Kasus Pungli Proyek di Lingkungan Dinas PU Ketapang, Ini Kata Pengamat

Ini disinyalir terjadi hampir di seluruh sektor pelayanan publik. Budaya pungli ini diyakini masih merebak dan berkembang.

Penulis: Ishak | Editor: Dhita Mutiasari
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ NUR IMAM SATRIA
Kondisi Kantor Dinas Pekerjaan Umum Ketaoang, saat sehari setelah dilakukan OTT terhadap Kepala Dinasnya. Tampak lengang dan Sedikit aktivitas yang terlihat, Selasa (23/10/2018). 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ishak

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Menganalisis persoalan OTT di lingkungan Dinas PU Ketapang, Pengamat Hukum, Akademisi Untan, Dr Hermansyah menilai pemerintah sekarang memang sedang berusaha memberantas sisi lain dari kejahatan yang bersifat ekonomi. Korupsi menjadi domain KPK, kejaksaan dan kepolisian.

Tapi ada satu kejahatan yang masih cukup mendominasi tapi dia tidak dimasukkan ahli hukum sebagai tindak pidana korupsi. Tapi dia disebut pungutan liar alias pungli.

Baca: OTT di Lingkungan Dinas PU Ketapang, Bupati dan Wabup Masih Bungkam

Baca: Kadinya Kena OTT Tim Saber Polda Kalbar, Kantor Dinas PUTR Tampak Lengang

Ia tidak masuk dalam kategori tindak pidana korupsi karena memang hubungannya yang bersifat individual. Tapi ini juga masuk dalam pelanggaran hukum, dan diatur dalam undang-undang khusus masalah pungli.

Ini disinyalir terjadi hampir di seluruh sektor pelayanan publik. Budaya pungli ini diyakini masih merebak dan berkembang.

Oleh karena itu, pemerintah, dalam hal ini pihak kepolisian sudah secara jelas melakukan pemberantasan. Satu di antaranya itu memang dengan dibentuknya tim yang dinamai Sapu Bersih Pungutan Liar atau Saber Pungli itu tadi.

Tim ini bekerja, meneliti berbagai macam bentuk laporan yang ada dari masyarakat terkait dengan berbagai macam bentuk pungli yang ada di sektor pelayanan publik.

Dalam kaitannya dengan OTT Kadis PU Ketapang dengan berbagai macam bentuk pungli, terhadap kelembagaan PU dalam proses pengadaan barang dan jasa, inikan masyarakat bisa menilai ini bukan sesuatu yang baru. Artinya bisa saja dulunya memang berkembang.

Saya yakin, OTT ini tentu juga berkat adanya laporan dari masyarakat sehingga memudahkan pihak keamanan melalui tim Sabar Pungli melakukan OTT terhadap si kepala dinasnya ini tadi. Itu secara hukum memang harus dilakukan, dan harus sesuai dengan prosedurnya.

Keberadaan tim Saber Pungli yang dibentuk aparat kepolisian tentu punya aspek yang sangat strategis. Pembentukan tim ini saya pikir sudah sangat tepat, di mana tim ini bisa berperan sebagai tim reaksi cepat dan berfokus pada persoalan pungli.

Saya yakin dalam tim Saber Pungli ini memetakan berbagai model modus operandi pungli, timingnya juga, saya yakin itu semua sudah dipetakan. Sehingga mereka dari sisi mananya mau masuk, juga sudah tahu.

Tinggal persoalannya adalah bagaimana keterlibatan masyarakat dalam upaya pemberantasan pungli. Karena peran masyarakat sangat menentukan efektivitas dan keberhasilan upaya pemberantasan pungli itu sendiri.

Efesiensi dan efektifitas juga sangat ditentukan bagaimana bentuk keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam upaya pemberantasan pungli itu sendiri. Sebab, pungli secara teoritik sebagai sebuah model, pemberantasan tindak pidana pungli ini hampir-hampir tidak memiliki kekuatan apa-apa tanpa ada dukungan dari masyarakat.

Bentuk dukungan itu tentu seperti laporan-laporan, pengaduan-pengaduan di sektor pelayanan publik di mana tindak pidana pungli berpotensi berkembang biak. Sepanjang partisipasi dari masyarakat tinggi dalam upaya pemberantasan pungli, sepanjang itu pula peran tim Saber Pungli juga bisa berperan lebih efektif.

Terkait dengan wacana pemecatan atau pemberhentian tersangka atau terduga pungli, baik dari jabatannya atau statusnya sebagai ASN, di dalam hukum itu semua sudah diatur. Kalau saya tidak keliru, di PP nomor 11 tahun 2017 terkait dengan pelanggaran atau tindak pidana yang dilakukan oleh aparatur sipil negara  yangterkait dengan jabatannya.

Pemberhentian itu, baru dapat dilakukan jika sudah ada putusan yang bersifat inkrah. Artinya sudah memiliki kekuatan hukum tetap, dan tidak ada lagi upaya hukum baik yang biasa maupun luar biasa, sebagaimana pasal 250 PP nomor 11 tahun 2017 tersebut.

Terhadapnya, dalam waktu maksimal 21 hari, dia harus dikeluarkan oleh pejabat yang lebih tinggi, dan dikuatkan lewat pemberhentian dengan tidak hormat.

Sedangkan kalau soal jabatannya, itu terkait dengan kewenangan yang diberikan oleh pejabat yang lebih tinggi. Dalam hal ini, bisa saja dia dicopot, di mana kewenangannya dalam kasus ini berada di tangan bupati, sebagai pejabat pembina kepegawaian di tingkat kabupaten.

Bupati lah yang mengeluarkan. Mencabut terlebih dahulu jabatannya selaku kepala dinas dan eselon II nya.

Tapi untuk pemberhentian statusnya sebagai ASN, sekali lagi, mekanisme harus sesuai dengan aturan yang ada. Yakni PP nomor 11 tahun 2017 sebagaimana dijelaskan di atas. Prosesnya juga harus dari surat keputusan bupati, yang dilaporkan persetujuannya kepada gubernur.  

Lalu bagaimana dan upaya apa yang bisa dilakukan untuk memberantas pungli ini?. Nah, pemerintah daerah sebenarnya memiliki peranan yang sangat luar biasa. Sesuai dengan kewenangan yang ada, pemerintah daerah bisa melakukan penataan sistem terhadap semua yang menyangkut kewenangan-kewenangan.

Harus dilihat dan ditinjau kembali atau melakukan revisi terhadap SOP yang selama ini ada atau tidak ada. Jadi, dalam konteks negara hukum, pastinya kita harus bekerja berdasarkan aturan yang berlaku.

Penataan sistem, prosedur, tahapan, mekanisme, itu menjadi keharusan yang harus dilakukan. Bagaimana dalam mekanisme itu juga melibatkan pengawasan independen baik dari masyarakat dan sebagainya.

Sehingga dengan cara demikian, memperkecil ruang, mempersempit, atau bahkan jika memungkinkan meniadakan sama sekali ruang-ruang untuk melakukan berbagai macam tindakan penyimpangan berupa pungli. Itu penting, dan pemerintah tentunya harus memiliki peran seperti itu.

Adapun peran penegakan hukumnya, nanti ketika pemerintah atau pejabat terkait, menemukan berbagai penyimpangan atau tertangkap pelakunya. Pemerintah tidak perlu melakukan perlindungan terhadap tersangka atau terduga, tapi meneruskan saja temuan tersebut ke penegak hukum untuk diproses.

Jadi harus dibedakan penegakan hukumnya dengan penataan sistem. 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved