Terlibat Korupsi, Mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Divonis 8 Tahun Penjara

Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Galaila Agustiawan divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim

Penulis: Rizky Zulham | Editor: Rizky Zulham
KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN
Mantan Direktur Utama PT Pertamina Persero, Karen Agustiawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (24/5/2019). 

Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Galaila Agustiawan divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Karen juga dihukum membayar denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan.

"Mengadili, menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan subsider," ujar ketua majelis hakim Emilia Djaja Subagja saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor dikutip dari Kompas.com, Senin (10/6/2019).

Dalam pertimbangan, hakim menilai perbuatan Karen tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Hakim menilai korupsi adalah kejahatan luar biasa.

Selain itu, Karen juga tidak mengakui perbuatan dan tidak merasa bersalah. Namun, Karen dianggap berlaku sopan dan belum pernah dihukum.

Baca: Mantan Kapolda Metro Jaya Sofyan Jacob Jadi Tersangka Kasus Makar

Karen terbukti mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT Pertamina dan ketentuan atau pedoman investasi lainnya dalam Participating Interest (PI) atas Lapangan atau Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.

Karen telah memutuskan melakukan investasi PI di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan dan kajian terlebih dulu. Karen dinilai menyetujui PI tanpa adanya due diligence serta tanpa adanya analisa risiko yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Sale Purchase Agreement (SPA).

Selain itu, menurut hakim, penandatanganan itu tanpa persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina.

Menurut hakim, perbuatan Karen itu telah memperkaya Roc Oil Company Ltd Australia. Kemudian, sesuai laporan perhitungan dari Kantor Akuntan Publik Drs Soewarno, perbuatan Karen telah merugikan negara Rp 568 miliar.

Karen terbukti melanggar Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dituntut 15 Tahun

Sebelumnya, Karen dituntut 15 tahun penjara oleh jaksa. Karen juga dituntut membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

"Menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi," ujar jaksa TM Pakpahan saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (24/5/2019).

Dalam pertimbangan, jaksa menilai perbuatan Karen tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Perbuatan Karen dianggap mencederai tata kelola perusahaan yang benar.

Namun, Karen dianggap masih memiliki tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum.

Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menilai, mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Galaila Agustiawan terbukti menyalahgunakan wewenang dalam investasi yang dilakukan PT Pertamina di Australia pada 2009.

"Majelis hakim berkeyakinan bahwa perbuatan terdakwa telah menyalahgunakan kewenangan yang ada pada dirinya. Unsur menyalahgunakan wewenang telah terpenuhi pada perbuatan terdakwa," ujar hakim Rosmina saat membacakan pertimbangan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (10/6/2019).

Menurut hakim, Karen selaku Direktur PT Pertamina Hulu Energi atau Direktur Utama PT Pertamina seharusnya bertanggung jawab mengendalikan dan memonitor, serta menganalisa dan evaluasi rencana akuisisi.

Namun, Karen dinilai mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT Pertamina dan ketentuan atau pedoman investasi lainnya dalam Participating Interest (PI) atas Lapangan atau Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.

Karen memutuskan melakukan investasi PI di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan dan kajian terlebih dulu.

Karen dinilai menyetujui PI tanpa mengikuti hasil due diligence serta tanpa adanya analisa risiko yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Sale Purchase Agreement (SPA).

Padahal, menurut hakim, konsultan keuangan Deloitte telah memperingatkan Pertamina untuk memenuhi sejumlah persyaratan sebeluk melakukan akuisisi.

Menurut hakim, keputusan Karen mengabaikan hasil due diligence yang dilaukan tim eksternal Deloitte, yang mengatakan bahwa sangat berisiko apabila Pertamina mengakuisisi 10 persen.

Selain itu, salah satu perbuatan Karen yang melanggar prosedur adalah menyetujui penandatanganan SPA oleh Direktur Keuangan Pertamina Frederick Siahaan tanpa persetujuan dari Dewan Komisaris PT Pertamina.

Baca juga: Karen Agustiawan: Baru Pertama Kali Bisnis Hulu Migas Dianggap Pidana Korupsi

Menurut hakim, dalam memo kepada jajaran Direksi, Dewan Komisaris menyatakan kecewa terhadap penandatangan SPA tersebut. Komisaris menganggap Karen telah melanggar anggaran dasar Pertamina dalam akuisisi.

"Terdakwa mengirim memorandum pada 23 Juni 2009, yang isinya menyampaikan permohonan maaf apabila ada hal-hal yang tidak berkenan pada Dewan Komisaris," kata hakim.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved