Tak Ada 'Tari LGBT' dalam Peringatan Hari Tari di Pontianak, Yadi: Pelaku Kekerasan Harus Diusut

Tak Ada 'Tari LGBT' dalam Peringatan Hari Tari di Pontianak, Pelaku Tindak Kekerasan Harus Diusut

Penulis: Nasaruddin | Editor: Nasaruddin
TRIBUN PONTIANAK/DESTRIADI YUNAS JUMASANI
Peringatan hari tari dunia 2019 di Bundaran Digulis, Jalan Ahmad Yani, Pontianak, Kalimantan Barat, Senin (29/4/2019) siang. Lebih dari 600 penari ikut serta menyemarakkan agenda tahunan Pontianak Menari tersebut. 

"Yang beredar di masyarakat itu hanya beberapa detik, tapi itu diidentikan dengan LGBT, dan menurut saya ini tidak bijak, kita langsung memvonis itu. Sebelum kita memvonis sesuatu, kita harus mencari tahu kebenaran itu," ujarnya.

"Apakah dengan kostum terbuka, dan gerakan yang aga gemulai dan segala macam itu langsung bisa diidentikkan dengan LGBT?," katanya.

"Yang harus kita garis bawahi adalah, LGBT itu penyimpangan seksualnya, bukan pada personel yang harus disikapi dengan kekerasan, apalagi membubarkan acara secara keseluruhan. Ini menjadi tidak bijak menurut saya," katanya.

Yadi mengimbau masyarakat sebelum menjustifikasi sesuatu informasi harus mencari tau kebenaran berita terlebih dahulu.

"Sebelum anda menjustifikasi sesuatu, ada baiknya anda telaah dengan baik kebenaran itu sendiri. Banyak sesuatu yang benar dikasi caption yang salah, yang penting bermain di narasi, itu menjadi hal yang seolah-olah itu menjadi sesuatu yang wajib diberangus," pungkasnya.

Kronologi Satpol PP

Kasatpol PP, Syarifah Adriana menjelaskan peristiwa awal karena adanya berita yang tersebar, bahwa tarian yang ditampilkan adalah tarian yang tidak baik.

Laki-laki berbaju "porno" dan ada yang mengatakan bahwa tarian tersebut dari para LGBT karena melihat video yang beredar.

"Dari itulah kita dari Satpol PP berusaha mengamankan dan ternyata kita kalah cepat sama ormas yang mendatangi TKP. Tapi kita masih berhasil mengamankan tiga orang, dan mereka dapat kita proses sebagaimana mestinya," kata Adriana, Selasa (30/4/2019).

Setelah diamankan para penari tersebut, kemudian datanglah penanggung jawab seorang dosen dari Prodi Seni FKIP Untan dan Sanggar tempat penari berlatih.

"Setelah diberikan pengertian dan didata mereka dipulangkan dengan membuat pernyataan terlebih dahulu bahwa tarian itu adalah murni seni dan bukan LGBT," tegasnya.

Kemudian penanggungjawabnya menyetujui bahwa tarian semacam itu tidak boleh dimainkan lagi di Pontianak, sebab masyarakat Pontianak sebetulnya tidak siap menerima hal semacam itu.

"Di sini adalah yang sopan dan sesuai norma yang ada. Kita minta mereka membuat pernyataan baru dipulangkan," tegasnya.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved