TRIBUN WIKI
Sejarah Huruf Arab Melayu, Pintu Masuk Aksara Nusantara
Pada kisaran abad 16 dan 17 bahasa melayu sebagai lingua franca pada kehidupan sehari-hari di Nusantara.
Penulis: Hamdan Darsani | Editor: Marpina Sindika Wulandari
Sejarah Huruf Arab Melayu, Pintu Masuk Aksara Nusantara
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Mulai dikenalnya aksara dalam peradaban merupakan tanda peradaban telah masuk zaman sejarah dari sebelumnya prasejarah.
Kendati demikian, bukan berarti zaman prasejarah bukan termasuk sejarah.
Namun para ahli membedakan segmen antara zaman sejarah (telah mengenal tulisan) dan prasejarah (sebelum mengenal tulisan) untuk memudahkan analis.
Baca: Jepang, Inggris, Belanda dan Jerman Pelajari Aksara Arab Melayu
Baca: Nilainya Lebih Rp 1 Triliun! Buku Sejarah Kota Pontianak Dalam Bahasa Arab Melayu Hilang
Di era digital saat ini, kalangan generasi muda sudah tak lagi mengenal dan paham tentang aksara arab melayu (Armel).
Padahal aksara Melayu merupakan pintu masuk keberaksaraan di Nusantara.
Pemerhati Aksara Arab Melayu, Erwin Mahrus, menjelaskan pada kisaran abad 16 dan 17 bahasa melayu sebagai lingua franca atau sebagai bahasa pengantar pada kehidupan sehari-hari di Nusantara.
Pada abad tersebut islam juga telah tersebar luas diwilayah Nusantara.
Pengaruh arab juga kentara pada saat itu sehingga berpengaruh terhadap keberaksaraan di Nusantara.
“Pada saat itu meskipun daerah mempunyai bahasa sendiri-sendiri, seperti Aceh, Sunda dan lain. Bahasa tulisan yang digunakan arab melayu atau aksara Jawi,” ujarnya
Waktu itu setiap aktivitas masyarakat misalnya saat berdagang ingin membuat kwitansi, surat menyurat, korespendensi dan lain sebagainya telah menggunakan aksara Arab Melayu.
Bahkan ada beberapa karya tulis sastra hindu budha ada yang menggunakan aksara arab melayu.
Bukti lain yang juga barangkali bisa dilihat ketika sultan Pontianak pada tahun 1811 mengirimkan surat kepada Gubernur Hindia Belanda yang dijabat oleh Thomas Stamford Raffles yang berwarganegara Inggris. Aksara didalam tulisan tersebut menggunakan aksara melayu.
Abad 19 hingga awal abad 20 aksara arab melayu masih superior dibandingkan dengan aksara-aksara lain.
Namun pertengahan abad ke 20 aksara melayu mulai ditinggalkan hingga menjelang kemerdekaan.
“Pada tahun 1940 masih menggunakan Arab Melayu. Meskipun aksara tulisan pada setiap surat resmi telah bergandeng dengan tulisan latin,” ujarnya
Pengaruh imprealisme barat merupakan satu faktor yang menjadikan tulisan latin mulai berkembang luas di Indonesia. Karena kedatangan belanda selain datang untuk berdagang den menjajah rempah-rempah di nusantara. Belanda juga mempunyai kepentingan penyebaran agama di Indonesia
“Setelah menjadi pemain tunggal sejak abad 16 hingga awal abad 20. Pada pertengahan abad 20 Arab melayu mulai sedikit-sedikit mulai ditinggalkan,” ujarnya
Menurut Dosen IAIN Pontianak ini, mundurnya aksara Arab Melayu di Nusantara bukan hanya disebabkan oleh faktor imprealisme barat sampai ke Nusantara, namun lebih kepada kondisi sosial politik nasional.
Seperti adanya ikrar Sumpah Pemuda pada saat menjelang kemerdakan yang menyatakan berbahasa satu, berbangsa satu bangsa Indonesia, di kemudian hari mulai dipahami bahwa tulisan yang digunakan aksara Latin. (*)