Hubungan Indonesia dengan Tiongkok Memanas, Apa Ada Kaitannya dengan Nine-Dash Line?
China menandatangani UNCLOS, tetapi secara sengaja tidak pernah mendefinisikan makna hukum sembilan garis putus-putus.
Hubungan Indonesia dengan China atau Tiongkok memanas.
Indonesia kembali menghadapi konflik dengan China terkait Perairan Natuna.
Konflik dipicu masuknya kapal berbendera China ke Perairan Natuna tanpa izin.
Tetapi, Pemerintah China bersikukuh negaranya tidak melanggar hukum internasional yang ditetapkan lewat Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS).
Landasannya, menurut Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang bahwa Perairan Natuna termasuk dalam Nine-Dash Line China.
• TNI Siaga Tempur di Natuna, Siap Perang Amankan ZEE Indonesia dari China, 600 Personel Dikerahkan
Di sisi lain, Pemerintah Indonesia menegaskan tidak akan pernah mengakui Nine-Dash Line atau sembilan garis putus-putus yang diklaim oleh China.
"Karena tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional, terutama UNCLOS 1982," kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Lantas, apa itu Nine-Dash Line?
Terbentuknya Nine-Dash Line
Nine-Dash Line adalah wilayah Laut China Selatan seluas 2 juta km persegi yang 90 persennya diklaim China sebagai hak maritim historisnya.
Melansir dari South China Morning Post (12/07/2016), jalur ini membentang sejauh 2.000 km dari daratan China hingga beberapa ratus kilometer dari Filipina, Malaysia, dan Vietnam.
Pada 1947, China yang masih dikuasasi oleh Partai Kuomintang pimpinan Chiang Kai Sek memulai klaim teritorialnya atas Laut China Selatan.
Angkatan laut China menguasai beberapa pulau di Laut China Selatan yang telah diduduki oleh Jepang selama perang dunia kedua.
Saat itu, pemerintah Kuomintang menciptakan garis demarkasi di peta China berupa 11 garis putus-putus atau disebut sebagai "Eleven-Dash Line".
Pada 1949, Republik Rakyat China didirikan dan pasukan Kuomintang melarikan diri ke Taiwan.
• ISU Utang Indonesia ke China Menyeruak Buntut Ketegangan Soal Klaim Natuna, Berapa Jumlahnya
Selanjutnya, Pemerintah Komunis menyatakan diri sebagai satu-satunya perwakilan sah China dan mewarisi semua klaim maritim bangsa di wilayah tersebut.
Tapi, pada awal 1950-an, dua garis putus-putus dihapus dengan mengeluarkan Teluk Tonkin sebagai isyarat untuk kawan-kawan komunis di Vietnam Utara.
Sehingga namanya pun berubah dari menjadi Nine-Dash Line.
Sengketa Nine-Dash Line
China hingga sekarang mempertahankan klaimnya atas Laut China Selatan dan bersikeras memiliki hak secara historis melalui Nine-Dash Line.
Tetapi, klaim China itu kini bersinggungan dengan kedaulatan wilayah negara-negara tetangga di kawasan tersebut.
Melalui klaim Nine-Dash Line, China mengakui Perairan Natuna sebagai bagian dari wilayahnya baik darat maupun perairan.
Tak hanya Indonesia, China juga berkonflik dengan Filipina, Malaysia, dan Vietnam.
Filipina, Malaysia dan Brunei Darussalam dan Vietnam juga melakukan klaim atas wilayah tersebut lantaran kedekatan secara geografis.
Filipina memperjuangkan batas wilayahnya dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
China menandatangani UNCLOS, tetapi secara sengaja tidak pernah mendefinisikan makna hukum sembilan garis putus-putus.
Gagasan China mengarah pada Nine-Dash Line menjadi penanda batas laut negara.
Interpretasi lain, garis tersebut untuk menandai pulau-pulau dan terumbu karang yang ingin dikuasai oleh China.
Serta untuk menandai wilayah agar China bisa menuntut hak ekonomi di perairan tersebut.
Konflik lainnya adalah perebutan wilayah Kepulauan Spratly.
Vietnam mengklaim Kepulauan Spratly yang memiliki terumbu karang terbesar di Laut China Selatan.
Selain Vietnam, ada beberapa negara juga ikut mengklaim memiliki hak teritorial atas Kepulauan Spratly.
Di antaranya Filipina dan Malaysia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "China Klaim Punya Hak di Perairan Natuna, Apa Itu Nine-Dash Line?"