Citizen Reporter
Keterlibatan Masyarakat Kunci Keberhasilan Agenda Restorasi Gambut
komoditi nanas telah dikembangkan untuk berbagai produk turunan seperti sirup, dodol, keripik, selai dan lain-lain.
Citizen Reporter
Dinamisator BRG-Kalbar: Hermawansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Hari Selasa, tanggal 10 Juli 2018, pagi pukul 09.00 WIB, saya dan Deputi 3 bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi & Kemitraan Badan Restorasi Gambut Republik Indonesia (BRG-RI), Myrna A Safitri, PhD beserta rombongan, bertolak dari Pontianak menuju Sambas.
Perjalanan ke Sambas merupakan bagian dari rangkaian kunjungan kerja Deputi 3 BRG-RI selama lima hari di Kalbar.
Setelah sehari sebelumnya, senin tanggal 9 Juli 2018, menghadiri pengukuhan Guru Besar Tetap Fakultas Pertanian Untan di Auditorium Untan. Pada hari itu, selain menghadiri pengukuhan Prof.Dr. Gusti Zakaria Anshari, MES yang juga anggota kelompok ahli BRG-RI, siang harinya bersama Kepala BRG Bapak Nazir Foead, dilanjutkan dengan rapat koordinasi bersama TRGD (Tim Restorasi Gambut Daerah) di ruang Sekda Pemerintah Propinsi selaku Ketua TRGD Kalbar beserta jajarannya.
(Baca: Raih Juara Dunia, Hotman Paris Sumbang Rp 100 Juta untuk Renovasi Rumah Zohri )
Perjalanan selama kurang lebih 5 jam ke Sambas, betul-betul kami nikmati. Apalagi Ibu Myrna A Safitri yang belum pernah mengunjungi daerah bagian utara propinsi Kalbar.
Bahkan ke Singkawang pun belum pernah menginjakkan kakinya. Karena itulah, tiba di Singkawang kami bersama rombongan sebanyak 6 orang bersama supir tersebut, mampir makan siang dan rehat sejenak di Singkawang.
Selesai makan dan bincang-bincang ringan seputar pekerjaan, kami melanjutkan perjalanan ke Sambas. Memasuki kota Sambas jam 16.30, kami langsung menuju Ferri penyeberangan ke Desa Sekura.
Desa Sekura bersama Tri Mandayan, Lela, Sungai Kumpai, Berlimang dan Sungai Baru Kecamatan Teluk Keramat, adalah 6 desa yang dipilih BRG sebagai lokasi program Desa Peduli Gambut (DPG) di Kabupaten Sambas.
Tiba di Desa Sekura, kami sudah ditunggu oleh Kepala Desa dan jajarannya serta perwakilan petani. Ibu Deputi 3 BRG berdilaog dan mendengar langsung apa masalah, harapan serta pengalaman masyarakat dalam pengelolaan lahan gambut. Setelah dari Sekura, rombongan kami menuju Desa Lela.
(Baca: Bupati Jarot dan Bupati Atbah Dijadwalkan Hadiri Halal Bihalal Masyarakat Pantai Utara Sintang )
Sudah ramai warga yang menunggu di Kantor Desa Lela, mayoritas adalah ibu-ibu yang memang sehari-hari adalah petani. Kemudian kami lanjut ke Desa Tri Mandayan. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 20.30, kami langsung menuju rumah warga yang sudah disiapkan sebagai tempat kami menginap. Disana ternyata Kepala Desa beserta warganya telah ramai menunggu.

Akhirnya, malam itu berlangsung dialog yang hangat serta kekeluargaan dengan ibu Deputi. Keesokan harinya, pagi tanggal 11 Juli 2018, kami bersama ibu Deputi menyempatkan diri mengunjungi lahan mini demplot. Melalui jalan kecil, ibu Deputi dibonceng oleh warga dengan sepeda motor selama 20 menit menuju lahan.
Di lapangan, ibu Deputi berdialog langsung dengan petani seputar pengalaman dan pembelajaran pengolahan lahan gambut dan rencana pengembangan mini-demplot. Sepulangnya dari lahan, kami menuju Desa Sungai Kumpai dan kemudian lanjut ke Desa Berlimang.
Dialog informal dan santai bersama pemerintah desa, warga dan petani berlangsung hangat di setiap desa yang kami kunjungi. Siang jam 13.00 rombongan kamipun bergerak meninggalkan desa dan menuju Sambas serta lanjut pulang ke Pontianak.
Alhamdulillah, Deputi 3 BRG-RI beserta timnya antusias selama perjalanan kunjungan lapangan, bertemu serta berdialog dengan masyarakat di desa.
Desa Peduli Gambut
DPG adalah program yang diluncurkan oleh BRG sebagai kerangka penyelaras percepatan pembangunan desa. Karena itu, DPG bukanlah program yang berdiri sendiri, melainkan bentuk kontribusi BRG dalam memfasilitasi capaian indikator pembangunan desa.
Sebab jika merujuk pada Indeks Desa Membangun (IDM) yang ditetapkan oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, sebagian besar desa-desa yang didampingi BRG statusnya adalah desa tertinggal dan sangat tertinggal.
Tahun 2017 BRG mendampingi 75 DPG di 7 provinsi target prioritas restorasi, termasuk di Kalimantan Barat. Ada 16 desa di Kabupaten Mempawah dan Kubu Raya yang didampingi BRG tahun lalu. Tahun 2018 ini, BRG menetapkan 27 DPG di Kabupaten Kayong Utara, Kubu Raya dan Sambas sebagai bagian dari 145 DPG di 7 provinsi target.

Strategi pendampingannya dengan menempatkan seorang Fasilitator Desa (Fasdes) di setiap desa. Fasdes merupakan kepanjangan tangan BRG yang bekerja ditingkat tapak. Memfasilitasi, diskusi dan mendorong kepedulian dan keterlibatan masyarakat desa adalah kerja-kerja Fasdes yang terjun ke desa-desa.
Pendekatan program DPG melalui ‘pintu’ UU Desa, karena itulah Fasdes sebelum ditempatkan di desa telah dibekali dengan pemahaman seputar perencanaan dan kebijakan pembangunan desa. BRG melalui Fasdes mendorong Pemerintah Desa dan masyarakat agar muatan restorasi gambut dapat masuk dalam RPJMDes. Memfasilitasi disusunnya Peraturan Desa tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Ekosistem Gambut, penguatan kelembagaan BUMDes, serta mengawal Musyawarah Desa dalam penyusunan RKPDes, adalah sebagian dari tugas Fasdes.
Sekolah Lapang Petani Gambut
Restorasi gambut, sebagaimana strategi BRG yakni Rewetting (pembasahan), Revegetasi (penanaman kembali), dan revitalisasi (peningkatan ekonomi) merupakan pendekatan terpadu. Restorasi gambut tidak semata-mata melakukan pembasahan gambut dengan pembangunan sekat kanal, embung, blocking kanal serta sumur bor, akan tetapi bagaimana masyarakat juga mendapatkan manfaat dari pemulihan ekosistem gambut.
Atas dasar itulah, BRG melaksanakan Sekolah Lapang Petani Gambut. Sekolah bagi petani ini dimulai dengan pelatihan yang memberikan pemahaman tentang karakteristik gambut dan bagaimana mengembangkan pertanian dengan Pengolahan Lahan Tanpa Bakar (PLTB). Intinya, dengan tanpa membakar pun lahan gambut tetap produktif.
BRG di Kalbar menggandeng praktisi pertanian lahan gambut dari Forum Penyuluh Swadaya, Joko Wiryanto dkk mengembangkan formula F1-MBio untuk mengurasi keasaman sekaligus meningkatkan PH tanah. Formula tersebut menggunakan bahan-bahan organik yang mudah untuk didapatkan seperti kotoran ayam, gula merah, kepala udang, dan lain-lain yang dimasak.
Setelah jadi formula itu baru kemudian disirami ke lahan bedengan yang sudah disiapkan sebelumnya. Petani ketika dilatih dan praktek begitu antusias, sebab selama ini tidak tahu bagaimana mengurasi keasaman dan meningkatkan PH tanah selain dengan membakar.
