Agar Membuat Perda Tidak Mandul, Ini Saran Pengamat FISIP Untan

Oleh karena itu, tujuan perda bukan untuk menambah beban masyarakat, melainkan memperjelas regulasi pusat agar dapat dilaksanakan di daerah.

TRIBUNPONTIANAK/ISTIMEWA
Pengamat Kebijakan Publik Untan Pontianak Dr Erdi Abidin M Si 

Agar Membuat Perda Tidak Mandul, Ini Saran Pengamat FISIP Untan

PONTIANAK - Akademisi FISIP Untan dan Staf Ahli Rektor Bidang Kerjasama, Dr. Erdi, M.Si berharap perda yang dibuat DPRD Kalbar tidak mandul.

Berikut analisanya.

Apakah sebagian Perda yang dibuat oleh DPRD Kalbar telah telat isu?

Pertama, saya harus tegaskan bahwa soal telat tidaknya sebuah isu perda bukanlah perkara penting. Mengapa? Untuk membuat sebuah Perda, DPRD Provinsi membutuhkan waktu paling tidak satu tahun setelah regulasi pusat itu diundangkan atau diberlakukan. 

Kedua, untuk menjadikan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) menjadi Peraturan Daerah (Perda) sebagai produk hukum daerah dibuat dengan cara menindak-lanjuti regulasi pusat itu. 

Tujuannya bukan untuk menambah beban rakyat dan tidak juga untuk menambah rumit penyelenggaraan sebuah urusan; melainkan untuk mendetilkan urusan itu agar sesuai dengan kondisi daerah. 

Oleh karena itu, tujuan perda bukan untuk menambah beban masyarakat, melainkan memperjelas regulasi pusat agar dapat dilaksanakan di daerah. 

Ketiga, untuk melahirkan sebuah Perda, DPRD membutuhkan analisis mendalam dengan cara menelisik regulasi pusat itu untuk dikondisikan dengan kebutuhan daerah. 

Baca: Sektor Bela Diri, Kalbar Masih Andalkan Tarung Derajat di PON Mendatang

Baca: Targetkan Rumah Sakit Baru di Sanggau Beroperasi Tahun 2020

Regulasi pusat itu biasanya bersifat umum dan mesti didetilkan (dalam bentuk Perda) agar dapat menjadi payung hukum daerah. Untuk itu, DPRD membutuhkan akademisi untuk ditempatkan pada Badan Musyawarah (Bamus) menjadi “analisis konten” regulasi agar dapat mengusukan renperda. 

Contohnya adalah Perda tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah dan Raperda tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Daeah. Mestilah ada kata daaerah di ujung nama perda karena pusat sudah memiliki regulasi tentang itu.

Keempat, semakin ke bawah, akan semakin panjang dan menukik regulasi daerah itu sehingga membutuhkan waktu analisis yang juga lebih panjang. Maka dari itu, kita tidak bisa mengatakan isu Perda itu sudah basi lantaran rentang waktu antara regulasi pusat dengan Perda terlalu lama.

Kinerja Dewan salah satunya dinilai dari jumlah Perda yang dibuat. 

Ketika mencermati keempat alasan di atas; menyusun sebuah perda, baik usulan eksekutif maupun inisiasi dewan ternyata tidak mudah dan juga tidak bisa cepat karena mesti dilengkapi dengan naskah akademik yang harus melibatkan akademisi berkompeten. 

Sampai dengan hari ini, salah satu ukuran kinerja dewan dalam fungsi legislasi adalah jumlah perda yang dihasilkan dalam satu periode. 

Dewan dalam satu tahun menentukan jumlah dan substansi reperda yang akan diusahakan menjadi perda, lalu berupaya mencapai rencana legislasi itu. Di sisi lain, kondisi obyektif yang harus dihadapi oleh DPRD adalah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang sangat garang , tegas dan tidak kompromi.

Kemendagri telah diperintah oleh Presiden untuk menelisik konten perda dan perkada yang dibuat daerah provinsi dan kabupaten. Ketika tidak sesuai dengan regulasi di atasnya dan arah kebijakan nasional, maka pembatalan menjadi ancaman perda dan perkada. 

Data menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2002 hingga tahun 2009, Kemendagri telah melakukan pembatalan sebanyak 2.246 peraturan daerah (Perda). Tidak berhenti di sana, antara tahun 2010 hingga tahun 2014; Kemendagri juga melakukan pembatalan sebanyak 1.501 Perda. 

Kemudian, pada November hingga Mei 2015 terdapat sebanyak 139 peraturan daerah yang dibatalkan oleh Kemendagri; sehingga total perda dan perkada yang dibatalkan hingga Mei 2015 sebanyak 7.029 buah. Pembatalan Perda dan Perkada kembali dilakukan oleh Kemendagri pada Juni 2016, dimana pada era Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah membatalkan dan langsung dibacakan oleh Presiden sebanyak 3.143 buah. 

Ketika Mendagri telah membatalkan sebuah perda; maka solusinya adalah Gubernur dan atau Bupati serta Walikota harus juga merevisi atau mencabut keberlakuan perda itu. 

Salah satu media cetak di Kalbar terbitan 2016-06-22 mewartakan sebanyak 68 buah Perda yang dibatalkan Kementerian Dalam Negeri di Kalimantan Barat. Umumnya, perda dan perkada yang dibatalkan itu terkait dengan retribusi, budidaya dan jasa serta peredaran barang beralkohol.

Terdapat empat alasan yang menyebabkan sebuah Perda atau Perkada dibatalkan Mendagri, yakni Perda dan Perkada itu (1) dapat menghambat investasi (perizinan, retribusi, jasa usaha, IMB, sumbangan pihak ke-3, dan lainnya; (2) bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi dan kepentingan umum; (3) bertentangan dengan UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Putusan Mahkamah Konstitusi (sumber daya air, menara telekomunikasi, BUMD, dan pengalihan urusan); dan (4) dirasa tidak perlu karena merupakan norma awam yang berlaku di masyarakat. Oleh karena itu, sulit membantah bahwa perda merupakan salah satu indicator penentu kinerja dewan.

Tindak lanjut dari DPRD Kabupaten Kota Dalam Menindaklanjuti Keberadaan Perda Provinsi.
Sejak tahun 2012; Presiden SBY telah memerintahkan kepada Mendagri agar Gubernur dan Bupati serta Walikota di Seluruh Indonesia untuk segera melakukan evaluasi atas perda.

Surat bernomor 188.34/5385/SJ tanggal 4 September 2012 tentang Laporan tindak lanjut hasil Evaluasi dan Klasifikasi Perda. 

Tujuan edaran itu tidak hanya melakukan evaluasi atas perda yang sudah ada agar tidak mandul; tetapi juga mengingatkan dewan untuk tidak mengeluarkan perda yang hanya mengejar target kinerja sehingga pada akhirnya mandul dan atau dibatalkan. 

Jadi, kriteria tindak lanjut dari sebuah Perda adalah implementasi perda oleh eksekutif dan dibutuhkan dorongan dan bila perlu desakan sebagai wujud tanggung-jawab dewan sebagai “bidan” atas perda yang dihasilkan untuk dilaksanakan pemerintah.

Sering saya dengar, anggota dewan saat ini turun ke daerah dan ikut sosialisasi terkait isi dan kontens sebuah perda. Jadi, ini adalah salah satu upaya dan harmonisasi antar pihak agar perda tidak mandul atau tidak hanya sekedar mengejar target kinerja legislasi. 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved