Ramadan 1439 H

Tentang Ramadan dan Kejernihan Hati

Memasuki bulan suci Ramadan tahun ini, civitas akademika IAIN Pontianak mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ISTIMEWA
Plt Rektor IAIN Pontianak Dr KH Syarif MA 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, M Wawan Gunawan

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Memasuki bulan suci Ramadan tahun ini, civitas akademika IAIN Pontianak mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa Ramadan bagi seluruh umat Islam di Indonesia, Sabtu (19/05/2018).

"Selamat untuk kita semua karena masih diberi kesempatan oleh Allah untuk kembali beamalih di bulan Ramadhan tahun ini. Karena tidak semua orang mendapatkan itu, dikarenakan ada diantara keluarga, sahabat, dan tetangga kita yang hari ini telah tidak dapat lagi bersama kita mengarungi Ramadan," ujar Plt Rektor IAIN Pontianak Dr KH Syarif MA.

Baca: Sasar Anak Muda, OPPO dan Shiseido Sematkan Kelebihan Fitur Berikut

Menurut Plt Rektor IAIN Pontianak Dr KH Syarif MA, Sejatinya inti dari Ramadan adalah berpuasa, Amaliah yang lain hanya sebagai tambahan dan sebagai contoh dari tindak lanjut amaliah puasa.

Shaum itu artinya menahan, secara terminologi hakikat, bahwa puasa adalah si mukmin mempuasakan hawa-nafsu. Sedang puasa yang kita kenal secara terminologi bahwa ia adalah menahan tidak makan, tidak minum, dan tidak bersenggama dari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari, itu adalah bentuk latihan secara fisik. Sedang Tuhan tidak menilik yang fisik-fisik.

Jadi oleh karena itu kita yang berpuasa disyaratkan untuk mengetahui hal-hal yang harus ditahan. Kalau disebut Mukmin mempuasakan hawa-nafsu maka kita harus tahu bentuk nyata dari hawa-nafsu.

Baca: Selain Ketertiban Berlalu Lintas, Kapolsek Imbau Masyarakat Tak Terjerumus Penyalahgunaan Narkoba

Hawa nafsu-nafsu itu dalam bentuk nyata berupa nafs ammaarah berupa sifat emosional karena mudah marah dan mudah tersinggung, dan naf lawwamah berupa sifat ‘ajib-‘ujub-‘ijbun ialah sifat kagum akan dirinya, sifat suka membanggakan dirinya. Lalu sigat riya’ adalah sifat yang suka memamerkan amal baiknya karena minta dipuji.

Kemudian sifat takabbur, sifat ini ialah sifat suka membesar-besarkan dirinya. Berikutnya jika pujian yang diinginkan tidak tercapai maka muncul sifat iri-dengki, sifat iri-dengki ini kebiasaan tidak suka terhadap kebaikan, keberhasilan, dan kemuliaan orang lain.

Baca: Kulit Kamu Kering? Coba Konsumsi 5 Makanan Ini untuk Melembapkannya

Selanjutnya melahirkan sifat yang dapat membahayakan orang lain yaitu sifat menghasut yaitu kebisaan membagikan atau mempropagandakan sifat tidak senangnya terhadap orang lain kepada orang yang lebih banyak.

Tujuannya adalah untuk menfitnah orang yang tidak disenanginya, Lalu berikutnya sifat tamak-loba, Sifat ini sebenarnya yang menjadi latar belakang sifat-sifat yang tadi. Sifat ini sebenarnya sifat yang dilahirkan oleh sifat dunia yaitu sifat pantang kekurangan.

Yang terakhir sifat sombong yaitu sigat angkuh, secara peraktis sifat-sifat ini diprilakui oleh setiap orang yang bernyawa. Sifat ini terjadinya pada setiap manusia tidak hanya pada bulan Ramadhan tetapi terjadi setiap hari sepanjang bulan dan sepanjang tahun.

Baca: Kapolsek Tayan Hilir Imbau Masyarakat Tak Terprovokasi Penggiringan Opini

Atas dasar inilah mukmin diperintah untuk berpuasa secara fisik di bulan Ramadan untuk melatih diri atau sebagai cara atau contoh menahan hawa-nafsu.

Sebenarnya Mukmin mempuasakan hawa-nafsu itu bermakna konkret bahwa setiap diri pada manusia diperintahkan untuk tidak bertindak dan berkata dengan nafs ammaran dan nafs lawwamah tadi, Dari sini dapat difahami bahwa ramadhan hanya sebagai wadah Training Center.

Tempat pemusatan latihan, Hasilnya tidak digunakan pada bulan ramadhan tetapi digunakan pada hari-hari sesudah ramadan. Dengan kefahaman seperti ini dapat dimaknai selanjutnya bahwa puasa atau menahan diri secara hakikat, secara maknawi, secara non fisik wajib dilakuakn sepanjang tahun.

Eksistensi Ramadan dengan begitu adalah sebagai bulan latihan, Jika tidak difahami seperti ini, kemudian tidak dapat kita mengerti hadis nabi bahwa “banyak orang yang berpuasa tapi hanya mendapatkan lapar dan dahaga,". Jadi puasa ini sebenarnya dalam rangka penjernihan diri dari sifat-sifat yang merusak seperti diurai di atas.

Baca: Habiskan Biaya Hingga 17 Miliar, Rumah Anang - Ashanty Ini Megah Banget, Lihat Dapurnya Aja Wow!

Oleh karena itu puasa seseorang tisak akan sampai di sisi Tuhannya jika dalam melakukannya masih tersimpan sifat-sifat perusak tersebut. Maka sebab itu dalam ramadan mengiringi pewajiban puasa bagi umat Muhammad, dan disyariatkannya shalat tarawih.

Mengapa, ternyata lapar dan haus tidak dapat menolong kita utuk tidak berbuat dengan nafs ammarah dan nafs lawwamah tersebut. Dari sini masuk kefahaman teks Alquran, “sesungguhnya shalat itu mencegah keji dan mungkar... Qs. 29:45”.

Keji dan mungkar dalam konteks ini adalah dua sifat diri yang merusak tadi, yaitu nafs ammarah dan nafs lawwamah. Shalat Tarawih juga sebagai latihan untuk intensitas shalat di luar Ramadan.

Yang menarik kita dalami adalah, mengapa shalat yang bisa mencegah keji dan mungkar? Apanya dari shalat itu yang bisa mencegah keji dan mungkar? Apakah gerakan dan bacaan shalat yang dapat mencegah keji dan mungkar?

Baca: Sasar Anak Muda, OPPO dan Shiseido Sematkan Kelebihan Fitur Berikut

Dalam konteks pertanyaan-pertanyaan ini kita fahami dulu suatu hadis bahwa “innallaaha laan yanzhuru ilaa ajsaamikum walaa ilaa a’maalikuk walaakin yanzhuru ilaa quluubikum wa biyyatikum—Allah tidak menilik jasmani dan amal (lahiriah)mu, melainkan Allah memandang hati dan niatmu”. Artinya yang dapat menolong dari shalat (seperti berita teks Alquran, Qs. 2:45) itu bukan bacaan dan gerakannya.

Teks-teks Alquran di atas, harus kita munasabat—hubungkan dengan teks lain. Ternyata Alquran menjelaskn bahwa untuk mengikis atau mencabut sifat-sifat buruk itu adalah hak dan wewenang Allah.

Misalnya dijelaskan bahwa “Allah yang memisahkan penyakit hati itu dari hati manusi...Qs. 8:24”. Di keterangan ayat yang lain dishahihkan bahwa “Kami yang mencabut penyakit hati di dalam dada mereka (di tempat) yang mengalir di bawah mereka sungai-sungai...Qs. 7:43”.

Artinya kita harus mendapat kefahaman tentang hakikat shalat dan tidak sekedah melaksanakan ritual bacaan dan gerakan shalat. Jika kita lihat dari segi terminologinya saja bahwa shalat itu se-istiqaq atau seakar kata dengan shilat, yang artinya hubungan.

Maknanya, untuk maksimalisasi fungsi shalat secara hakikat kita harus mengerti cara berhubungan yang benar dengan Subyek yang kita sembah dalam shalat. Yang kita sembah yakni Dzat-Nya Allah Subhanahuu wa ta’aalaa. Ternyata Qs. Thaha/20:14, antara menyembah, shalat, dan mengingat Allah tidak boleh dipisahkan, “...sembah Aku, dirikan shalat (hubungan hati), ingat Aku”.

Baca: OPPO Bocorkan Gambar Kemasan Perangkat Edisi Khusus dengan Shiseido

Inti dari hubungan hati itu adalah mengingat Allah. Maka berikutnya kita harus mendalami cara mengingat Allah, sebab Allah adalah Wujud yang tidak terlihat. Jadi bagaimana Wujud yang tak terlihat bisa diingat?

Jadi hikmah atau yang berguna dari disyariatkannya shalat tarawih adalah untuk melatih intensitas shalat kita di luar Ramadan. Mengingat, bahwa hanya shalat yang dapat mencegah keji dan mungkar yang berupa nafs ammarah dan nafs lawwamah.

"Maka oleh karena itu puasa pada bulan Ramadan ini harus diiringi dengan kefahaman tentang shalat atau hubungan hati yang benar kepada Allah, supaya diri ini kembali jernih seperti baru dilahirkan ibu kita," Tutupnya. 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved