Enam Perusahaan Kalbar Kantongi Serifikat RSPO

untuk Kalimantan Barat (Kalbar) baru enam perusahaan pemegang sertifikat RSPO, dan 9 pabrik kelapa sawit (PKS) yang sudah bersertifikat RSPO.

Penulis: Nina Soraya | Editor: Nina Soraya
TRIBUN PONTIANAK/NINA SORAYA
Direktur RSPO Indonesia Tiur Rumondang (dua kiri) memberikan pemaparan dalam Seminar Sehari Lebih Dekat Dengan RSPO, di Hotel Golden Tulip Pontianak, Selasa (13/3/2018). 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Direktur Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) Indonesia, Tiur Rumondang, menyebutkan saat ini untuk Kalimantan Barat (Kalbar) baru enam perusahaan pemegang sertifikat RSPO, dan 9 pabrik kelapa sawit (PKS) yang sudah bersertifikat RSPO.
Saat ini sekitar 1,5 juta ton produksi tandan buah segar (TBS) mengantongi sertifikat RSPO.

"Untuk Indonesia itu sekitar 6,7 ton metrik ton produksi CPO yang telah bersertifikat RSPO. Jika dilihat dari angka keseluruhan yakni 32 juta metrik ton tentu masih kecil. Tapi 6,7 juta metrik ton yang disuplai Indonesia bagi dunia, maka itu merupakan angka yang sangat besar," kata Tiur saat menghadiri Seminar Sehari Lebih Dekat Dengan RSPO, di Hotel Golden Tulip Pontianak, Selasa (13/3).

Baca: Tepis Isu Negatif Terhadap Sawit, Ini Kata Gapki Kalbar

Dia pun mengakui minat perusahaan untuk mendapat sertifikat RSPO cukup tinggi. Hanya saja, lanjutnya, untuk pemenuhan persyaratan dan lainnya itu menjadi masalah lain.

Menurutnya tantangan yang paling umum ditemukan dalam upaya mencapai RSPO ini seperti penerapan aturan di Indonesia yang kadang tak selaras. Misal soal penerapan High Conservation Values (HCV). Perusahaan dilarang membuka lahan di kawasan yang terindefikasi memiliki HCV

"Itu kan dulu gak ada (HCV). Nah, ternyata dalam perjalanan RSPO ini punya dampak juga bagi industri yang harus mengikuti ini," paparnya.

Baca: Sutarmidji Optimalkan Potensi Sawit Untuk Kesejahteraan Masyarakat Kalbar

Kendala lain, kata Tiur, masalah knowledge yang terkait dengan semangat sustainability (keberlanjutan).

"Perusahaan harus terus mengupdate ilmu tentang ini," ucapnya.

Dia memaparkan konsep sustainability di industri sawit tidaklah sulit, karena sejak dulu telah menjadi bagian mendasar bagi hidup manusia. Lanjtnya, sustainability baru kembali jadi tren belakangan karena manusia dalam hidupnya kerap memikirkan diri sendiri.

Padahal manusia harus mengaitkan eksistensinya dengan berbagai hal di sekitar seperti orang lain, lingkungan, dan daya tahan lain.

Urusan sustainability dalam industri sawit tidak bisa parsial. Sustainability, menurutnya, harus bersinergi dengan bisnis itu sendiri. Konsep sinergi profit, planet, and people jadi kunci. Makanya, dalam RSPO mencari keseimbangan di dalam industri minyak sawit yang memiliki kepatuhan terhadap hukum, layak secara ekonomi, tepat untuk lingkungan dan bermanfaat untuk sosial.

Baca: WWF-HSBC Dorong Petani Sawit Sintang Bersertifikat

"Keterlibatan multipihak bukan satu pihak yang bersepakat dengan sistem keberlanjutan. Jadi gak hanya si produsen saja, market tidak dimintai pendapat. Bahkan NGO Lingkungan dan NGO Sosial turut dalam sini," sebutnya.

Cargill Incorporated, Yunita Sidauruk, mengatakan anak perusahaan Cargill Group di Kalbar yaitu PT Harapan Sawit Lestari telah telah menerima sertifikat RSPO. Ini menujukkan bentuk komitmen terhadap pembangunan perkebunan yang berkelanjutan.

Menurutnya praktik-praktik pembangunan yang keberlanjutan selalu jadi landasan operasional perkebunan yang dikelola.

"Mengikuti RSPO ini maka pelaku usaha, petani, pemerintah dan semua stakeholder harus bersama- sama meningkatkan kualitas dari produk yang kita hasilkan serta membangun kepercayaan terhadap produk kita di mata internasional. Kita tunjukkan sawit kita sangat sustainability," kata Yunita. (nin)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved