Citizen Reporter

Polnep Gelar Seminar Nasional Sentarum 2018 

Pembangunan berkelanjutan tidak terlepas dari dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan.

Penulis: Syahroni | Editor: Jamadin
ISTIMEWA

Citizen Reporter 
Ketua panitia, Estar putra akbar, ST, M.Sc

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK -Indonesia adalah satu di antara negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia sekitar 99.093 Km dan 16.056 pulau dari Aceh sampai Merauke di Papua berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan. 

Sehingga Tema Berbasis Air masih menjadi tema besar dalam acara temu ilmiah di Indonesia bahkan di dunia. Kota berbasis air menjadi salah satu hal utama dalam mendukung pembangunan berkelanjutan dan perkembangan kota. 

Baca: Sekda Sekadau Sambut Kedatangan Wagub Ria Norsan

Pembangunan berkelanjutan tidak terlepas dari dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan.

Oleh sebab itu, ketiga dimensi tersebut dapat mengisi pembangunan dan perkembangan kota air dengan tetap mempertahankan identitas kota air dan wujud arsitektur lokalnya. Inilah yang menjadi ciri khas dan keunikan lokal yang membedakan satu kota dengan kota lainnya.

Sehingga identitas kota perlu mendapat khusus, terutama bagi kota-kota yang berkembang dari embrio kota berbasis air baik di pesisir pantai, tepian sungai, danau dan perairan lainnya.

Kontekstualitas suatu kota khususnya kota berbasis air pasti memiliki perancangan dan perencanaan kota yang mengedepankan unsur air. 

Adapun pertimbangan sumber daya air menjadi suatu hal yang mendasar dalam mempertahankan identitas suatu kota, kemudian muncul tanggapan yang berangkat dari potensi ciri khas kota tersebut. 

Selain itu, beberapa kota diawali dari embrio sebuah kota tepian air, yang memiliki kekhasan bentang alam dan bentuk arsitektur lokalnya.

Menghadapi tantangan lama arus Globalisasi dan tantangan kekinian Revolusi Indutri 4.0, serta tantangan bencana alam yang akhir-akhir ini sering terjadi di Indonesia, khususnya kota pesisir.

Bencana antropogenik di Kota Palu adalah satu-satunya terdampak rangkaian tiga fenomena bencana sekaligus yakni gempa, tsunami dan likuifaksi yang telah menimbulkan sekitar 2.000 korban meninggal dunia.

Setidaknya kejadian bencana tersebut turut berdampak pada perubahan lansekap Kota Palu, sehingga dalam perspektif arsitektur dapat diupayakan pendekatan ekologis, humanis dan transendental dalam wujud arsitekturnya. 

Sedangkan dalam perspektif urban dapat diupayakan perencanaan penanggulanan bencana berupa adaptasi dan mitigasi khusus di wilayah rawan bencana.

Baca: Tragedi Kereta Api di Surabaya, Penonton Surabaya Membara Panik dan Lompat Dari Atas Viaduk

Begitu pula tantangan era Globalisasi yang telah masuk ke nusantara sejak awal peradaban turut memengaruhi arsitektur lokal dan penataan kotanya.

Tidak hanya di nusantara, bahkan peradaban Sungai Nil di Mesir yang tertua dan megah pada zaman itu turut berpengaruh dengan adanya pembangunan Grand Ethiopian Renaissance DAM Tahun 2011-2015 yang merupakan fenomena perebutan air di kawasan Afrika. 

Sedangkan era Disrupsi atau Revolusi industri 4.0 diwarnai oleh artificial intellegence yang menekankan pada cyber dan physical system yang berdampak pada perdebatan antara definisi manusia itu sendiri dengan rekayasa teknologi canggih, apakah ini sebagai tantangan atau peluang?. 

Sehingga tidak akan ada suatu area pun yang tidak terpengaruh dampak Revolusi Industri 4.0. Di Indonesia, teknologi seharusnya dapat dimanfaatkan untuk penyelesaian permasalahan mendasar tentang air dari hulu ke hilir, misalnya ketersediaan air bersih, sanitasi, drainase, irigasi serta bencana banjir dan genangan atau rob. 

Saat ini, sedang didorong untuk Percepatan Pengembangan Kota Terintegrasi seperti Kawasan Hunian Terintegrasi dengan penggunaan transportasi massal, disebut LRT City (Light Rail Transit).

Serta Kawasan Pengembangan Berbasis Transit, disebut TOD (Transit Oriented Development). Selain itu, Kawasan Konservasi seharusnya juga dapat terintegrasi dengan Kawasan Komersial, Bisnis, dan Pariwisata melalui penggunaan transportasi taksi air atau bumboat seperti di Sungai Singapura.

Diharapkan melalui penciptaan interkonektivitas antar infrastruktur menggunakan rekayasa teknologi, cyber, physical system terhadap lingkungan alam dan buatan, kita dapat terus berinovasi tanpa harus menghilangkan identitas atau jati diri suatu kota.

Hal-hal tersebut menjadi isu yang menarik dalam pembangunan kota berkelanjutan pada umumnya dan perkembangan kota berbasis air pada khususnya.

Acara Seminar Nasional Sentarum 2018 yang diselenggarakan oleh Jurusan Arsitektur Politeknik Negeri Pontianak (POLNEP)  diselenggarakan pada Sabtu, 10 Novermber 2018 di Ballroom Hotel IBIS Pontianak.

Untuk info dan pendaftaran dapa menghubungi Dian (Call/WA 0812 569 3447). Acara Semnas Sentarum ini juga merupakan satu rangkaian dengan kegiatan Dies Natalis Jurusan Teknik Arsitektur yang jatuh pada 01 November 2018.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved