Imlek
Pesan Yenny Wahid Anak Gus Dur di Tahun Baru Imlek 2020, Komisaris Garuda Indonesia Pinta Hal Ini
Yenny Wahid menyampaikan harapan jelang perayaan Tahun Baru Imlek 2020 yang jatuh pada Sabtu (25/01/2020).
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Jimmi Abraham
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Yenny Wahid menyampaikan harapan jelang perayaan Tahun Baru Imlek 2020 yang jatuh pada Sabtu (25/01/2020).
Putri Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tersebut mengatakan dengan adanya perayaan imlek seluruh rakyat Indonesia semakin mengedepankan rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan saling hormati satu sama lain.
Ia juga berharap agar bangsa Indonesia tetap saling hormati, tidak saling menghujat dan tidak saling menjelekan dalam menyampaikan ekspresi kebudayaannya.
Hal paling penting menurutnya semua pihak harus merasa memiliki rumah besar yang namanya Indonesia.
"Rumah besar yang namanya Indonesia itu macam-macam, ada yang kritik, ada yang rambutnya lurus, ada yang sipit, ada yang belo, ada yang putih, ada yang kecoklat-coklatan, ini semua kita adalah penduduk atau pemilik rumah yang bernama Indonesia," kata Yenny Wahid di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (23/1/2020).
• Harapan Tina Toon di Tahun Baru Imlek 2020, Tahun Pertama Imlek sebagai Anggota DPRD DKI Jakarta
• Boleh Tidak Umat Islam Ucapkan Selamat Tahun Baru Imlek? Ini Penjelasan Mahfud MD
Untuk itu, menurutnya seluruh rakyat Indonesia perlu menjaganya agar rumah itu tetap utuh.
"Semua perlu untuk memiliki rasa memiliki, untuk memastikan bahwa rumah ini bisa tetap utuh berdiri," kata Yenny Wahid.
Tahun Baru China atau Imlek 2571 jatuh pada 25 Januari 2020 akhir pekan ini.
Sejak era kepemimpinan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Imlek selalu dirayakan dengan semarak oleh mayoritas masyarakat Tionghoa di Indonesia.
Perayaan dilakukan di banyak kota besar. Lengkap dengan lampu-lampu lampion dan pertunjukan barongsai serta liong bisa dilakukan di ruang terbuka.
- Zaman pendudukan Jepang
Jauh sebelum Gus Dur, pernah pada zaman pendudukan Jepang, imlek tahun 1943 dijadikan sebagai hari libur resmi.
Penetapan itu termaktub dalam Keputusan Osamu Seirei No 26 tanggal 1 Agustus 1943. Inilah pertama kali dalam sejarah Tionghoa di Indonesia, di mana Imlek menjadi hari libur resmi.
- Zaman kemerdekaan
Tomy Su Koordinator Masyarakat Pelangi Pencinta Indonesia, seperti dikutip dari Harian Kompas (8/2/2005) menyebut, di masa awal revolusi, Pemerintah Republik Indonesia juga mengizinkan perayaan tahun baru China oleh masyarakat Tionghoa.
Presiden Soekarno mengeluarkan maklumat boleh mengibarkan bendera kebangsaan Tiongkok dalam setiap hari raya bangsa Tionghoa.
Pada tahun ajaran 1946/1947, tiga hari raya Tionghoa (Imlek, wafatnya nabi Konghucu, dan Tsing Bing) dijadikan hari libur resmi.
- Orde baru
Kondisi berubah setelah meletusnya peristiwa G30S. Rezim Orde Baru dengan Inpres No 14/1967 membuat Imlek terlarang dirayakan di depan publik.
Pertunjukan barongsai, liang liong harus sembunyi; lagu Mandarin tidak boleh diputar di radio.
Selama 32 tahun Orba berkuasa, tidak pernah ada imlek yang meriah seperti tahun-tahun terakhir ini.
Tomy mengatakan, ada 21 peraturan perundangan yang diterapkan Soeharto, beraroma rasis terhadap Tionghoa.
Hal itu bisa terlihat dari ditutupnya sekolah-sekolah berbahasa pengantar China (1966), kehidupan masyarakat Tionghoa diawasi dengan keluarnya Inpres No 14/1967 tentang larangan agama, kepercayaan, dan adat istiadat China, proses naturalisasi (1969).
"Ethnic cleansing atas Tionghoa tidak hanya dalam pengertian fisik, tetapi juga pemusnahan segala hal yang berbau Tionghoa, termasuk kebudayaan dan tradisi agamanya," tulis Tomy.
- Imlek sepi
Dampaknya, tahun baru imlek di masa orde baru sepi. Harian Kompas 1 Februari 1973 ketika itu menulis, sebagian besar masyarakat keturunan yang berumur di bawah 40 tahun sudah tidak lagi merayakan imlek.
Generasi yang lebih muda bahkan tidak mengetahui kapan Tahun Baru China atau Imlek jika tidak diberitahu oleh generasi yang lebih tua.
- Reformasi
Kemudian pada 17 Januari 2000, Gus Dur mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2000.
Isi dari inpres tersebut mencabut Inpres No 14/1967 yang dibuat Soeharto tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat China.
Setelah keluarnya inpres itu, masyarakat Tionghoa kembali dapat merayakan tahun baru Imlek diruang publik.
"Maka setiap kali menjelang perayaan Imlek, saya selalu ingat Gus Dur. Sejak menjabat sebagai Ketua Nahdlatul Ulama, tiada henti Gus Dur membela penganut aliran kepercayaan dan pemeluk Konghucu untuk memperoleh haknya sebagai warga negara," kata FX Triyas Hadi Prihantoro, guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta.
Megawati Soekarnoputri, Presiden kelima Republik Indonesia kemudian menyempurnakan keputusan Gus Dur dengan menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional pada tahun 2003.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Yenny Wahid Berbicara Soal Pemilik Rumah Besar Bernama Indonesia Jelang Imlek
Sebagian artikel telah tayang di Sejarah Imlek di Indonesia, dari Zaman Jepang, Orde Baru sampai Gus Dur
(*)