Setelah dilatih, BRG kemudian memfasilitasi pembangunan mini-demplot PLTB sebagai laboratorium dan media belajar pengembangan metode PLTB. Di setiap desa, masyarakat menyiapkan 0,5 – 2 hektar lahan untuk mini-demplot tersebut.
Program ini memfasilitasi bantuan bibit tanaman sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman keras serta peralatan pengolahan lahan. Harapannya, dengan mini-demplot ini masyarakat kemudiandapat mengembangkan lebih lanjut di lahannya masing-masing.
(Baca: Sanggau Gelar Kontes Durian Berhadiah Puluhan Juta Rupiah, Catat Tanggalnya )
Dengan demikian, komoditi pertanian di lahan gambut seperti nanas, jagung, jahe, cabai, tomat, salak, talas, dan lain-lain dapat menjadi produk unggulan setiap desa. BRG juga memfasilitasi pengembangan produk turunan pertanian lahan gambut untuk meningkatkan nilai tambahnya.
Seperti di desa Sungai Asam Kubu Raya misalnya, komoditi nanas telah dikembangkan untuk berbagai produk turunan seperti sirup, dodol, keripik, selai dan lain-lain.
Bahkan, bulan Juni lalu wakil warga petani dari desa Sungai Asam dibawa BRG ke Oslo Tropical Forest Forum di Norwegia untuk mempromosikan produk turunan hasil pertanian lahan gambut tersebut.
Perhutanan Sosial dan Resolusi Konflik
Di desa-desa target restorasi gambut, salah satu masalah yang dihadapi masyarakat adalah konflik lahan baik dengan perusahaan maupun kawasan hutan.
Untuk lahan gambut di kawasan hutan, BRG melalui Fasdes membantu masyarakat melakukan identifikasi potensi dan pemetaan wilayah desanya. Ada beberapa desa yang potensial untuk didorong mengajukan skema perhutanan sosial yakni Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan/HKM.
Utamanya desa-desa yang teridentifikasi ada kawasan hutan baik lindung maupun poduksi yang masuk dalam PIAPS (peta indikatif areal perhutanan sosial).
Selain itu juga kawasan hutan yang belum terbebani izin atau clean and clear/CnC. Di DPG Kecamatan Teluk Keramat Kabupaten Sambas, potensial untuk difasilitasi pengajuan skema perhutanan sosial. Sembari menunggu Peraturan Menteri LHK yang masih digodok terkait perhutanan sosial di lahan gambut.
Fasilitasi akses hak pengelolaan hutan tersebut adalah pendekatan resolusi konflik lahan, sekaligus kontribusi BRG pada capaian yang telah ditetapkan Pemerintah dalam RPJMN 2015-2019 seluas 12,7 juta hektar.
Terkait konflik lahan, sejak tahun lalu BRG menyelenggarakan pelatihan pemetaan konflik lahan dan paralegal. Pada Jambore Masyarakat Gambut awal Mei 2018 lalu di Kalimantan Selatan, juga telah dilaunching Perhimpunan Paralegal Masyarakat Gambut Indonesia (PPMGI).
Pendekatan multi-sektor dalam melaksanakan agenda restorasi gambut, merupakan upaya terpadu dan sistematis yang dilakukan oleh BRG sebagaimana yang dimandatkan oleh Perpres 1 Tahun 2016. Karena itu, BRG menggalang semua pihak untuk terlibat dan berkontribusi dalam mensukseskan agenda restorasi gambut.
Mulai dari Kementerian dan Lembaga Pemerintah terkait, Pemerintah Provinsi, Kabupaten/kota dan desa, Perguruan Tinggi, CSO/LSM, lembaga penelitian, petani, perempuan, hingga kalangan ulama/da’i. BRG bekerja sama dengan MUI (Majelis Ulama Indonesia) menerbitkan panduan khutbah jum’at yang berisi muatan agenda restorasi gambut dalam perspektif agama Islam.
Secara khusus, kalangan da’i dari desa-desa target bersama pengurus MUI kabupaten dan provinsi dilatih agar dapat menyebar-luaskan pentingnya restorasi gambut sebagai wujud pelaksanaan perintah Tuhan dan sunnah Nabi.