Kalbar Target Masuk 10 Besar Daya Saing di Indonesia, Meiran: Industri Digital Potensi Besar
Tergantung dari pengakuan saja ini sebenarnya. Apakah yang disampaikan ke kami benar atau tidak
Penulis: Tri Pandito Wibowo | Editor: Jamadin
Laporan Wartawati Tribun Pontianak, Maskartini
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Badan Pusat Statistik menggelar Seminar Hari Statistik Nasional di Hotel Orchadz Gajahmada, Selasa (25/9/2019). Seminar bertema "Dengan Data Entaskan Kemiskinan dan Tingkatkan Daya Saing Sumber Daya Manusia Kalbar di Era Milenial" menghadirkan Anggota DPR RI, Micheal Jeno dan Ketua Program Studi Doktor Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untan, Dr Meiran Pangabean.
Ketua Program Studi Doktor Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untan, Dr Meiran Pangabean mengatakan peringkat daya saing Kalbar berdasarkan penelitian Asean Kompetitiveness Instite (ACI) 2016 lalu berada di posisi 19.
Meiran mengaku tidak seperti yang disebutkan pemerintah provinsi saat ini, saat mengisi seminar HSN ke-26 ia menyebut jika menargetkan masuk 10 besar nampaknya cukup sulit.
Baca: DPRD akan Akomodir Pertemuan Lintas Sektoral Terkait Kebutuhan Nelayan
"Saat ini Pemerintah Kalbar menargetkan masuk 10 besar daya saing provinsi di Indonesia. Tetapi melihat data yang ada dimana saat ini masih berada di posisi 19 tentunya sulit, bukan kita pesimis. Namun optimisme pemerintah ini harus kita dukung," ucap Meiran.
Ia juga mengatakan generasi muda yang berumur 17-37 (milenial) saat ini 50 persen bekerja di sektor pertanian. Salah satu penyebabnya adalah karena rendahnya pendidikan.
"Pendidikannya rendah, jadi mereka bekerja di pertanian sebagai basis pencaharian. Sebagai catatan bagi BPS kedepan bagaimana mereka yang bergerak di jasa seperti menjadi (vloger, selebgram, youtuber) bidang usahanya tercatat oleh BPS. Harapan kita generasi milenial yang kreatif tapi terdata, jangan dapat duit tidak dicatatkan omzetnya," ujarnya.
Baca: Kegiatan Restorasi Gambut, Hermansyah: Sumber Air di Lahan Gambut Sulit
Badan Pusat Statistik saat ini masih kesulitan dalam mendata jumlah pelaku industri digital. Kepala BPS Kalbar Pitono mengatakan permasalahan utamanya adalah, sebagian dari mereka bekerja secara individu atau tim kecil, dan tidak memiliki badan hukum dan tidak memiliki kantor.
Ia mengatakan, pihaknya sudah melakukan survei terkait industri digital ini. Namun sebagian dari pelaku industri digital tidak memiliki badan hukum serta alamat formal.
“Kami sudah melakukan survei ini. Tetapi tentu butuh data yang lengkap, karena para pelaku industri digital sulit untuk didata. Mereka yang masuk dalam profesi baru di bidang industri digital ini adalah perusahaan startup, e-commerce, youtuber, blogger, selebgram, gamers, kreator konten, dan lain-lain," ujar Pitono.
Youtuber misalnya pendapatan kata Pitono sulit diukur dan tidak memiliki penghasilan tetap. "Sumber pendapatan mereka berasal dari jasa promosi. Ada iklan yang tercatat, ada juga yang tidak tercatat secara resmi. Sehingga sangat sulit mengukur pendapatan mereka. Tergantung dari pengakuan saja ini sebenarnya. Apakah yang disampaikan ke kami benar atau tidak,” ujarnya.
Menurut Pitono industri digital sudah sangat berkembang seiring meningkatnya infrastruktur telekomunikasi dan internet. Apabila data yang terkumpul lengkap, bisa menjadi landasan kebijakan pemerintah dalam mengambil keputusan.
"Begitu juga bila angka ini besar, bisa memperbaiki angka kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Anggota DPR RI, Micheal Jeno mengatakan hingga saat ini kementerian terkait masih mengejar pajak online yang akan dikenakan kepada pelaku usaha maupun jasa bidang online tak terkecuali selebgram dan lainnya. Disamping itu, untuk mendukung tumbuhnya era digital dengan lebih baik diperlukan pembangunan infrastruktur.
