Harga Kelapa Dalam Turun, Ini Penyebabnya Kata Ketua Apindo Kalbar
Kekurangan bahan baku beberapa tahun itu sebabkan beberapa industri pengolahan Kelapa Dalam gulung tikar alias bangkrut.
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Dhita Mutiasari
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalbar, Andreas Acui Simanjaya menerangkan terpuruknya harga Kelapa Dalam merupakan imbas terbukanya peluang ekspor buah kelapa tua yang sebelumnya mengairahkan petani kelapa.
“Tapi, nyatanya ini hanya berlangsung sementara. Setelah permintaan buah kelapa tua segar ini terhenti petani kembali bertumpu dan berharap pada industri tradisional yang selama ini ada,” ungkapnya, Senin (17/12/2018).
Baca: Antisipasi Cuaca Ekstrem, DPRD Kalbar Harap Pemprov dan Pemkab se Kalbar Siap Siaga
Baca: RSJ Kalbar Tak Miliki Perawat Pekerja Harian
Industri tradisional itu yakni industri pengolahan kopra dan minyak kelapa.
Saat masa terbukanya Pasar Tiongkok untuk membeli Kelapa Dalam, kata dia, petani kelapa kita seolah-olah melupakan keberadaan industri pengolahan kelapa yang selama ini jadi mitranya.
Ia menjelaskan bahwa memang beberapa tahun terakhir ini ada permintaan buah tua Kelapa Dalam mentah berbentuk buah kelapa tua yang sudah di buang sabutnya untuk di ekspor ke Tiongkok.
Saat itu, Kelapa Dalam berikut tempurungnya langsung dimasukkan ke dalam kontainer dan diekspor ke Tiongkok.
“Kondisi itu merupakan angin segar bagi petani dan pengusaha komoditas kelapa Dalam. Di sisi lain, ini jadi persoalan bagi industri pengolahan komoditas Kelapa Dalam seperti penguasa pengasapan kopra di tingkat desa, pengumpul kopra hingga industri pengolahan minyak Kelapa Dalam,” imbuhnya.
Imbasnya, sempat terjadi unjuk rasa dan protes dari pelaku industri Kelapa Dalam yang terancam tidak mendapatkan bahan baku berupa kopra.
Kekurangan bahan baku beberapa tahun itu sebabkan beberapa industri pengolahan Kelapa Dalam gulung tikar alias bangkrut.
“Beberapa diantaranya mengalihkan fokus usaha pada komoditas lainnya. Paling parah adalah para pelaku industri pengolahan komoditas Kelapa Dalam kehilangan pembeli,” jelasnya.
Acui mengaku prihatin terhadap kondisi penurunan harga kelapa dalam yang terus merosot. Kondisi sekarang berbeda dengan masa tahun 1970-an, dimana komoditas Kelapa Dalam merupakan satu diantara komoditas andalan sepanjang pesisir Kalbar.
“Banyak komponen masyarakat terlibat dalam usaha ini. Mulai dari Petani Kelapa Dalam, pekerjaan memetik dan mengantarkan kelapa ke industri pengolahan kelapa, pekerjaan di industri Kelapa dan pemilik industri pengolahan kopra hampir di setiap desa yang ada komoditas kelapa dalam,” paparnya.
Pada masa kejayaan Kelapa Dalam, banyak perusahaan skala besar berdiri di Ibukota kabupaten/kota di Kalbar. Di Kota Pontianak misalnya, ada perusahaan Vitamo/ PT Cahaya Kalbar yang kini sudah jadi milik Wilmar Group.
“Industri minyak kelapa saat ini merupakan saingan dari produk minyak nabati dari negara lain yang mengandalkan minyak kacang kedelai, minyak jagung dan minyak biji bunga matahari,” ujarnya.
Acui menuding ada kampanye-kampanye negatif serang komoditas Kelapa Dalam dengan isu bahwa Minyak Kelapa Dalam mengandung kolesterol yang berbahaya bagi kesehatan. Hingga kini, tidak ada bantahan dan perlawanan dari Pemerintah Indonesia dan bahkan terkesan mengaminkan pendapat itu.
“Sejak saat itu, industri pengolahan komoditas Kelapa Dalam perlahan menurun hingga mencapai titik nadir seperti saat ini. Padahal dulunya sepanjang pesisir pantai di Kalbar yang terbentang dari Batu Ampar sampai ke ujung pesisir Sambas adalah penghasil kopra dari Kelapa Dalam,” timpalnya.
Penyebab lain merosotnya harga kelapa Dalam yakni semakin banyak komoditas pengganti seperti CPO.
“Untuk beberapa industri tertentu komoditas Kelapa dalam tidak bisa digantikan,” tuturnya.
Pada tahun 1990-an, Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan makanan kesehatan yang dapat mengobati berbagai penyakit. VCO merupakan minyak kelapa yang di produksi tanpa pemanasan melainkan melalui proses fermentasi dari santan kental Kelapa Dalam.
“Warnanya jernih, produk VCO masih terdapat di pasaran sampai saat ini,” tukasnya.