Anomali Kesejahteraan di Wilayah Konsesi, Andreas Acui Simanjaya: CSR Indonesia Terbilan Unik

Ketua APINDO kota Pontianak, Andreas Acui Simanjaya mengatakan Kebijakan CSR di Indonesia terbilang unik.

Editor: Madrosid
ISTIMEWA / ACUI. TRIBUNPONTIANAK.CO.ID / ISHAK
Ketua Apindo Pontianak, Andreas Acui Simanjaya. 

Anomali Kesejahteraan di Wilayah Konsesi, Andreas Acui Simanjaya: CSR Indonesia Terbilan Unik

PONTIANAK - Ketua APINDO kota Pontianak, Andreas Acui Simanjaya mengatakan Kebijakan CSR di Indonesia terbilang unik.

Menurutnya Indonesia mungkin menjadi satu-satunya negara yang mewajibkan pihak korporasi untuk melaksanakan CSR, khususnya bagi perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan sumber daya alam (SDA).

Dikatakannya, di negara-negara lain, khususnya di negara maju, CSR lebih bersifat kesukarelaan (voluntary), dengan mengacu pada ISO 26000 tentang Guidance on Social Responsilibility. Walau tidak menjadi sebuah kewajiban, perusahaan-perusahaan justru lebih terikat secara moral dan sosial untuk melaksanakan CSR.

“Namun berkebalikan dengan negara maju, walau dikita sudah ada regulasi yang mewajibkan perusahaan untuk melaksanakan CSR, dalam prakteknya masih banyak perusahaan yang terkesan "enggan" melaksanakan CSR. Kalaupun mereka melaksanakan, hanya bersifat seadanya,” ungkap Andreas, Jumat (21/6).

Baca: Kapolres Beberkan Kronologi dan Alasan Kasus Pembunuhan di Camp PT SNIP Sintang

Baca: Rilis Badan Pusat Statistik Terkait Hasil Perkembangan Nilai Impor Kalbar

Baca: LIVE Stream Badak Lampung Vs Semen Padang, Skor Babak Pertama Sama Kuat 1-1

Menurut pengamatan Andreas soal CSR perusahaan di Kalbar, ia menyebutkan tidak semua perusahaan paham dan menjalankan kewajiban CSR nya dengan baik. Ada sebagian perusahaan yang menjalankan program CSR setiap tahunnya, seperti pembuatan jalan melintasi pemukiman masyarakat sekitar perusahaan, membantu tersedia nya air bersih bagi keperluan warga, membantu program pendidikan anak-anak di desa sekitar, bahkan dikatakannya seringkali diberitakan di berbagai media massa terkait pelaksanaan program CSR ini.

Dikatakannya, APINDO sering menganjurkan agar perusahaan yang melaksanakan program CSR melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Pemerintahan setempat, mulai dari kepala dusun, kepala Desa hingga camat dan jika perlu pada tingkatan yang lebih tinggi, agar pelaksanaan CSR tepat guna dan manfaat seluasnya bisa di dapatkan oleh masyarakat.

“Tapi kesejahteraan masyarakat sekitar perusahaan berada tidak bisa sepenuhnya tergantung atau di gantung kan pada perusahaan dengan CSR nya.

Kewajiban mensejahterakan masyarakat tetap sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah melalui dinas terkait,” tegasnya.

Lanjutnya ia menyebutkan bahwa pelaksanaan CSR sebenarnya dimaksudkan agar terjalin hubungan yang baik antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya, hal lain yang diberikan perusahaan selain CSR adalah dengan mempekerjakan masyarakat setempat dan juga melakukan berbagai sumbangan pada saat masyarakat ada acara atau musibah.

“Kenapa masih ditemukan lingkungan warga di wilayah konsesi rusak ? Kerusakan lingkungan disebabkan banyak faktor, bisa akibat kegiatan perusahaan, bisa juga karena kejadian alam seperti hujan dan banjir, bisa juga karena aktivitas masyarakat itu sendiri, tidak bisa jadi indikator terlaksana atau tidak nya CSR oleh pihak perusahaan,” paparnya.

Adreas mengungkapkan secara umum kesejahteraan warga di daerah atau pedalaman relatif belum cukup baik, dan ini juga terjadi di pemukiman masyarakat yang tidak ada aktivitas perusahaan nya. Pelaksanaan CSR tidak bisa di jadikan indikator kesejahteraan masyarakat bisa tercapai.

Sumber pendapatan dan ekonomi di masyarakat tersebut yang menjadi faktor utama tingkat kesejahteraan, termasuk juga ketersediaan berbagai sarana oleh pemerintah misalnya sekolah, puskesmas dan lainnya termasuk ketersediaan listrik dan akses jalan menuju desa.

“Sering kita temui akses jalan menuju desa yang hanya jalan tanah yang selalu susah di tempuh saat hujan, letak sekolah atau puskesmas dan kantor pemerintahan yang jauh dari lokasi desa atau pemukiman masyarakat, semua itu menyusahkan masyarakat. Saya pikir jika pelaksanaan CSR dilakukan dengan koordinasi antara pemerintah dan perusahaan secara intensif akan memberikan hasil yang lebih baik untuk kebaikan masyarakat, namun tidak akan bisa mensejahterakan masyarakat,” jelasnya.

Ia pun mencontohkan saat musim hujan, 60 persen petani Kalbar yang tergantung pada menoreh karet akan kesulitan mendapatkan hasil dari pekerjaan menoreh karet, selain itu biasanya terjadi banjir karena jalan desa ada yang topografi nya rendah dan rutin tergenang air jika hujan lebat, atau juga disebabkan tidak adanya saluran air yang terintegrasi.

“Kuncinya adalah pemerintah melakukan program untuk menghidupkan ekonomi di tengah masyarakat, ternak lele misalnya, atau aktivitas lain yang bernilai ekonomis bagi masyarakat,” tutupnya. (Mia Monica)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved