77 Tahun Kota Pontianak Dibombardir Jepang, Pontianak Hilang Satu Generasi Emas

Hari ini, 19 Desember, 77 tahun silam. Lebih setengah abad sudah. Waktu itu, Jumat antara pukul 10–11 siang.

Penulis: Syahroni | Editor: Madrosid
TRIBUNPONTIANAK/ISTIMEWA
Gedung HCS yang terkena bom, Jumat 19 Desember 1941, Pukul 11 Siang. 

Citizen Reporter
Syafaruddin Usman
Pakar Sejarah Kalbar

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Hari ini, 19 Desember, 77 tahun silam. Lebih setengah abad sudah. Waktu itu, Jumat antara pukul 10–11 siang. Sebagian masyarakat Muslim bersiap salat Jumat. Dilainnya aktifitas sedang berjalan normal.

Kota Pontianak tenteram dengan cuaca cerah, meski pasang Sungai Kapuas sedang menggenang. Di kawasan Militer Keresidenan Pontianak, sekitar Jalan Sudirman dan Nusa Indah sekarang, tak ada hal lain.

Sekolah berlangsung seperti biasa, di kelas murid mendengar guru menyampaikan pelajaran. Dikantor para pekerja menekuni kedinasannya.

Kaum ibu masih sibuk mengurusi dapur, anak-anak ceria bermain, para pekerja menjalani rutinitasnya.

Baca: Pemerintah Kecamatan Belitang Juga Gelar Upacara HUT Pemkab Sekadau ke 15

Di penjuru Kampung Bali, sekolah HCS Holland Chinesche Scholl, sebagaimana lazimnya menjalankan proses belajar dan mengajar.
Seisi kota lancar dengan kondisi yang tenteram. Awan berarak merona langit Khatulistiwa yang biru kala itu.

Namun, detik-detik malapetaka datang tak terduga. Maut menghampiri seluruh penjuru kota yang saat itu baru berusia sekitar 170 tahun.

Dari Utara, berkejar-kejaran sembilan pesawat, dari atas bumi pijakan memandang ke angkasa, seakan di atas sana sembilan burung elang saling mendahului untuk menyambar mangsanya.

Tak hanya di HCS, dibanyak sekolah murid dan guru, begitupun kantor, bahkan segenap penduduk Kota Pontianak, berhamburan menyaksikan “atraksi” di angkasa raya jelang tengah hari itu.

Lambaian tangan anak-anak sekolah usia sekolah dasar, terutama di HCS Kampung Bali yang lokasinya tak seberapa jauh dari Kawasan Militer Pontianak, tampak begitu gembira.

Guru mereka pun sontak membolehkan para murid menonton kapal-kapal terbang yang berutar mengeliling atas muka bumi Pontianak.

Baca: Edi Kamtono: Akhir 2019 Seluruh Kantin Sekolah Harus Jadi Kantin Sehat

Suatu permulaan sejarah kelam pastinya, entah dari pesawat yang mana diantara sembilan kapal terbang milik militer Jepang itu, seketika menjatuhkan “bertih maut”.

Suasana semula riang gembira, senyum ceria bahagia, sontak berubah menjadi teriak histeris dengan suara penuh lara.

Bom meletus, gelegar dahsyat seakan menandingi amuk halilintar membelah bumi. Sesaat dalam sekali serangan udara itu, luluh lantaklah seisi kota.

Utamanya, gedung HCS dari bangunan kebanggaan untuk meraih masa depan sebuah generasi, porak poranda laksana ambruk dihantam gempa.

Baca: Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Daftar Merek Obat Yang Ditarik BPOM!

Hari itu, 77 tahun silam, Jumat 19 Desember 1941 antara pulul 10–11 siang, beribu korban meregang nyawa.

Murid di HCS, konon tempat yang salah sasaran jatuhnya bom, luluh lantak. Berpuluh murid yang saat pagi tadinya berangkat sekolah melambaikan tangan kepada orangtuanya, kini dikenang sebagai lambaian terakhir mereka.

Sejak pukul 11 siang, Kota Pontianak berubah total. Kota yang sedang hidup, mati seketika. Angkasaraya hijau menyala, gelap gulita muram dipolusi asam mesiu bekas pemboman.

Kini, 77 tahun setelahnya, dikenang sebagai Peristiwa Nahas Kapal Terbang Sembilan. Ada juga yang mengingatnya sebagai Peristiwa Bom Sembilan.

Maka, Pontianak lah sesungguhnya kota paling awal di Indonesia yang diduduki militer Dai Nippon Jepang di masa Perang Dunia II.

Peristiwa nahas ini kelak akan mencapai klimaksnya pada pembantaian satu generasi terbaik Kalimantan Barat, 28 Juni 1944, tiga tahun setelah Pontianak dibombardir. Masa itu dikenang sebagai Peristiwa Mandor dan diingatkan dalam Hari Berkabung Daerah.

Meski terkesan seakan asing dalam pengingatan, pastinya Jumat 19 Desember 1941, 77 tahun silam, Kota Pontianak mulai kehilangan satu generasi terbaiknya dalam kejadian nahas malapetaka maut Peristiwa Bom Kapal Terbang Sembilan.

Dan tulisan ini saya sampaikan sebagai upaya jangan sekali-kali meninggalkan dan melupakan sejarah (Jasmerah).

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved