Membaca Manuver NasDem, Sindiran Jokowi Aksi Berpelukan Surya Paloh dengan Presiden PKS Sohibul Imam

Namun Surya Paloh menanggapi biasa sindiran Presiden Jokowi tersebut. Menurutnya, Presiden sedang bercanda.

Editor: Marlen Sitinjak
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh (kiri) berpelukan dengan Presiden PKS Sohibul Iman (kanan) usai mengadakan pertemuan di Kantor DPP PKS, Jakarta, Rabu (30/10/2019). Pertemuan tersebut dalam rangka silaturahmi kebangsaan dan saling menjajaki untuk menyamakan pandangan tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 

Sekretaris Partai Nasdem di DPR Saan Mustopa memandang gestur dan pernyataan tersebut hanya candaan serta bentuk kedekatan antara Surya Paloh dan Jokowi. Pertemuan antara Surya Paloh dan Sohibul Iman dianggap baik untuk membangun hubungan dengan partai-partai di luar koalisi pemerintahan ke depannya.

Saan mengaku turut serta dalam pertemuan antara Surya dan Sohibul. Dia menegaskan, pertemuan itu sama sekali tak menyinggung soal politik jangka pendek, yaitu pemilihan kepala daerah 2020 apalagi politik jangka panjang atau Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

“Jadi murni bicara dalam konteks kebangsaan. Bagaimana meneguhkan sikap terkait dengan Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Itu kesepakatan pertama yang terbangun,” katanya.

Nasdem tetap ingin memastikan lima tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo tetap stabil, tegas Saan. Dia pun berani menjamin, kondisi koalisi pemerintahan Jokowi tak akan seperti periode kedua Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono.

Anda sedang mengakses konten premium Kompas.id secara gratis.
Saat itu, menjelang akhir pemerintahan Yudhoyono, koalisi yang dibangun retak lantaran PKS mulai bermanuver untuk bersiap-siap menyongsong Pemilu 2014. “Kami akan benar-benar menjaga itu karena Nasdem berkoalisi tanpa syarat,” kata Saan.

Domain dan otonomi partai

Kendati demikian, Saan menyatakan Nasdem akan tetap membangun hubungan dengan partai-partai oposisi, seperti yang telah dilakukannya dengan PKS. Pertemuan berikutnya dengan PAN dan Demokrat kemungkinan besar akan dilakukan pascakongres Nasdem yang berlangsung pada 8-11 November 2019 di Jakarta.

Keputusan Nasdem untuk menjalin hubungan dengan partai oposisi adalah otonomi penuh partai, kata Saan. Ia berpendapat bahwa sebagai sebuah partai, Nasdem memiliki otonomi untuk membangun dan merancang pergerakan politiknya sendiri. “Komitmen kami untuk Pak Jokowi itu kuat, tetapi langkah partai jangan dibatasi dulu,” ujar Saan.

Menurut Saan, hubungan dengan partai di luar koalisi tidak hanya menguntungkan Nasdem sepihak, tetapi juga akan membantu pemerintahan yang sedang berjalan.

“Kalau hubungan baik, Nasdem bisa ngomong dengan PKS, Demokrat dan PAN bahwa pemerintah butuh dukungan untuk sebuah isu tertentu yang mungkin membutuhkan dukungan penuh,” kata Saan.

Soliditas berkurang?

Langkah Nasdem yang mendeklarasikan diri menjadi rekan koalisi yang ‘kritis’ dinilai tidak serta-merta berkaitan dengan ancaman tidak adanya fungsi pengawasan dan keseimbangan (check and balance) akibat kecilnya kelompok oposisi di parlemen.

Manuver tersebut justru dianggap sebagai sebuah upaya untuk membuka peluang baru antar parpol untuk kepentingan politik praktis di masa depan. Ini seperti dikatakan oleh peneliti Populi Center Jefri Adriansyah.

“Membuka komunikasi dengan partai lain di luar koalisi menjadi salah satu cara membuka peluang-peluang untuk kepentingan politik praktis yang lebih menguntungkan Nasdem (di luar koalisi yang sudah ada),” kata Jefri.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved