke luar untuk beli bahan pangan,” lanjutnya.
Menurutnya, di Wuhan ada banyak kampus. Kondisi setiap kampus berbeda. Ada kampus yang baik-baik saja, ada yang kurang memadai.
Ia menjelaskan, pertama kali tahu virus corona pada Desember 2019 dan beritanya masif pada Januari 2020.
“Saya sebenarnya masih sempat jalan-jalan di Wuhan, meskipun sudah banyak yang pakai masker. Kami baru tahu virus itu benar-benar ada sehari sebelum lockdown, 23 Januari,” ungkapnya.
Ketika tahu lockdown dilakukan, ia dan rekan-rekannya di mess saling menenangkan. Ia juga mengabari sang ibu kondisinya baik-baik saja agar tenang.
“Semua fasilitas transportasi berhenti, Bandara ditutup, sehingga saya waswas karena menyangkut persediaan makanan di mess. Untung sebelum Imlek saya sudah belanja makanan. Biasanya pada saat Imlek toko banyak yang tutup sehingga saya stok makanan untuk satu hingga dua minggu,” katanya.
Selama lockdown diberlakukan, ia hanya beraktivitas di mess. “Membaca jurnal, main game, ke kamar teman, main game lagi, nonton film. Di sana akses internet sangat bagus,” pungkasnya. (Tribun network/gam/dyj)