Wawancara Ekslusif
Teten Masduki Pernah Ingatkan Jokowi Soal Revisi UU KPK
Spirit Pak Jokowi adalah deregulasi di bidang ekonomi, deregulasi kebijakan. Itu sudah termasuk upaya pencegahan terhadap korupsi.

TETEN Masduki kini tak lagi menempati posisi sebagai Koordinator Staf Khusus Presiden dan Kepala Staf Presidenan (KSP) yang sehari-hari berkantor di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Setelah menjabat Menteri Kopersi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), ia mengaku jarang berkomunikasi langsung dan khusus dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Namun mantan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) itu mengaku pernah memberi masukan kepada Jokowi ketika terjadi polemik mengenai revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan DPR periode 2014-2019.
Apakah sekarang ini pernah dimintai masukan soal Undang-undang KPK dan kontroversinya?
"Ah, sekarang kan saya sudah jadi badui luar (maksudnya sudah tidak berada di lingkar dalam Istana). Saya diminta fokus mengurus ini (Kementerian Koperasi-UKM) sekarang," ujar Tetan Masduki dalam wawancara eksklusif dengan Tribun Network, Senin (19/11). Berikut lanjutan petikan wawancara dengan Teten Maskudi.
Tribun: Apakah Anda pernah diajak bicara oleh Presiden Jokowi soal Undang-undang KPK?
Teten: Begini, setelah Pilpres 2019, saya sebenarnya sudah hampir jarang bertemu dengan Presiden.
• Mengenal Komisioner Bawaslu Kota Pontianak, Inilah Profil Irwan Manik Radja
Namun saya bersama staf khusus yang lain pernah diminta pendapat mengenai revisi Undang-undang KPK. Saya bilang waktu itu, "Wah ini bakal ramai Pak."
Tribun: Waktu itu Anda memberi masukan apa?
Teten: Waktu itu saya beri masukan agar jangan terlalu terburu-buru (melakukan revisi Undang-undang KPK) karena ini masalah yang sangat besar. Masa kerja DPR periode 2014-2019 sudah mau habis ketika dilakukan revisi Undang-undang KPK. Terlalu pendek untuk membahas masalah yang sangat besar.
Semua staf khusus memberikan masukan. Kemudian Pak Presiden mengundang para tokoh. Meminta masukan juga.
Tribun: Aktivis ICW dan pegiat antikorupsi lainnya menyampaikan sesuatu tidak lewat Anda soal revisi Undang-undang KPK?
Teten: Iya, saya juga menjadi anggota beberapa grup WhatsApp lah. Saya nangkep juga aspirasi mereka.
Tribun: Sekarang ini Anda masih diminta masukan?
Teten: Istilahnya, saya kan sekarang sudah Badui luar. Saya diminta fokus ngurusin ini (Kementerian Koperasi-UKM).
Tribun: Bagaimana pendapat Anda mengenai desakan agar Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-undang (Perppu) mengenai KPK?
Teten: Kalau menerbitkanPerppu saat ini kan pasti ditolak DPR. Jadi mungkin Presiden merasa menjadi tidak perlu menerbitkan Perppu.
• Lepas Tim Paduan Suara Beka Choir, Ini Harapan Dirut Bank Kalbar
Opsinya Pak Presiden menunggu hasil judial review (uji materiil Undang-undang KPK) di Mahkamah Konstitusi (MK). Beliau tampaknya memilih menunggu putusan MK.
Tribun: Tampaknya agak berat memenangkan permohonan judicial review di MK?
Teten: Harus dilihat ketika Presiden tidak mau menandatangani Undang-undang KPK, itu kan sikap Presiden juga.
Ya kalau hanya pura-pura membuat (menerbitkan Perppu) terus DPR menolak, kan namanya sami mawon (sama saja).
Beliau kan orang yang berorientasi pada hasil. Ini kan realiatas politik begitu. KPK tidak bisa dipisahkan dari realitas politik. Mengapa? Karena Undang-undang KPK dibentuk DPR, para komisionernya juga dipilih DPR.
Jadi memang sejak awal saya selalu wanti-wanti kepada teman-teman (aktivis antikorupsi), jangan sampai terlalu bersemangat tapi tidak melihat realitas.
KPK dibenturkan dengan institusi lain, sehingga mengorbankan KPK sebagai institusi. Ternyata kejadian.
Spirit Pak Jokowi adalah deregulasi di bidang ekonomi, deregulasi kebijakan. Itu sudah termasuk upaya pencegahan terhadap korupsi.
Sebetulnya deregulasi itu memangkas perizinan. Rantai panjang perizinan membuka peluang korupsi dan abuse of power (penyalahgunaan wewenang). Itu harus dilihat sebagai upaya pencegahan.
Tribun: Apa maksud lain dari penyederhaan birokrasi?
Teten: Agar APBN jangan dihambur-dihamburkan tetapi tidak membawa manfaat kepada orang banyak. APBN kan disusun berdasarkan fungsi, disusun dari bawah. Bukan dari rakyat. Dari pejabat eselon IV naik hingga ke tingkat ke menteri.
Akibatnya apa? Anggaran habis membiayai mesin birokrasi. Seperti ini dari tahun ke tahun. Ganti presiden tidak ada gunanya. Presiden sulit untuk mewujudkan janji politiknya karena APBN habis untuk biaya pegawai.
Nah sekarang Pak Jokowi ingin APBN disusun berdasar program, ada prioritas. Dari prioritas diturunkan. Seperti perusahaan swasta lah. Kalau anak perusahaan tidak menguntungkan ya dipangkas.
Korupsi itu termasuk penghamburan anggaran dan program yang tidak ada gunananya. Program yang tidak membawa manfaat bagi rakyat itu juga bentuk korupsi.
Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan saya sebagai aktivis antikorupsi, korupsi di tingkat perencanaan anggaran itu paling berbahaya.
Kalau maling ayam paling banyak satu kandang, tapi kalau korupsi pada kebijakan sektor peternakan itu bisa merobohkan industri peternakan.
Tribun: Anda sudah lima tahun dekat dengan Presiden Jokowi, apa kesannya?
Teten: Kelebihan beliau soal kecepatan, luar biasa. Jadi di antara para menteri itu ada joke begini: Kalau ditugaskan oleh Pak Jokowi hari ini, harus selesai kemarin. Kalau kami kerja lambat, beliau menunjukkan sikap tidak happy.
Tribun: Perasaan tidak happy itu ditunjukkan lewat getur atau kata-kata?
Teten: Saya tahu persis lah bagaimana ketika beliau sedang happy atau tidak. Beliau sangat santun, jadi kalau tidak paham ya tidak mungkin nangkep ketika beliau sedang marah.
Beliu lebih suka melihat apa dampak sebuah program. Jadi jangan bilang wah saya sudah bangun jalan sekian ribu kilometer, saya sudah bikin pelatihan sekian kali, tapi apa dampaknya.
Update berita pilihan
tribunpontianak.co.id di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribunpontianak