Editorial
Hentikan Sebutan Kecebong Kampret
Sesama manusia saling menghargai. Menurut saya, itu (cebong dan kampret) bagian-bagian yang harus dihilangkan dari ruang publik
Penulis: Rizki Kurnia | Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Istilah "Kecebong", dan "Kampret" belakangan ini ramai memenuhi halaman media sosial. Sebutan Kecebong maupun Kampret ditujukan kepada dua kubu yang berbeda dalam pemilihan presiden 2014 dan berlanjut hingga sekarang. Ironis! Karena kecebong dan kampret adalah sama-sama nama binatang, yakni anak kodok, dan anak kelelawar.
Pendukung Prabowo Subianto memberikan julukan kecebong kepada pendukung Joko Widodo. Sedangkan kampret merupakan plesetan dari KMP (KaEmPe) -singkatan dari Koalisi Merah Putih- yang oleh pendukung Jokowi diplesetkan dengan sebutan kampret sebagai julukan bagi pendukung Prabowo.
Kadang keduanya pun kerap berseteru di dunia maya dan saling mengumpat, menghina dan mengolok-olok dengan dua kata tersebut. Julukan-julukan tersebut tentu saja tak muncul dalam narasi-narasi berita media massa resmi, baik media cetak, radio, maupun televisi. Tapi viral di media sosial, yang dampaknya kini kita rasakan bersama, yakni mempertajam pemisahan sosial.
Polarisasi ini yang disesali Pendakwah Abdullah Gymnastiar (Aa Gym). Ia meminta lebih baik masyarakat saling memuliakan manusia--baik di dunia nyata atau dunia maya. Aa Gym meminta masyarakat tidak saling mengolok-olok atau membicarakan keburukan orang lain. Salah satunya sebutan kecebong dan kampret.
(Baca: Begini Sistem Pendaftaran Bakal Caleg ke KPU )
Berbicara saat memberikan pengajian di Masjid Istiqlal Jakarta, Ahad ( 8/7/ 2018), Pimpinan Pondok Pesantren Daarut Tauhid Bandung itu mengingatkan, sebutan itu berpotensi memecah belah persaudaraan berbangsa dan bernegara. Seruan Aa Gym pun disambut positif para tokoh politik.
Gubernur Nusa Tenggara Barat, Tuan Guru Bajang (TGB) TGH Zainul Majdi yang juga menjadi penceramah di Masjid Istiqlal sependapat dengan Aa Gym.
"Sesama manusia saling menghargai. Menurut saya, itu (cebong dan kampret) bagian-bagian yang harus dihilangkan dari ruang publik," kata TGB.
TGB mengatakan imbauan Aa Gym itu didasari Alquran surat Al-Hujurat Ayat 11. Menurut surat itu, dilarang saling menghina, mencela, dan memberi sebutan atau gelar yang tidak baik, tidak berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan orang lain, dan saling melakukan ghibah.
Ia mengajak publik untuk tidak lagi membuat hal-hal yang bisa memojokkan, atau mendiskreditkan. "Kita bangun peradaban publik yang lebih baik," ucap TGB.yang beberapa hari lalu menarik perhatian publik setelah Ketua DPD Partai Demokrat NTB itu menyatakan dukungan kepada Jokowi untuk menjabat presiden dua periode.
Imbauan ini sebenarnya sudah beberapa kali diutarakan Jokowi. Sebelum pilkada 2018, 14 Maret, Jokowi mengingatkan masyarakat harus rukun kembali setelah mencoblos. Sabtu (7/7/2018) lalu saat berbicara dalam acara penutupan Rembuk Nasional Aktivis '98 di Kemayoran, Jakarta, Jokowi mengingatkan pentingnya kebebasan masyarakat.
(Baca: Polres Landak Gelar Upacara Hari Bhayangkara ke -72, Tonton Videonya )
Namun, jangan sampai kebebasan itu digunakan untuk saling mencemooh antarmasyarakat, saling menjelekkan sesama saudara sebangsa dan setanah air, karena berbeda pilihan politik.
"Itu bukan etika dan budaya bangsa kita Indonesia. Jangan sampai kita justru dari luar negeri dikagumi, dari luar dijadikan contoh, tapi di dalam kita menjadi retak gara-gara urusan pilkada, pilgub, pilpres, sangat rugi sekali kita," tutur Jokowi.
Kita mendukung penyebutan kecebong dan kampret dihentikan. Sudah semestinya para kandidat yang akan bertarung di pilpres 2019 juga mengingatkan para pendukungnya agar istilah-istilah yang sudah terlanjur tersebar itu bisa dihentikan.
Dan itu hanya bisa dilakukan jika kedua belah pihak sama-sama berhenti. Warganet di medsos ibarat pengguna jalan raya yang jika tidak mengedepankan etika berkendara akan mengalami tabrakan.
Meski sepakat untuk dengan Aa Gym dan TGB, kita juga mendorong pemerintah melakukan literasi medsos yang baik, termasuk persoalan etika.
Pendidikan sejak dini tentang netiket atau etika dalam berkomunikasi melalui internet penting dilakukan. Bila hal ini diabaikan, kita khawatir pada masa mendatang masyarakat Indonesia akan semakin tajam terpolarisasi. (*)