Pilpres 2019
Ireng Maulana: Hasil Survey Tidak Boleh Bohong
Kecurangan masalah kita bersama jika ingin prosesi regenerasi kepemimpinan republik ini bergerak dengan harga diri
Penulis: Hamdan Darsani | Editor: Jamadin
Ireng Maulana: Hasil Survey Tidak Boleh Bohong
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - "Hasil survei bisa saja salah, dan survei dapat juga menunjukan prediksi yang paling mendekati keadaan yang sebenarnya," terang pengamat Politik, Ireng Maulana, Sabtu (6/4/2019).
Dijelaskannya, jika terjadi kesalahan maka pelaksana survei idealnya memberikan klarifikasi atas kesalahan tersebut yang mungkin saja berhubungan dengan metode atau prosedur lain yang kurang ketat pada saat survei di lakukan.
Subjek (sample) sebagai sumber informasi diambil dan digali memungkinkan untuk memberikan informasi yang tidak akurat.
Namun, hasil survei tidak boleh berbohong. Jelas, survei bisa saja salah, tapi tidak dibenarkan menyampaikan informasi yang salah yang tidak berasal dari temuan survei itu sendiri.
"Klaim hasil survei terkait keunggulan kandidat tertentu harus berangkat dari apapun hasil temuan survei untuk menghindari kebohongan," tambah Ireng Maulana.
Baca: Selangkah Lagi Jambore Rebut Juara
Baca: Kalah Telak, Pelatih Vois Akui Jambore Lebih Unggulkan
Hasil survei yang salah dapat dijelaskan secara ilmiah, namun hasil survei yang bohong akan membohongi nalar publik, dan tentu saja tidak dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun etis.
Jika muncul klaim keunggulan kandidat tertentu melalui instrumen hasil survei sementara ini dapat kita pahami sebagai upaya penggiring opini publik untuk memperkuat konsolidasi pemilih kepada salah satu kandidat.
"Persoalan klaim itu berasal dari kesalahan prosedur survei atau memang kebohongan yg disengaja tentu akan bisa di buktikan," jelasnya lagi.
Klaim keunggulan dalam survei selain menambah kepercayaan diri pendukung, juga bermanfaat untuk mempengaruhi soliditas kompetitor.
Semua orang harus yakin bahwa mereka akan menang untuk memperkuat kerja politik.
Memotivasi diri akan menang bukan sesuatu yang keliru. Dua kubu yang bertarung harus mampu melihat potensi kemenangan secara kuantitas untuk mendapatkan ukuran yang jelas dalam pekerjaan pemenanganya.
Baca: Berikut Pelanggan Pertama dari Keunggulan Honda Super Cub C 125
Baca: Rhoma Irama Persembahkan Lagu Buat Ani Yudhoyono saat Konser, SBY : Semoga Doa Diijabah Allah SWT
Hanya persoalannya sekarang, dengan massifnya hasil survei yang dirilis oleh banyak lembaga survei barangkali menciptakan psikologis publik yang tidak lagi peduli dengan apapun hasil survei.
"Semoga tidak ada lembaga survei yang berani berbohong dan hanya kesalahan prosedur survei nantinya," tambah Ireng Maulana.
Saat disinggung soal tudingan dua paslon presiden terhadap peluang kecurangan penyelenggara pemilu, ireng menuturkan Indikasi kecurangan bukan hanya persoalan kubu 01 atau kubu 02.
Persoalan ini milik semua publik pemilih. Jika muncul wacana tentang indikasi kecurangan, maka harus kita pandang sebagai early warning system untuk mencegah kecurangan benar benar terjadi.
"Kita sebagai publik pemilih harus mengingatkan terus menerus bahaya kecurangan dengan daya rusaknya terhadap proses demokrasi, baik itu kepada KPU maupun kepada Bawaslu," jelasnya.
Kecurangan masalah kita bersama jika ingin prosesi regenerasi kepemimpinan republik ini bergerak dengan harga diri. Legitimasi kepemimpinan nasional harus dimulai dari benih yang bersih.
Suara yang dititipkan oleh publik pemilih se- indonesia adalah aset perjuangan politik yang tidak terninali jadi tidak boleh dirampas dengan cara cara yang tidak fair dan manipulatif.
Penyelenggara pemilu sebaiknya tidak perlu alergi dgn wacana indikasi adanya kecurangan dalam pemilu, karena masukan ini adalah salah satu bentuk kepedulian publik untuk mewujudkan proses berpolitik yang berkualitas demi memperkuat kepemimpinan nasional.
"Yakini, publik akan bersama sama penyelenggara pemilu untuk mencegah kecurangan dengan partisipasi aktif," tukasnya.