Mengenang Tragedi Mandor yang Hilangkan Satu Generasi Terbaik Kalbar
Pemerhati Sejarah Kalbar, Syafaruddin Usman mengungkapkan kejamnya militer jepang pada masyarakat
Penulis: Chris Hamonangan Pery Pardede | Editor: Madrosid
Mengenang Tragedi Mandor yang Hilangkan Satu Generasi Terbaik Kalbar
PONTIANAK - Pemerhati Sejarah Kalbar, Syafaruddin Usman mengungkapkan kejamnya militer jepang pada masyarakat Kalbar hingga adanya peristiwa Mandor.
Diterangkannya, hal tersebut terjadi imbas dari perang dunia II, Kota Pontianak dibombardir Nippon Taikoku Jumat 19 Desember 1441 sekitar pukul 11.00 siang waktu itu.
Sasaran utama militer Jepang saat itu ialah memporakporandakan KMK Pontianak, namun salah arah sehingga bangunan dan siswa HCS Kampung Bali atau yang sekarang dikenal Jalan Sisimangaraja menjadi korban.
"Setelah Pontianak luluh lantak dan mengakibatkan ribuan korban jiwa, dan diduduki pada Februari 1942, tindak asusila dan amoral dari belantera fasis mileter Jepang tidak terbendung," katanya, Jumat (28/06/2019).
Pria yang juga hobi menulis buku ini menjelaskan, jika balatentara fasis militer Jepang memperlakukan kaum wanita usia muda dengan tindak amoral dan asusila, terutama kaum perempuan masyarakat Tionghoa di Pontianak, Singkawang hingga Pemangkat.
Baca: Catatan Polres Singkawang, Usai Operasi Ketupat Kapuas 2019 Satu Orang Meninggal Kecelakaan
Baca: RAMALAN SHIO Jumat 28 Juni 2019, Shio Tikus: Fokus Pada yang Ada, Shio Naga: Terpesona Ide
Baca: Personil Polres Sanggau Gelar Pelayanan Mobile Terpadu dan Sosialisasi Penerimaan Polri
Pada 1943, karena prihatin dengan penderitaan dan kesengsaraan masyrakat Kalbar, dipelopori Ketua Komisariar Parindra Keresidenan Kalbar, RPM Dzoebier Notosoedjono, dibentuk dan diresmikan organisasi koorperatif Nissinkwai.
Pada lahirnya, terang Syafruddin sangat anti fasis Jepang dan dalam praktiknya berpura-pura bekerjasama dengan Dai Nippon Jepang, namun nahas maksud tersebut dilaporkan kaki tangan Jepang sehingga Oktober 1943 Sultan Pontianak beserta keluarga ditangkapi menyusul penangkapan berikutnya secara kejam dan mengerikan.
Termasuk, kata dia, kalangan terpelajar, kaum politisi lintas suku, agama, ras dan etnis ditangkap dan dibantai secara sadis oleh militer Jepang.
"Mereka disungkup kemudian dipenggal dengan samurai ataupun ditembak secara membabi buta, sehingga Kalbar kehilangan satu generasi terbaiknya," imbuhnya.
Awalnya, lanjut Syafruddin belum diketahui pasti dimana tempat pembantain tersebut, hingga akhirnya pada 1946 ditemukan di Kopyang Mandor.
Jumlah korban pun belum diketahui secara pasti, namun tentunya Kalbar kehilangan satu generasi terbaiknya.
"Hilang lenyapnya satu generasi terbaik bangsa Indonesia di Kalbar selama perang dunia II menjadi penanda agar jangan melupakan dan meninggalkan sejarah, bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu dan mau menghargai jasa pejuang dan pahlawan bangsa," pesannya.
Lebih lanjut, Syafaruddin Usman menerangka. Jika Gubernur Kalbar saat itu, Alm Kadarusno memprakasai pembangunan permanen kompleks makam juang Mandor dan diresmikan pada28 Juni 1977 saat peringatan 33 tahun (1944-1977) peristiwa pembantaian di Kopyang Mandor pada 28 Juni 1944.
Seperti yang diketahui, untuk mengenang jasa para pejuang dan pahlawan di Mandor, Pemprov Kalbar setiap tahunnya mengintruksikan untuk memasang bendera setengah tiang.
Hal tersebut telah di tetapkan dalam intruksi Gubernur Kalbar No 1 Tahun 2006 serta berdasarkan Perda No 5 tahun 2007 dan Pergub Kalbar No 60 tahun 2013 sebagai hari berkabung daerah Kalbar setiap tanggal 28 Juni.