Citizen Reporter
Inspirasi Penulis Muda Buku Merampas Mahkota 'Dongeng Dibalik Layar'
Hefni juga katakan membuat puisi tidak harus di tempat-tempat yang bisa ditentukan. Membuat puisi bisa dimanapun kita berada.
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Dhita Mutiasari
Citizen Reporter
Mahasiswi Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Pontianak
Siti Mukharomah dkk
Inspirasi Penulis Muda Buku Merampas Mahkota 'Dongeng Dibalik Layar'
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Penulis muda antologi puisi, Hefni Maulana mengatakan satu diantara hal yang melatarbelakangi dirinya menulis buku antopologi puisi yaitu karena banyak tulisan-tulisan yang ketika tidak diterbitkan akan hilang.
“Artinya setiap orang ketika sudah menulis banyak, alangkah lebih baiknya untuk diterbitkan ataupun dibukukan. Karena dengan begitu tulisan-tulisan itu akan tetap ada dan hak ciptanya juga tetap ada” ujarnya.
Penulis buku antologi puisi ini juga terinspirasi oleh seorang sastrawan yang sedang hits di kalangan kaum milenial Indonesia seperti Safardi Djoko Darmono yang menulis dengan bahasa ringan tapi memiliki ciri khas.
Baca: BPK Oi dan KTS Kabupaten Mempawah Gelar Gerakan Mempawah Peduli
Baca: Kalbar Terkena Imbas Fenomena Supermoon, BMKG Imbau Waspada
Baca: Paket Proyek Gedung 7 In 1 Capai Rp 2,8 T, Gedung Untan Sekitar Rp 300 Miliar
“Ataupun Djoko Pinerbo dan banyak penulis muda misalnya Usman Arumi kemudian Gunawan Muhammad, Agus Nur itu juga merupakan para penulis Indonesia yang menjadi inspirasinya dalam menulis puisi,” terangnya.
Hefni juga katakan membuat puisi tidak harus di tempat-tempat yang bisa ditentukan. Membuat puisi bisa dimanapun kita berada.
“Yang penting ada setiap momen yang dialami,” katanya.
Menulis juga tidak bisa dipaksa. Ketika menulis itu dipaksa maka akan berdampak pada tulisannya yaitu kurangnya nilai estetika.
Menulis juga harus tergantung pada momen dan perasaan.
“Misalnya, jika dalam momen bahagia atau sedih bisa dituangkan dalam tulisan. Begitu juga momen sosial yang terjadi di lingkungan kita seperti rekayasa sosial, itu bisa juga kita tuangkan dalam bentuk tulisan,” ucapnya.
Alasan-alasan kenapa penulis muda lebih memilih puisi untuk ditulis, kata Hefni, tergantung pada selera setiap individu. Menulis puisi terbilang ribet karena perlu momen dan kajian.
“Bukan hanya sebuah halusinasi fiksi tapi kita melihat fakta dan kenyataan yang ada dalam bentuk pikiran dan segala macamnya. Kalaupun menulis cerpen atau novel itu lebih mudah. Cuma fashion dan hobinya lebih ke puisi,” imbuhnya.
Hefni menambahkan ia masih menggarap novel yang baru setengah jalan. Sementara itu, ia juga telah menulis cerpen yang belum diterbitkan saat ini.
“Untuk puisi, kita melihat era digital. Sekarang itu orang-orang lebih mengedepankan tulisan pendek untuk di-repost, misalnya di Instagram. Tulisan-tulisan pendek untuk dibaca berbanding halnya dengan cerpen maupun novel yang secara lembarnya sangat banyak sampai memasuki ratusan halaman. Itu jarang orang membacanya,” paparnya.
Penulisan puisi menjadi langkah awal membantu orang-orang untuk memulai baca karya sastra. Hefni menceritakan awal mula tertarik dan menulis puisi sudah cukup lama.
“Mulai dari pertama ikut menjadi anggota di forum lingkar pena ranting banyu anyar sewaktu SMP. Itu sekitar tahun 2008, saya mulai menulis puisi. Buku yang sudah terbit mulai pertengahan tahun 2018,” timpalnya.
Selama ini, mahasiswa diidentikan dengan membaca, diskusi dan menulis saja. Jika mahasiswa sudah melupakan tiga ciri khas itu maka perlu dipertanyakan mahasiswanya.
“Untuk membuat seseorang tergugah dalam menulis adalah dengan banyak membaca karya orang. Maka, kita akan mendapatkan inspirasi juga untuk menulis ataupun membaca keadaan-keadaan di sekitar. Kita melihat dan menganalisis realita sosial yang ada dan dituangkan dalam tulisan. Memang selayaknya mahasiswa harus menulis dengan menulis, membaca. Jika kita tidak membaca maka kita tidak akan bisa menulis,” tandasnya. (*).