Mahasiswa IAIN Ini Nilai Tingkat Pendidikan di Indonesia Masih Rendah
Mahasiswa IAIN Pontianak, Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fitri Rindiani Anwar nilai tingkat pendidikan di Indonesia masih rendah.
Penulis: Muhammad Luthfi | Editor: Tri Pandito Wibowo
Mahasiswa IAIN Ini Nilai Tingkat Pendidikan di Indonesia Masih Rendah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS, - Mahasiswa IAIN Pontianak, Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fitri Rindiani Anwar mengatakan tingkat pendidikan di Indonesia masih rendah.
Menurutnya, Pendidikan di Indonesia masih menjadi masalah terutama di daerah pedesaan yang harus diperhatikan oleh orang tua dan dari pemerintah.
"Masih banyak anak-anak yang masih belum bias bersekolah terlebih anak-anak yang bertempat tinggal didaerah pedalaman. Masih banyak diantara mereka yang membutuhkan ilmu yang seharusnya mereka dapatkan untuk masa depan nanti. Sebenarnya apakah penyebab terjadi rendahnya pendidikan di Indonesia?," Ujarnya, Rabu (16/1/2019) dirilis yang diterima Tribun.
Baca: Minat Belajar Siswa Karena Game Online, Mahasiswa IAIN Ini Nilai Perlu Peran Orangtua
Baca: Jauh Dari Harapan, Mahasiswa IAIN Pontianak Kritisi Dunia Pendidikan di Indonesia
Baca: Mau Investasi Saham, Rekomendasi 3 Saham Terbaik Hari Ini
"Tingkat pendidikan pelajar di daerah pedesaan terlihat masih sangat rendah dan kalah jauh dibandingkan dengan daerah perkotaan. Kalua dilakukan ujian kemampuan, dipastikan masih kalah jauh tingkat pendidika didaerah pedesaan dengan daerah perkotaan," jelasnya.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan didaerah pedesaan adalah adanya ketimpangan pembangunan ekonomi, insfrastruktur dan sarana yang rusak sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Akibatnya, masih bercokolnya jumlah warga miskin dan berpendidikan rendah ketimpangan dengan pembangunan antar pedesaan tersebut sehingga menyebabkan banyaknya factor kemiskinan.
"Bagaimana orang miskin yang mencapai kurang lebihnya 70 juta orang yang ditanggung pemerintah Jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat) melalui APBN itu bisa membutuhi kehidupan dengan kalori yang normatif dan menyekolahkan anak-anakanya untuk berpengetahuan setara," tegasnya.
"Kita akui tingkat pendidikan didaerah pedesaan rata-rata hanya sebatas sampai di tingkat SD dan bahkan banyak anak-anak yang tidak sekolah karna faktor ekonomi atau faktor kekeluargaan," sambungnya.
Sementara itu, Penyebab lainya menurut Fitri Andriani Anwar adalah sosial ekonomi yang kurang akan membatasi kesempatan belajar sehingga menimbulkan kesulitan pada anak.
Ekonomi keluarga sangat erat hubunganya dengan prestasi belajar anak-anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokok seperti makan, minum, dan pakaian perlindungan dan sebagainya dan juga harus membutuhkan fasilitas belajar yang semua itu membutuhkan dorongan dari orang tua mereka.
"Sesungguhnya di Indonesia ini mempunyai Sumber Daya Manusia yang besar. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai sekitar 225 juta orang. Jumlah penduduk yang besar ini merupakan modal dasar dan pasar potensial bagi berbagai produk dan jasa," katanya.
Oleh karena itu, dunia internasional menajdikan Indonesia sebagai sasaran pasar mereka, dengan pertumbuhan penduduk sekitar 1,36 persen pertahun, Indonesia mendapat tambahan 3,5 juta orang pertahun atau sejumlah penduduk Singapura.
Seharusnya, Penduduk yang banyak bisa menjadi modal yang berharga seandainya tingkat pendidikan cukup tinggi dan kesehatan yang baik.
Walaupun sudah lebih dari 90 persen anak-anak di indoensua mengenyam tingkat pendidikan dasar 6 tahun tapi yang bisa melanjutkan kesekolahan lanjutan pertama, sekolah menengah atas dan perguruan tinggi sangat sedikit.
"Hambatan utama yang dihadapi adalah faktor ekonomi atau kemiskinan. Walaupun pemerintah sudah memberlakukan wajib utama pendidikan adalah 9 tahun dan membebaskan yang sekolah serta memeberi berbagai kemudahan dan beasiswa, tapi kemiskinan membuat banyak keluarga memutuskan untuk tidak menyekolahkan anak-anak mereka lebih lanjut," terangnya.
Hal ini dapat dipahami mengingat sekolah tidak hanya bayar uang sekolah tapi juga membeli seragam, biaya transfortasi, uang ajajn dan pungutan sekolah.
"Dari kedua pendapat tersebut dapat dipahami bahwa keadaan ekonomi keluarga sangat mempengaruhi pelaksanaan pendidikan anak dalam keluarga, artinya bila ekonomi keluarga sangat minim maka akan menuntut orang tuanya selalu berusaha mencari nafkah keluarga," ungkap Mahasiswa IAIN itu.
Hal ini tidak jarang dilakukan oleh seorang ayah dan ibu. Bila kedua orang tua telah disibukkan dengan pekerjaan sehari-hari untuk mencukupi kebutuhan mereka. Maka anggota keluarganya (anak-anak mereka) akan kehilangan pembinaan dan pembimbingnya.
Sehingga mereka tidak lagi terurus dan lain sebagainya, akibatnya moral serta tingkah laku anak tak terarah.
Oleh karena itu, pemerintah harus lebih memperhatikan masyarkatnya agar anak-anak Indonesia dapat mengenyam pendidikan minimal tamatan SMA, supaya tingkat pendidikan di Indonesia meningkat dan dapat bersaing dengan negara lain.
Yuk Follow Instagram Tribun Pontianak