"Penghasilan online luar biasa, tetapi pajaknya bisa dikejar tidak. itu tantangannya luar biasa, untuk mendukung generasi milenial ini diperlukan dukungan berupa infrastruktur seperti koneksi internet agar industri digital berkembang baik. Kita dari DPR tentu mendorong regulasi, kalau pemda berupa Perda," ungkapnya.
Pihaknya kata Jeno mendorong Kementerian Keuangan terutama Direktorat Jenderal Pajak untuk segera mengeluarkan regulasi. Hanya saja sulit untuk mengukur pendapatan dari para pelaku industri digital. Pasalnya, sebagian pendapatan mereka berasal dari jasa yang nilainya tergantung tiap-tiap levelnya seperti youtuber.
Masayarakat Kalbar kata Jeno harus mempersiapkan diri terhadap disrupsi yang ditimbulkan oleh ekonomi digital. Kendati pengaruh teknologi komunikasi dan informasi masih belum merata di Kalbar, namun masyarakat perkotaan yang sudah seba online mulai merasakannya.
Ia mengatakan di negara maju sudah terasa sekali karena masyarakatnya sudah serba online. "Di Pontianak juga sangat terasa. Ekonomi dunia saat ini berada pada fase transformasi bisnis yang cukup radikal. Transformasi ini mengarah pada teknologi yang membawa perubahan besar sehingga fenomena runtuhnya bisnis konvensional terjadi di dalam maupun luar negeri," ujarnya.
Ia mengatakan banyak terjadi shifting (pergeseran) pola belanja dan jenis produk yang dibeli oleh masyarakat terutama di perkotaan. Salah satu dorongan shifting adalah teknologi, sehingga mengubah proses bisnis yang terjadi saat ini. Bahkan ekonomi digital cepat atau lambat akan menguasai sektor keuangan.
Tenaga teller perbankan misalnya kata Jeno, sudah diganti melalui sistem. Begitu juga dengan agen asuransi, agen properti dan para broker yang mulai digantikan oleh aplikasi online. Namun Jeno melihat, ekonomi akan menemukan keseimbangan barunya. Menurutnya akan banyak lapangan kerja yang dibutuhkan dalam kondisi ekonomi serba digital saat ini.
"Masyarakat Kalbar harus mencari dan menyiapkan peluang tersebut. Ke depan akan dibutuhkan banyak desainer grafis, orang uang mengerti sistem informasi, dan hal-hal yang berhubungan dengan digital. Anak-anak muda kita harus diarahkan untuk tertarik dan terjun ke sana. Harapan kita berkembangnya perusahaan startup dapat memberik manfaat bagi pemasukan negara," harapnya.
Perbankan Wajib Salurkan 20 Kredit ke UMKM
Bank Indonesia mewajibkan seluruh perbankan di Indonesia menyalurkan 20 persen kreditnya kepada pelaku usaha mikro kecil dan menengah secara bertahap mulai pada tahun 2018 ini.
Kewajiban ini sendiri sudah dimulai bertahap sejak tahun 2015 dimana kewajibannya sebesar 5 persen, lalu terus meningkat hingga tahun ini.
Kepala Bank Indonesia Perwakilan Kalbar Prijono mengatakan kewajiban ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memeratakan saluran pembiayaan hingga ke seluruh masyarakat. "Mulai tahun 2015 5 persen dari total kreditnya kepadaUMKM, tahun depannya lagi jadi 10 persen, tahun lalu 15 persen, hingga 2018 menjadi 20 persen," ujarnya.
Ia mengatakan, perbankan Indonesia memang sudah ada yang menyalurkan kredit, namun persentasenya bervariasi. Oleh sebab itu, perbankan yang tidak mengindahkan kebijakan BI, tentu ada sanksinya. Suku bunga kredit yang diberikan perbankan kepada UMKM tetap mengikuti suku bunga pasar karena pendanaan perbankan juga berasal dari pasar.
Menurut dia, pihaknya mendorong perbankan untuk memperbesar penyaluran kredit UMKM. Namun tetap mengacu pada prinsip kehati-hatian untuk mencegah terjadinya peningkatan NPL (potensi kredit macet). “BI ingin agar keuangan semakin inklusif dan dinikmati seluruh lapisan masyarakat. Tentu saja untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi baru,” sebutnya.